KLHK Nilai Peran Masyarakat Adat Papua Barat Penting dalam Aksi Penurunan Emisi Gas Rumah Kaca
PAPUA BARAT - Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) mengajak masyarakat adat di Provinsi Papua Barat mendukung pelaksanaan aksi penurunan emisi gas rumah kaca dari sektor kehutanan. Aksi itu digelorakan lewat program Indonesia's Forestry and Other Land Use (FOLU) Net Sink 2030.
Direktur Jenderal Pengelolaan Hutan Lestari KLHK Agus Justianto mengatakan, masyarakat adat merupakan elemen penting dalam tatanan kehidupan sosial di Tanah Papua yang merupakan daerah otonomi khusus dibutuhkan keterlibatannya dalam aksi tersebut.
"Masyarakat adat memiliki posisi strategis, oleh karena itu kami butuh dukungan dari masyarakat adat," kata Agus yang juga Ketua Harian II Indonesia's FOLU Net Sink 2030, di Manokwari, Papua Barat, Rabu 15 Februari, disitat Antara.
Ia berharap setelah sosialisasi Sub Nasional Indonesia's FOLU Net Sink 2030 yang diselenggarakan di Kabupaten Manokwari, pemerintah daerah baik kabupaten maupun provinsi dapat menindaklanjuti ke seluruh masyarakat adat.
Sehingga, masyarakat adat semakin memahami pentingnya program mitigasi terhadap perubahan iklim akibat emisi gas rumah kaca.
"Keterlibatan dari masyarakat adat itu yang kami harapkan," ujarnya
Menurut dia, masyarakat adat di Tanah Papua memiliki pengetahuan lokal dalam menjaga kelestarian hutan namun hal itu perlu ditransformasikan menjadi komitmen bersama demi merealisasikan program pengurangan emisi gas rumah kaca.
Di sisi lain, jumlah polisi hutan masih sangat minim karena tidak sebanding dengan luas kawasan hutan di Papua Barat yang mencapai 87,3 persen atau 8,39 juta hektare.
"Saya pastikan bahwa polisi hutan masih sangat terbatas. Untuk menjaga hutan di Papua Barat yang sangat luas kita butuh peran masyarakat termasuk masyarakat adat," tutur dia.
Pemerintah Indonesia, kata Agus, memberikan ruang bagi masyarakat untuk mengelola kawasan hutan melalui program perhutanan sosial dengan skema hutan adat. Artinya, pemerintah mengakui keberadaan masyarakat adat dengan mengalokasikan pengelolaan kawasan hutan tersebut.
"Pemerintah sudah keluarkan berbagai kebijakan agar masyarakat adat bisa mengelola hutan," ucap dia.
Baca juga:
- Pakar Sebut Peluang Bharada E Kembali Bertugas di Kepolisian Sudah Tertutup
- Biar Tak Cekcok Antarwarga, Dishub DKI Minta Adukan Parkir Liar Lewat Platform CRM Pemrov DKI
- Legislator PKB Sebut Komisi VIII DPR dan Kemenag Sempat Tekan Ongkos Naik Haji 2023 Jadi Rp49 Juta
- Anggota Komisi III DPR Minta Kapolri dan Dankor Brimob Awasi Anak Buahnya di Sidang Tragedi Kanjuruhan
Ia melanjutkan, pemerintah terus berupaya menekan laju deforestasi kawasan hutan dan gambut di seluruh Indonesia melalui sejumlah kebijakan yang dikeluarkan Presiden Joko Widodo.
Misalnya kegiatan pencegahan kebakaran hutan, mengantisipasi pertambangan ilegal yang berpotensi merusak hutan, dan aksi perbaikan lainnya.
"Ada banyak kegiatan corrective action yang pemerintah lakukan termasuk pengawasan izin pemanfaatan hutan," tutur Agus.
Kementerian, kata dia, sudah menyusun rencana operasional dan peta arahan spasial Indonesia's FOLU Net Sink 2030 yang kemudian ditindaklanjuti oleh seluruh pemerintah daerah.
Setiap provinsi nantinya memiliki target penurunan emisi gas rumah kaca berdasarkan luas kawasan hutan, akan tetapi target itu perlu dirumuskan terlebih dahulu dalam rencana kerja daerah.
"Setelah rencana kerja rampung baru kita implementasikan kegiatan Indonesia's FOLU Net Sink," katanya.
Ia menambahkan, rencana operasional Indonesia's FOLU Net Sink 2030 memerlukan dukungan dari aparat kepolisian untuk mencegah terjadinya kebakaran hutan atau kegiatan yang menghambat Indonesia mencapai target penurunan emisi gas rumah kaca 140 juta ton CO2e pada 2030 mendatang.
"Tanpa dukungan dari kepolisian tentu kegiatan penegakan hukum tidak terlaksana dengan baik," pungkasnya.