Kasus Mario Dandy Satrio: Anak Bikin Ulah, Ayah Kena Getah
JAKARTA – Penganiayaan yang dilakukan Mario Dandy Satrio (20) terhadap Cristalino David Ozora (17) pada 20 Februari malam di Komplek Grand Permata Cluster Boulevard, Pesanggrahan, Jakarta Selatan ternyata berbuntut panjang. Mario saat ini sudah ditetapkan sebagai tersangka dan diancam pasal penganiayaan berat dengan ancaman pidana maksimal 5 tahun.
Universitas Prasetiya Mulya, lembaga pendidikan tempat Mario kuliah pun sudah memutuskan mengeluarkan tersangka. Tak hanya itu, Rafael Alun Trisambodo, ayah Mario yang merupakan pejabat di Direktorat Jenderal Pajak juga terkena imbas.
Rafael mendapat sorotan publik terkait harta kekayaannya yang kabarnya mencapai Rp56 miliar. Bahkan, publik mempertanyakan darimana asal kendaraan-kendaraan mewah berupa Jeep Rubicon dan Harley Davidson yang kerap dipamerkan oleh Mario di media sosial.
Sebab, dari Laporan Harta Kekayaan Penyelenggaraan Negara (LHKPN) milik Rafael Alun yang beredar di media sosial tidak tercantum laporan tentang kendaraan tersebut.
Deputi Bidang Pencegahan dan Monitoring KPK, Pahala Nainggolan saja heran dengan nilai kekayaan Rafael Alun tersebut.
“Bukan soal gede atau enggak, tetapi nyambung gak dengan profilnya sebagai eselon III. Harta yang tercatat di dalam LHKPN semestinya sesuai dengan profil atau jabatan yang disandang oleh seorang pejabat,” kata Pahala kepada awak media di Gedung Merah Putih pada 23 Februari 2023.
"Kalau memang ada warisan, misalnya bapaknya memang sultan di mana tahu yang warisannya segede-gede gaban, ya enggak masalah. Kalau sesuai, enggak apa-apa," sambungnya.
Sebab bila hanya mengacu dari gaji dan tunjangan, itu sangat tidak mungkin. Gaji dan tunjangan para pejabat pajak, kata Pengamat Hukum Bisnis dari Binus University, Muhammad Reza Syariffudin Zaki, memang lebih besar karena perannya signifikan dalam menggenjot penerimaan negara dari sektor pajak.
“Beda misalnya dengan pembendaharaan atau direktorat lain,” ucapnya kepada VOI pada 24 Februari 2023.
Gaji dan tunjangan mengacu dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 15 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedelapan Belas Atas Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1977 tentang Peraturan Gaji Pegawai Negeri Sipil. Serta, Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 96 Tahun 2017 tentang Tunjangan Kinerja Pegawai di Lingkungan Direktorat Jenderal Pajak.
Dalam PP Nomor 15 Tahun 2019 menyebut gaji untuk pejabat eselon III dengan golongan antara III D dan IV D dengan masa kerja 32 tahun berkisar antara Rp4.797.000 hingga Rp5.901.200.
Baca juga:
Kendati begitu, meski gaji pokok PNS Pajak sama dengan PNS lainnya, tetapi tunjangan yang diberikan berbeda. Sesuai Pasal 2 Perpres Nomor 96 Tahun 2017, “Pegawai yang mempunyai jabatan di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak diberikan tunjangan kinerja setiap bulan.”
Untuk pejabat struktural eselon III kisarannya dari Rp37.219.800 hingga Rp46.478.000.
Besaran tunjangan kinerja tergantung dari pencapaian penerimaan pajak. Bisa penuh dibayarkan 100 persen pada tahun berikutnya selama satu tahun bila realisasi penerimaan pajak sebesar 95 persen atau lebih dari target penerimaan pajak.
Kalau hanya 80-90 persen dari target penerimaan pajak, tunjangan kinerja juga hanya 80 persen. Meski kurang dari 70 persen dari target, pejabat DJP juga masih berhak mendapat tunjangan kinerja 50 persen.
Pola Serupa
Ketua Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPAT), Ivan Yustiavandana mengaku tak terkejut dengan nilai kekayaan yang dimiliki Rafael Alun Trisambodo.
Sebab menurut dia, PPAT sudah menemukan aliran dana tidak wajar di rekening Rafael Alun sejak belasan tahun lalu. Bahkan temuan ini sebenarnya sudah disampaikan, baik ke KPK, Kejaksaan Agung, maupun inspektorat jenderal. Hanya saja belum mendapat tindakan lanjutan.
“Ini sudah dari 2010, kami juga sudah serahkan hasil analisis ke penyidik sejak lama, jauh sebelum ada kasus ini,” ucapnya seperti yang sudah diberitakan VOI.
Reza pun mengakui praktik-praktik penggelapan pajak oleh oknum pejabat pajak susah diberantas. Pola yang digunakan sebenarnya hampir serupa.
“Biasanya fiskus melakukan penyelamatan para wajib pajak dari tunggakan pajak dengan pemberian diskon, kira-kira begitu. Jejaringnya lewat internal Dirjen Pajak. Jadi kalau memang terbukti, akan seru nanti. Bukan hanya oknum pejabat pajaknya saja, para wajib pajak yang bermain juga bisa terseret, bisa kena pidana pajak,” ucapnya.
Tentunya, kata Reza, bangkitnya moral hazard di kalangan pejabat Dirjen Pajak akan berimplikasi terhadap gelombang kepercayaan publik kepada instrumen pajak dalam beberapa waktu kedepan. Bukan tidak mungkin, ini akan mengganggu target penerimaan pajak 2023 senilai Rp1.718 triliun.
“Kalau dari pengalaman sebelumnya, setiap ada kasus pengemplang pajak oleh oknum pejabat pajak, biasanya cenderung ada kelesuan optimalisasi penerimaan pajak,” ucapnya.
Menkeu Sri Mulyani memang sudah melakukan berbagai terobosan, mereformasi sektor pajak. Seperti dengan memanfaatkan basis data beneficial owner dalam menggali potensi penerimaan pajak dan memastikan kepemilikan dari kewajiban pajak.
“Namun tetap saja praktik-praktik kecurangan masih terjadi. Memang sulit menghilangkannya. Peluangnya tetap ada dan terbuka lebar. Bila kepercayaan publik menurun, dampaknya terhadap negara juga akan terasa. Pada akhirnya bisa mengancam juga terjadinya situasi resesi ekonomi,” imbuhnya.
Mengundurkan Diri
Menteri Keuangan Sri Mulyani, demi menjaga reputasi lembaga yang dimpimpinnya langsung mengambil tindakan tegas. Dalam konferensi pers pada 24 Februari 2023, dia menginstruksikan inspektorat jenderal melakukan pemeriksaan. Sehingga, untuk sementara Rafael Alun dicopot dari jabatannya sebagai Kepala Bagian Umum Direktorat Jenderal Pajak Kemenkeu Kanwil Jakarta Selatan II.
Sesuai Pasal 31 ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 94 Tahun 2021 mengenai Disiplin Pegawai Negeri Sipil, “Untuk kelancaran pemeriksaan, PNS yang diduga melakukan Pelanggaran Disiplin dan kemungkinan akan dijatuhi Hukuman Disiplin berat, dapat dibebaskan sementara dari tugas jabatannya oleh atasan langsung sejak yang bersangkutan diperiksa.”
Namun, selang beberapa saat dari pencopotan, Rafael Alun memutuskan mengundurkan diri sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN). Dia berjanji akan tetap menjalani proses klarifikasi mengenai LHKPN dan mematuhi proses hukum yang berlaku.
"Bersama ini, saya Rafael Alun Trisambodo menyatakan pengunduran diri atas jabatan dan status saya sebagai aparatur sipil negara Direktorat Jenderal Pajak mulai Jumat, 24 Februari 2023," kata Rafael Alun dalam suratnya yang beredar di media sosial.
"Saya akan mengikuti prosedur pengunduran diri di Direktorat Jenderal Pajak sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Saya tetap akan menjalani proses klarifikasi mengenai Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) dan mematuhi proses hukum yang berlaku atas kejadian yang dilakukan anak saya," imbuhnya.
Staf Khusus Menteri Keuangan Yustinus Prastowo membenarkan surat pengunduran diri itu.
"Secara resmi belum disampaikan ke Kementerian Keuangan. Secara prosedur, meski sudah disampaikan melalui Whatsapp, kami akan meneliti terlebi dahulu sebelum ditindaklajuti," tutur Yustinus saat dikonfirmasi pada 24 Februari 2023.
Menurut pengamat sosial kemasyarakatan dari Universitas Gadjah Mada, Prof. Tadjuddin Noer Effendi seperti peribahasa Jawa, anak polah bapa kepradah. Menggambarkan keadaan seorang ayah yang menanggung malu akibat tindakan yang telah dilakukan oleh sang anak.
Bahkan, bila terbukti ada ketidaksesuaian data LHKPN, perilaku Rafael jelas mencoreng lembaga pajak.
“Mereka bilang orang bijak taat bayar pajak. Mereka menyuruh orang taat bayar pajak, taat melaporkan harta kekayaannya, tapi pejabatnya justru ada indikasi menyembunyikan harta kekayaannya. Jangan-jangan semua orang pajak begitu, karena yang melaporkan mereka, yang memeriksa juga mereka,” katanya kepada VOI pada 24 Februari 2023.
“Sri Mulyani pasti ngamuk. Jangan sampai muncul anggapan orang bijak taat pajak, orang pajak ngemplang pajak,” tambahnya.