Proyeksi 2021: Fokus KPK dan Sejumlah PR yang Belum Rampung

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dinilai punya sejumlah pekerjaan rumah di 2021. Di antaranya adalah menangkap para buronannya, dan peningkatan jumlah penindakan untuk memberikan efek jera pada koruptor.

Pada akhir tahun 2020, melalui konferensi pers Kinerja KPK Tahun 2020, Wakil Ketua KPK Nawawi Pomolango mengatakan, telah menetapkan 109 tersangka termasuk dua mantan menteri di Kabinet Indonesia Maju yaitu Edhy Prabowo yang menjabat sebagai Menteri Kelautan dan Perikanan dan Juliari Peter Batubara yang merupakan Menteri Sosial yang ditangkap dalam operasi tangkap tangan (OTT) yang berbeda.

"Pada tahun ini, KPK telah menetapkan 109 orang sebagai tersangka dari 91 surat perintah penyidikan yang kami terbitkan," kata Nawawi.

Selain itu, dia juga menjelaskan KPK telah melakukan 111 penyelidikan, 75 penuntutan, 92 perkara dinyatakan inkrah, dan 108 perkara telah dieksekusi.

Nawawi juga merinci sejumlah capaian di Direktorat Penyidikan KPK sepanjang 2020, yaitu capaian perkara tahap dua atau penyerahan tersangka dan barang bukti kepada jaksa penuntut umum (JPU) sebanyak 78 perkara. Sementara untuk perkara yang sedang berjalan sebanyak 130 dengan rincian 67 kasus merupakan carry over dan 63 kasus yang sprindiknya diterbitkan tahun ini.

Selanjutnya, jumlah orang yang diperiksa oleh penyidik KPK dalam semua kasus saat ini mencapai 5.616 saksi dan 160 tersangka. Sementara untuk penggeledahan dalam proses penanganan perkara di tahun dilakukan sebanyak 53 kali dan penyitaan dilakukan sebanyak 161 penyitaan.

"Kemudian untuk upaya penangkapan dan penahanan terhadap tersangka yang dilakukan pada tahun 2020 sebanyak 11 orang untuk penangkapan dan 108 untuk penahanan," ujarnya.

Punya tugas yang belum tuntas

Dalam konferensi pers yang sama, Nawawi mengatakan, KPK punya sejumlah tugas yang harus diselesaikan, di antaranya mengejar sejumlah koruptor yang masih buron. Dari 10 buronan, baru 3 yang berhasil ditangkap yaitu mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi dan menantunya yang merupakan pihak swasta yaitu Rezky Herbiyono; serta Hiendra Soenjoto yang merupakan pemberi gratifikasi terhadap Nurhadi dan menantunya.

Sementara 7 lainnya yang belum tertangkap adalah Harun Masiku yang merupakan mantan caleg PDI Perjuangan penyuap eks Komisioner KPU Wahyu Setiawan; Kirana Kotama yang merupakan tersangka dalam kasus pengadaan kapal SSV untuk pemerintah Filipina di tahun 2014 yang melibatkan PT PAL; dan Sjamsul Nursalim beserta istrinya, Itjih Nursalim yang merupakan tersangka dalam kasus BLBI.

Lalu, Izil Azhar yang merupakan terjerat dalam kasus gratifikasi Gubernur Aceh periode 2007-2012; Surya Darmadi yang terjaring kasus suap terkait alih fungsi hutan di Provinsi Riau; dan Samin Tan yang merupakan pemberi suap terhadap mantan Anggota DPR RI Eni Maulani Saragih dalam kasus PLTU Riau-1.

Bukan hanya itu, KPK juga punya tunggakan kasus, yaitu dugaan korupsi Surat Keterangan Lunas (SKL) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) dengan tersangka Sjamsul Nursalim dan Itjih Nursalim; kasus dugaan korupsi pengadaan tiga unit Quay Container Crane (QCC) di PT Pelindo II dengan tersangka mantan Dirut PT Pelindo II, RJ Lino.

Kemudian, kasus dugaan suap pengurusan Pergantian Antarwaktu (PAW) Anggota DPR dengan tersangka mantan caleg PDIP Harun Masiku; dan kasus dugaan korupsi proyek e-KTP dengan tersangka Dirut PT Shandipala Arthaputra, Paulus Tanos.

Dalam kasus SKL BLBI, Nawawi menyatakan, KPK akan berupaya menuntaskan penyidikan Sjamsul dan Itjih yang telah menjadi buronan sejak pertengahan 2019. Sebab, Mahkamah Agung (MA) melalui putusan Kasasi telah melepaskan mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN)‎, Syafruddin Arsyad Temenggung dari jeratan hukuman perkara tersebut. 

"Dengan diputusnya Kasasi terdakwa Syafruddin Arsyad Temenggung (SAT) berupa putusan melepaskan terdakwa dari segala tuntutan hukum (onslag van alle rechtsvervolging) mengakibatkan masih adanya dua tersangka yang masih dalam proses penyidikan. Penyidik masih berupaya menyelesaikan penanganan perkara tersebut," kata Nawawi.

Untuk kasus korupsi di PT Pelindo II, KPK menghadapi kendala dalam perhitungan kerugian keuangan negara. Hal ini disebabkan perusahaan asal Tiongkok, Wuxi Huangdong Heavy Machinery (HDHM) yang menjadi pelaksana proyek enggan menyerahkan dokumen harga QCC yang mereka jual kepada PT Pelindo II. 

Sebagai upaya mengatasi kendala tersebut, KPK menggandeng Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk menghitung kerugian keuangan negara dan mereka telah menerima laporan perhitungan kerugian negara dari BPK terkait pemeliharaan menunggu rampungnya perhitungan kerugian terkait pengadaan QCC.

Sedangkan dalam kasus dugaan suap PAW anggota DPR, Nawawi menegaskan, KPK masih berupaya memburu Harun Masiku yang telah masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) atau buronan sejak 17 Januari 2020. Dalam upaya memburu Harun, KPK terus berkoordinasi dengan Bareskrim Polri. "Dan melakukan pemantauan atau monitoring keberadaan tersangka HM (Harun Masiku)," jelasnya.

Sementara, terkait kasus korupsi e-KTP, KPK mengalami kendala lantaran Paulus Tanos berada di luar negeri. Paulus dikabarkan berada di Singapura. Untuk itu, KPK masih mencari keberadaan melalui berkoordinasi dengan lembaga antikorupsi Singapura atau Corrupt Practices Investigation Bureau (CPIB). 

"Selain itu, (KPK) bekerjasama dengan PPATK untuk mengetahui aliran uang dan aset hasil korupsi dari para tersangka," kata Nawawi.

Terhadap tunggakan-tunggakan yang ada di atas KPK menegaskan pihaknya akan berjanji menyelesaikannya di tahun 2021 mendatang. Hal ini, kata Nawawi, harus dilakukan agar azas kepastian hukum dan keadilan dapat tercapai.

Catatan untuk KPK

Terhadap seluruh capaian penindakan yang telah dipaparkan KPK, peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana mengatakan ada beberapa hal yang harus dilakukan komisi antirasuah di 2021.

Di antaranya adalah meningkatkan kemauan mereka dalam penindakan termasuk melakukan operasi tangkap tangan (OTT) sebagai salah satu upaya memberantas korupsi.

Apalagi berdasarkan catatan ICW yang disampaikan dalam agenda 'Evaluasi Satu Tahun KPK, Penguatan Semu Pemberantasan Korupsi', KPK memiliki banyak problema di bidang penindakan dan tercatat angka operasi senyap turun secara drastis dari tahun sebelumnya. Berdasarkan data yang mereka miliki, pada OTT pada era Firli Bahuri hanya terjadi sebanyak tujuh kali. Sedangkan di 2019 lalu KPK berhasil melakukan 21 OTT, 2018 ada 30 OTT yang dilakukan, 2017 ada 19 OTT, dan 2016 ada 17 OTT.

"Sebenarnya kita sudah sulit berharap dengan KPK hari ini. ... Akan tetapi kalau memang mau dicari solusi yang pertama sudah pasti KPK harus meningkatkan kemauannya untuk melakukan tangkap tangan," kata Kurnia dikutip dari kegiatan diskusi Ngobrol Santai Antikorupsi yang ditayangkan di akun Instagram @sahabaticw.

"Jadi tidak hanya semangat pada level pegawai tapi pimpinannya pun harus memimpin garda penindakan KPK," imbuh dia.

Sementara, terkait tunggakan perkara besar dan pencarian buronan, kata dia, komisi antirasuah diminta lebih dulu mengatasi problem internalnya dan Dewan Pengawas KPK harusnya bisa lebih aktif untuk melakukan evaluasi. "Karena kalau merujuk pada Pasal 37 UU KPK baru, tugas dewan pengawas itu mengevaluasi KPK," tegasnya.

Menurutnya, peran Tumpak Hatorangan, cs sebagai Dewan Pengawas KPK haruslah maksimal agar lembaga ini bisa menyelesaikan segala tugas mereka. "Kalau dewan pengawas memiliki tugas mengawasi, maka dia harus mengawasi tugas pegawai dan pimpinan. Jadi tatkala banyak permasalah maka yang harus hadir adalah pertama adalah dewan pengawas termasuk dalam penegakan etik," pungkasnya.