Bukan Bisnis Pisang Goreng, Pengamat Transportasi Nilai Penambahan Masa Konsesi KCJB Hal yang Wajar
JAKARTA - Pengamat Transportasi sekaligus Akademisi Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata Djoko Setijowarno menilai permintaan penambahan masa konsesi Kereta Cepat Jakarta-Bandung (KCJB) menjadi 80 tahun oleh PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) merupakan hal wang wajar.
Alasannya, kata Djoko, karena investasi kereta api ini bukan bisnis yang cepat untuk balik modal. Apalagi, investasi pada kereta berbeda dengan jalan tol. Pasalnya, investasi kereta terjadi pada sarana dan prasarana.
“Kereta api itu tidak ada kembali (modal) cepat. Jadi jangan berpikir membangun kereta api itu seperti orang usaha pisang goreng (balik modal cepat). Investasi di KA tidak hanya prasarana namun sarananya juga,” kata Djoko kepada VOI, ditulis Minggu, 19 Februari.
Karena ity, Djoko menilai penambahan masa konsesi dari 50 tahun menjadi 80 tahun itu hal biasa. Menurut Djoko, sejak dahulu investasi pada kereta api masa konsesinya rata-rata memcapai 100 tahun.
“Hal yang wajar (penambahan konsesi). Di Indonesia itu zaman Hindia Belanda, kereta api itu (konsesinya) sampai 100 tahun,” jelasnya.
Diberitakan sebelumnya, PT Kereta Cepat Indonesia-China (KCIC) masih berusaha agar permohonan penambahan masa konsesi Kereta Cepat Jakarta Bandung (KCJB) dari 50 menjadi 80 tahun dapat disetuju.
Karena itu, KCIC terus melakukan koordinasi, komunikasi, dan penyampaian data ke Direktorat Lalu Lintas dan Angkutan KA, Ditjen Perkeretaapian, Kemenhub.
Baca juga:
General Manager Corporate Secretary KCIC Rahadian mengatakan penyampaian data dan informasi yang dibutuhkan Kemenhub selama ini dilakukan secara bertahap.
Lebih lanjut, Rahadian mengatakan Data Demand Forecast hasil Studi Polar UI, Data Financial Model dari Konsultan KPMG, Data Feasibility dari Konsultan CRDC dan beberapa data lainnya sudah disampaikan dan dilakukan diskusi bersama secara mendalam antara KCIC dan Kemenhub.
“Untuk memperkuat permohonan tersebut, kami telah melakukan kajian bersama Polar UI terkait demand forecast dan beberapa hal yang menyangkut aspek komersial. Hasil kajian tersebut juga sudah kami sampaikan ke Kemenhub pada saat pertemuan yang juga melibatkan Kementerian Koordinator Maritim dan Investasi,” katanya dalam keterangan, Jumat, 17 Februari.
Rahadian menilai permohonan perpanjangan konsesi tersebut dimungkinkan secara regulasi sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Perhubungan RI Nomor 38 Tahun 2021 dan masuk dalam salah satu Klausul Perjanjian Konsesi yang sebelumnya sudah ditandatangani.
“Permohonan tersebut didasari oleh beberapa faktor seperti perubahan demand forecast penumpang dikarenakan dampak pandemi dan faktor lainnya, perubahan total biaya proyek setelah adanya cost overrun, perpanjangan waktu masa kontruksi, perubahan skema bisnis non farebox, dan berbagai faktor lainnya,” ujar Rahadian.
Menurut Rahadian, penambahan masa konsesi juga akan mempertahankan indikator kelayakan investasi dan memastikan adanya layanan Kereta Api Cepat yang lebih sustainable.