Permintaan Maaf Benyamin Sueb Soal Lagu Nangke Lande dalam Sejarah Hari Ini, 3 Februari 1975

JAKARTA – Sejarah hari ini, 48 tahun yang lalu, 3 Februari 1975, seniman legendaris Betawi, Benyamin Sueb menulis surat pembaca di Harian Kompas. Surat itu berisikan klarifikasi atas lagunya Jande Tue (Nangke Lande) yang dianggap menghina janda.

Ia pun meminta maaf kepada seluruh janda di Indonesia jika lagunya menyinggung. Sebelumnya, lagu Jande Tue diciptakan Benyamin khusus sebagai bagian dari film Ratu Amplop (1974). Penggambaran janda yang disebutkan benyamin hanya sebatas di film saja, tidak luas.

Benyamin Sueb adalah seniman serba bisa. Ia mampu menjadi penyanyi, aktor, hingga pelawak dalam satu waktu. Bahkan, semuanya mampu dikerjakan Benyamin sama baiknya. Mulanya Benyamin menggeluti dunia musik sedari kecil.

Saban hari ia latihan bernyanyi dan bermain alat musik. Ia akhirnya dapat manggung di beberapa tempat. Lagu yang dibawakan didominasi milik musisi luar negeri. Namun, petaka muncul. Bung Karno melarang musik barat di mainnya di muka umum.

Benyamin sempat patah semangat. Namun, ia tak menyerah. Ia mulai mulai menyihir pengemar setianya dengan permainan blues dan rock yang mampu berpadu dengan kesenian tradisional Betawi, gambang kromong.

Sampul CD Film Ratu Amplop (1974). (Wikimedia Commons)

Ajian itu sukses besar, apalagi ketika lagu ciptaannya Nonton Bioskop dibawakan oleh Bing Slamet dari 1968. Pamor Benyamin pun kesohor di mana-mana. Ketenarannya itulah yang membuat Benyamin masuk ke dalam dunia film.

Gaya aktingnya yang spontan mampu membuat khalayak menyukai aksi Benyamin. Setelahnya, nama Benyamin menjadi salah satu aktor yang paling menjanjikan keuntungan melimpah. Film-film yang memasang nama hingga potret wajah Benyamin sukses besar.  

“Pada pertengahan tahun 1970-an, Benyamin adalah penyanyi dan komedian Betawi paling populer. Benyamin Sueb telah membintangi lebih dari 40 film dalam waktu kurang dari 10 tahun. Kebetawian jadi akar utama Benyamin dalam berkarya. Terutama dialek bahasa Betawi. Lagu-lagu yang ditulis Benyamin sering dikawinkan dengan sentuhan kesenian Betawi, gambang kromong. Lirik yang lucu itu selalu menggunakan bahasa Betawi, yang berisikan irisan kehidupan kaum Betawi miskin.”

“Irisan itu pula digunakan oleh Benyamin dalam serangkaian film yang dimainkan olehnya. Ia kerap memberikan kritik atas modernisasi di Jakarta. Yang paling penting, kritiknya sering menyoroti perilaku pebisnis yang cuma menjadikan Jakarta sebagai ladang cari duit. Sementara kehidupan orang Betawi terkena imbasnya. Mereka justru terpinggirkan dari tanah kelahirannya sendiri,” ungkap David Hanan dalam buku Cultural Specificity in Indonesian Film: Diversity in Unity (2017).

Karier Benyamin sebagai aktor sekaligus musisi nyatanya tak luput dari kritikan. Lagunya ciptaannya Jande Tue (Nangka Lande) dikritik salah seorang pembaca Harian Kompas, Soesano lewat surat pembaca pada 22 Januari 1975. Lagu itu dianggap menghina para janda yang ada di Nusantara.

Namun, Benyamin Sueb tak tinggal diam. Ia mengirim surat pembaca juga ke Harian Kompas untuk menjawab tuduhan Soesano pada 3 Februari 1975. Menurutnya, lagu itu dibawakan Benyamin untuk film Ratu Amplop yang dikomandoi Nawi Ismail. Film itu salah satunya menceritakan seorang janda tua (Connie Sutedja) yang gemar menghina orang dan menganggap rendah orang miskin.

Benyamin Sueb, seniman besar Indonesia yang sukses mengangkat budaya Betawi lewat musik maupun film. (Wikimedia Commons)

Hinaan itu tak hanya di utarakan kepada Beni (tokoh yang diperankan Benyamin) tapi juga kepada pacar Beni, Ratmi (Ratmi B.29). Alhasil jadilah lagu Jande Tue tercipta. Penjelasan itu diikuti pula oleh permintaan maaf Benyamin kepada semua janda di Indonesia yang merasa tersinggung oleh lagunya. Ia juga menjelaskan lagu itu sekupnya untuk film, bukan bermakna luas.

“Begitulah lagu itu saya ciptakan yang disesuaikan dengan skenario, jadi bukan semata-mata saya tujukan kepada semua janda-janda. Tobat-tobat betul-betul kalo lagu itu saya tujukan kepada semua janda, sebab saya yakin tidak semua janda begitu, tidak semua perjaka brengsek, tidak semua duda kurang ajar dan tidak semua ibu tiri (katanya) jahat (ingat lagu lbu Tiri ciptaan almarhum Mashabi).”

“Terus terang saya takut dong sama janda-janda kalau dia tersinggung, benar juga saya bisa diboikot semua janda-janda. Padahal ibu saya, kakak saya, adik saya, keponakan saya juga janda. Saya menyadari benar bahwa siapa yang menghina seseorang akan mendapat pembalasan dari Tuhan Yang Maha Esa, selain itu juga menghina adalah dosa besar,” ungkap Benyamin di dalam surat pembacanya sebagaimana dikutip Wahyuni dalam buku Kompor Mleduk Benyamin S. (2007).