JAKARTA - Dina, 26 tahun, mengeluhkan keterbatasannya mencari sarana hiburan di tengah pekerjaannya sebagai guru sekolah swasta di Jakarta. Hampir sepanjang tahun 2020, kondisinya bak mati suri, menurut Dina.
"Tahun 2020, Jakarta itu kayak mati suri. Saya enggak bisa bebas main lagi seperti biasa karena banyak tempat hiburan yang ditutup. PSBB di Jakarta membuat saya susah berkumpul sama teman-teman," kata Dina kepada VOI.
Sejak COVID-19 masuk ke Indonesia, pemerintah membuat kebijakan pembatasan mobilisasi masyarakat dalam berkegiatan. Khusus di DKI, Gubernur DKI Jakarta pertama kali menerapkan masa pembatasan sosial berskala besar (PSBB) sejak 10 April.
Selama masa PSBB pertama, gemerlap Jakarta nyaris redup. Semua tempat hiburan ditutup. Masyarakat dilarang berkumpul lebih dari lima orang. Perusahaan selain 11 sektor usaha esensial wajib menerapkan bekerja dari rumah atau work from home (WFH).
Kemudian, rumah makan dilarang melayani makan di tempat. Kendaraan roda empat dibatasi 50 persen, ojek online dilarang mengangkut penumpang, dan waktu operasional transportasi umum dibatasi. Surat izin keluar-masuk (SIKM) jadi syarat warga bepergian dari dan ke luar Jakarta.
Kondisi perekonomian mulai melemah. Masyarakat mengeluhkan pendapatan yang berkurang hingga diberhentikan dari pekerjaannya. Bantuan sosial mulai didistribusikan dalam bentuk sembako.
Melihat teriakan masyarakat kondisi perekonomiannya anjlok, pembatasan di Ibu Kota mulai dilonggarkan pada 5 Juni dengan kebijakan PSBB transisi. Namun, tes swab PCR atau rapid test jadi syarat seseorang bepergian ke luar kota.
Adapun kegiatan yang dibuka kembali dari sektor sosial dan budaya adalah fasilitas olahraga outdoor museum, galeri, perpustakaan, taman, RPTRA, dan pantai. Kemudian, kantor dan rumah ibadah juga kembali dibuka. Ojek online kembali diizinkan mengangkut penumpang.
Secara bertahap, Anies mulai mengizinkan pengoperasian kantor, pasar, mal, dan pusat perbelanjaan selain yang menyediakan bahan pangan di masa PSBB transisi. Rumah makan juga kembali diizinkan untuk melayani makan di tempat. Semua tempat ini diperkenankan hanya menampung 50 persen dari total kapasitas yang ada.
Pelonggaran PSBB ternyata membuat sejumlah warga lupa diri. Banyak orang yang tak acuh terhadap protokol kesehatan. Ditambah dengan maraknya warga yang menngisi waktu libur Hari Kemerdekaan pertengahan Agustus lalu dengan berlibur.
Dampaknya, lonjakan kasus COVID-19 terjadi. Rumah sakit perawatan pasien dan isolasi COVID-19 hampir penuh. Sehingga, Anies memutuskan untuk menarik rem darurat dengan mengetatkan PSBB kembali pada 14 September.
Dalam PSBB fase dua ini, Anies membolehkan perusahaan beroperasi dengan batasan karyawan maksimal 25 persen. Rumah makan kembali diarang untuk melayani makan di tempat. Semua tempat hiburan kembali ditutup.
Melihat laju penyebaran COVID-19 mulai sedikit menurun, PSBB transisi di DKI kembali diberlakukan sejak 12 Oktober hingga saat ini. Perkantoran kembali dibolehkan menampung 50 persen karyawan.
Rumah makan, restoran, atau kafe telah diizinkan melayani makan di tempat (dine in) kembali sampai pukul 21.00 WIB. Kapasitas pelanggan dibatasi hingga 50 persen, jarak antarmeja dan kursi minimal 1,5 meter kecuali untuk pelanggan 1 domisili.
Pertunjukan live music telah diperbolehkan. Namun, pengunjung diwajibkan duduk di kursi berjarak, tidak berdiri atau melantai, serta tidak menimbulkan kerumunan.
Seluruh tempat hiburan luar ruang (outdoor) atau tempat rekreasi kembali dibolehkan beroperasi dengan ketentuan maksimal 25 persen kapasitas. Wisata air seperti kolam renang yang sebelumnya dilarang, kini telah diperkenankan dibuka kembali. Sejumlah kegiatan dalam ruangan yang sebelumnya dilarang seperti bioskop, seminar, hingga upacara pernikahan telah dibolehkan beroperasi.
BACA JUGA:
Namun, hingga kini, jenis-jenis kegiatan hiburan seperti diskotek, tempat hiburan malam, spa, griya pijat, konser musik, dan karaoke tetap belum diizinkan beroperasi. Lokasi ini dianggap paling rawan dalam menyebarkan virus corona.
Pengusaha hiburan malam tak mampu berbuat apa-apa lagi, setelah berkali-kali meminta pemerintah untuk mengizinkan pengoperasian namun masih mendapat penolakan.
Jelang akhir tahun, kasus COVID-19 di DKI masih belum terkendali. Bahkan, rata-rata pertambahan kasus baru per hari di Ibu Kota di atas 1.500 kasus. Namun, belum ada rencana untuk mengetatkan kembali masa PSBB.
Hanya saja, kini pemerintah mewajibkan masyarakat untuk melakukan pemeriksaan rapid test antigen atau swab PCR sebelum melakukan perjalanan jelang musim libur akhir tahun.
Kini, semua masyarakat menaruh harap pada rencana pemberian vaksin di Indonesia, termasuk warga Jakarta. Mereka berharap, kekebalan imunitas usai vaksinasi dapat melandaikan hingga nihil kasus COVID-19. Sehingga, suasana hiruk-pikuk Ibu Kota dapat kembali dinikmati.