Eksklusif, Fadli Zon: Indonesia Harus Ambil Benefit dari Ketegangan Amerika dan China

Ketegangan antara Amerika Serikat dan China terus terjadi, dari perang dagang hingga merambah ke ranah politik. Menurut Ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) Dr. H. Fadli Zon, SS., MSc., Indonesia harus mengambil benefit dari kondisi ini.

***

Peta geopolitik dunia berubah drastis setelah Uni Soviet runtuh. Polarisasi yang sebelumnya terjadi antara blok negara Barat dengan blok Timur kini berubah menjadi antara Amerika Serikat di satu sisi dan China di sisi yang lain. Keduanya bersaing untuk menancapkan kukunya di berbagai belahan dunia.

Keadaan ini kata Fadli Zon tidak perlu terlalu dikhawatirkan, namun sebaliknya harus dioptimalkan agar ada manfaat untuk kepentingan nasional Indonesia. “Menurut saya seharusnya kita mengambil benefit dari keadaan ini. Seperti dulu  Bung Hatta mengatakan kita harus mendayung di antara dua karang karena situasinya masih bipolar,” kata politisi dari Partai Gerindra ini.

Pemimpin Indonesia, lanjut Fadli harus bisa melakukan pendekatan ke dua negara tersebut. “Kalau Amerika Serikat merasa punya kepentingan di wilayah Laut China Selatan, harusnya kita juga mendapat dukungan dari Amerika. Kita juga harus mendapat dukungan dari China. Dan China jangan dong kapal-kapalnya masuk dan melakukan eksplorasi di wilayah zona ekonomi eksklusif kita,” tegasnya.

Karena itu Fadli menyerukan kepada siapa pun yang akan memimpin Indonesia ke depan untuk benar-benar memahami pemetaan seperti ini. Geopolitik global harus difahami agar tidak salah dalam melangkah dan mengambil kebijakan. “Pemimpin yang akan datang harus punya visi internasional yang kuat. Dia harus mengetahui koordinat kita di mata dunia seperti apa. Karena itu akan membuat kita juga lebih mudah untuk mendapatkan investasi dan berbagai macam benefit. Kalau kita berperan secara aktif, kita akan dihargai dan dihormati oleh dunia internasional. Tentu mereka juga punya kepercayaan kepada kita. Jadi kita jangan seperti katak di dalam tempurung,” tandas Fadli Zon kepada Iqbal Irsyad, Edy Suherli, Savic Rabos dan Rifai dari VOI yang menemuinya di Rumah Kreatif Fadli Zon, di bilangan Cimanggis, Depok, Jawa Barat belum lama berselang. Inilah petikannya.

Fadli Zon, menyerukan agar dunia mengutuk Israel yang belakangan menembaki warga di kamp Jenin. (Foto Savic Sabo, DI: Raga VOI)

Anda baru saja memimpin delegasi BKSAP DPR RI menghadiri Sidang Parlemen Asia yang ke-13 di Antalya, Turkiye, pada 8-10 Januari 2022 apa hasilnya?

BKSAP adalah focal point dari diplomasi parlemen. Selain tugas tradisional DPR membuat UU, controling dan budgeting, ada tugas diplomasi parlemen. Ujung tombak diplomasi itu BKSAP.  Jadi kami melakukan tugas diplomasi parlemen ke hampir semua lembaga dan organisasi parlemen di seluruh dunia. Seperti Organisasi Parlemen Dunia (Inter-Parliamentary Union),  Organisasi Parlemen Asia Pasifik (Asia Pasific Parliamentary Forum), Organisasi Parlemen Asia (Asian Parliamentary Assembly), Organisasi Parlemen ASEAN (Inter Parliamentary Assembly). Ada juga Organisasi Parlemen Negara Islam (Parliamentary Union Islamic Country). Lewat organisasi parlemen itu kita hadir dan menyampaikan aspirasi masyarakat Indonesia kepada masyarakat dunia.

Kita selalu aktif menyampaikan resolusi terkait perkembangan terkini di berbagai belahan dunia. Di forum IPA kita menyampaikan soal keamanan laut terkait konflik Laut China Selatan dan soal Rohingya di Myanmar, diterima.  Untuk Palestina usulan kita dibahas di forum APA. Namun sekarang persoalan Palestina makin rumit karena saat ini rezim yang memimpin Israel dari kalangan garis keras. Dunia harus mengutuk Israel agar pembuhunan yang mereka lakukan bisa dihentikan.

Kita membuat network dengan lebih dari 40 negara dari Asia, Afrika, Eropa, Amerika Latin. Jadi bukan hanya dengan negara-negara Islam saja, semua negara yang punya perhatian atas persoalan Palestina terlibat.

Geopolitik dunia masih tidak stabil, Rusia dan Ukraina masih berperang, apa yang bisa dilakukan untuk meredahkan situasi?

Hampir setahun Rusia menginvasi Ukraina (Februari 2022). Di forum IPU lalu kami mengusulkan Gugus Tugas penyelesaikan Ukraina dan Rusia, dan diterima meski dengan perdebatan. Ada delapan orang yang mewakili tiap wilayah; Amerika Latin, Asia Pasifik, Afrika, dan Eropa, saya mewakili Asia Pasifik. Kami sudah mengunjungi Ukraina dan Rusia untuk membantu menyelesaikan persoalan melalui dialog. IPU satu-satunya organisasi yang bisa diterima kedua belah pihak, PBB tak bisa. Usaha untuk mendamaikan dua negara ini masih terus dilakukan sampai sekarang. Terakhir bulan Desember kami melakukan upaya untuk mendamaikan keduanya. Banyak sekali kepentingan dari negara-negara lain, karena dirugikan akibat perang Ukraina dan Rusia ini.

Jokowi sudah menyambangi Ukraina dan Rusia, namun keadaan tak banyak berubah, apa lagi yang harus dilakukan?

Kunjungan Presiden Jokowi ke Kiev dan Moskow kala itu menurut saya adalah satu langkah strategis. Karena dari negara Asia, Indonesia satu-satunya kepala negara yang menyambangi dua negara itu untuk mengupayakan perdamaian. Karena persoalan jarak, pendekatan yang dilakukan Indonesia memang tidak maksimal. Justru Turkiye (Turki) yang mengambil peran lebih karena negara itu berbatasan langsung, hanya dipisahkan oleh Laut Hitam dengan Ukraina dan Rusia. Jalur ekspor pangan pun dibuka lewat selat Bosporus, Turkiye.

Amerika dan negara Uni Eropa memihak Ukraina, apakah ini tidak memperuncing keadaan?

Ada yang berpendapat ini soal proksi dari negara Barat, ini dilematis bagi Ukraina. Kalau tak dibantu bisa diambil-alih Rusia. Dari  sisi  Rusia mereka ingin melindungi warga yang berbahasa Rusia terutama di daerah Donetsk dan Luhans’k yang sejak 2014 merasa menderita. Bantuan senjata dari negara Barat memang memperkuat pasukan Ukraina, tapi di sisi lain memperpanjang perang. Ini yang menjadi dilematis, seperti menyiram bensin di tengah api. Yang kasihan itu warga sipil, mereka yang paling menderita akibat perang ini.

Selama ini Indonesia kurang memerhatikan negara Asia Pasifik, ke depan harus bagaimana?

Memang Indonesia kurang perhatian pada negara-negara di Pasifik. Arah kita lebih  banyak ke Asia. Padahal suara mereka di PBB itu ada. Karena saya satu negara itu kartunya satu suara juga di PBB. Kita berharap negara yang tadinya bersahabat dengan kita karena kita punya dengan penuh waktu itu tahun 2014. Sat saya baru saja menjadi Wakil Ketua DPR waktu itu ada kerjasama dengan Vanuatu, namun saat berganti rezim, mereka menjadi anti Indonesia.

Dulu  pernah sampai 6 Negara Pasifik, sekarang tinggal satu. Kita harus mendekati negara seperti Fiji,  Solomon Island, Kiribati, Nauru, Tuvalu, dll. Selama ini neraca perdagangan kita dengan negara-negara itu memang kecil, tapi itu harus dilihat sebagai satu potensi yang bisa dioptimalkan. Kemitraan parlemen Indonesia dan negara di Asia Fasifik harus dibina lagi.

Menurut Fadli Zon, kehadiran politisi Amerika di Taiwan justru memperkeruh keadaan, hubungan China dan Taiwan meningkat ekskalasinya. (Foto Savic Sabo, DI: Raga VOI)

Kalau kita lihat di kawasan Asia ada ketegangan di Korea, Taiwan dan Laut China Selatan, apa yang bisa dilakukan karena ini bisa meledak dan meluas ke berbagai kawasan?

Terkait dengan Asia ada forum APA dan IPA. Kita memang tidak menginginkan ketegangan di Laut China Selatan dan Taiwan meningkat. Tetapi kondisi ini sebagian dipicu oleh politisi Amerika Serikat yang over acting, ada Nancy Pelosi yang datang. Ini tak ada gunanya, hanya meningkatkan ekskalasi China-Taiwan.

Persoalan ini menurut saya adalah pucuk dari pertikaian antara Amerika Serikat dan China. Saat berkuasa Donald Trump terang-terangan mengatakan perang dagang dengan China. Dari sisi parlemen kita berusaha mengedepankan multilateralisme, bukan uniteralisme, karena itu bisa memicu perang. Di APA kita menekankan multilateralisme, saat itu ada juga delegasi China. Banyak sekali persoalan di dunia ini yang bisa menjadi pemicu perang Dunia Ketiga.

Kemelut Palestina dan Israel makin pelik, Israel membunuh warga Palestina di Kamp Jenin, apa yang bisa  diperbuat?

Harus ada campur tangan PBB untuk menengahi keadaan, resolusi yang pernah dibuat harus direalisasikan. Soal Palestina ini bukan hanya dihadapi oleh komunitas Muslim, tapi juga komunitas Kristen di sana. Ekstrimis Zionis yang ada di wilayah pendudukan makin ganas dan merajalela. Mereka ingin menguasai situs Islam dan Kristen. Komplek Masjid Aqsa sebagian sudah diakuisisi menjadi sinagog. Hubungan orang Islam dan Kristen di Palestina bagus, juga dari Yahudi Ortodok, yang jahat itu Zionis yang sedang berkuasa. Posisi Indonesia tidak boleh menormalisasi hubungan dengan Israel. Kita punya utang dengan Palaestina yang sudah mendukung Indonesia saat pertama kali merdeka.

Dalam konteks hubungan Amerika Serikat dan China yang memanas, bagaimana posisi Indonesia ke depan, apalagi menjelang pemilu 2024?

Kalau saya melihat politik luar negeri Indonesia ini hakekatnya adalah kepentingan nasional. Jadi Indonesia harus bisa memanfaatkan situasi ini untuk kepentingan nasional kita, baik dengan Amerika Serikat atau China. Dulu kita dianggap dekat dengan Amerika dan kita dapat banyak dukungan, bantuan dan investasi. Sekarang kita dianggap dekat dengan China, tapi apakah kita juga mendapatkan banyak dukungan, bantuan dan lain-lain?

Realitasnya sekarang bagaimana hubungan Indonesia dan China?

Kalau secara ekonomi banyak negara yang tergantung pada China saat ini, termasuk kita. Apa yang terjadi di China pasti akan berimplikasi kepada kita.  Pertumbuhan di China turun kita juga pasti akan turun. Jadi implikasinya itu kuat. Tetapi Amerika sekarang mulai lagi lirik Indo Pasifik.  Mereka tempo hari melamar sebagai observer di forum IPA, ini sudah lama nggak pernah terjadi. Tadinya Nancy Pelosi yang akan datang. Namun saat pemilu dia kalah. Akhirnya yang datang dari House of Representative dan senator mewakili Amerika Serikat.

Jadi begitu menariknya Asia Tenggara bagi Amerika saat ini?

Jadi menurut saya seharusnya kita mengambil benefit dari keadaan ini. Seperti dulu  Bung Hatta mengatakan kita harus mendayung di antara dua karang karena situasinya masih bipolar. Ada dua kutub antar kelompok Barat dan Timur, antara liberalisme kapitalisme. Kalau Amerika Serikat merasa punya kepentingan di wilayah Laut China Selatan, harusnya kita juga mendapat dukungan dari Amerika Serikat. Kita juga harus mendapat dukungan dari China. Dan China kapal-kapalnya masuk dan melakukan eksplorasi di wilayah zona ekonomi eksklusif kita.

Sekarang ini China itu praktiknya sudah seperti kapitalis juga, beda dengan China yang dulu? 

Dalam hal ini China secara formal ideologinya masih komunis, sama dengan Vietnam ideologinya masih seperti kemarin. Tapi sejak reformasi Deng Xiaoping China sudah berubah menjadi sosialisme ala China. Tapi bukan itu masalahnya. Dalam persaingan global itu ada yang ingin menjadi penguasa tunggal ada yang masih mau sharing. Sekarang ini yang bertarung itu China dan Amerika Serikat. Ini yang harus dimanfaatkan. Biasaya kekuatan ekonomi itu mudah berubah menjadi kekuatan politik, kekuatan militer dan kekuatan yang lain. Itu bisa dilihat kemajuan alutsista China yang luar biasa.

Peran kita di tengah percaturan yang demikian harus bagaimana?

Indonesia tetap bisa memainkan perannya. Karena Indonesia sebenarnya bisa menjadi negara yang dianggap oleh semua pihak. Tetapi kenyataannya kita sendiri mungkin yang kurang menganggap diri kita bisa. Jadi kita ini sebenarnya diharapkan berperan tetapi kita kurang mengambil peran itu. Kita sibuk dengan hal-hal yang tidak substansi.

Jadi ke depan menghadapi China di satu sisi dan Amerika di sisi lain Indonesia harus memanfaatkan keadaan ini?

Indonesia itu memang berada di posisi strategis, pangsa pasar kita juga besar sekarang sudah lebih dari 276 juta penduduk. Kita juga dianggap leader di kawasan Asia Tenggara. Lalu rainforest (hutan hujan) kita juga cukup banyak, tak kalah dengan yang ada di Kongo dan Amazon. Sumber daya alam kita banyak sekali. Kita itu besar dan strategis sekali. Inilah yang harus dioptimalkan. Apalagi banyak anak muda produktif di Indonesia, beda dengan negara maju seperti Jepang yang lebih banyak manula.

Pemerintah kita apakah sudah mengoptimalkan keadaan ini?

Saya melihat belum, potensi yang begitu besar itu belum optimal. Sudah ada upaya tapi belum optimal. Kalau kita lihatnya misalnya pada konflik Rusia-Ukraina atau Taliban. Ketika ada konflik di Taliban kita sebenarnya mempunyai political capital, kita pernah mengundang orang-orang Taliban ke sini. Namun  yang berperan kemudian adalah  Qatar. Karena mereka dekat dengan semua pihak dan terlibat. Harusnya Indonesia ini menjadi leader di negara-negara yang berpenduduk Islam dan mereka berharap Indonesia mencari solusi.

Harusnya pemimpin Indonesia ke depan mengerti ini pemetaan seperti ini?

Kalau menurut saya pemimpin yang akan datang harus punya visi internasional yang kuat. Dia harus mengetahui koordinat kita di mata dunia seperti apa. Karena itu akan membuat kita juga lebih mudah untuk mendapatkan investasi, dan mendapatkan berbagai macam benefit. Kalau kita berperan secara aktif, kita aka dihargai dan dihormati oleh dunia internasional. Tentu mereka juga punya kepercayaan kepada kita. Jadi kita jangan seperti katak di dalam tempurung.

Rumah Kreatif Fadli Zon, Upaya Menyelamatkan Warisan Budaya Bangsa

Fadli Zon terpanggil untuk menyelamatkan warisan budaya bangsa dengan menyimpannya di Rumah Kreatif Fadli Zon. (Foto Savic Sabo, DI: Raga VOI)

Beragam koleksi warisan budaya bangsa tersimpan rapi di Rumah Kreatif Fadli Zon (RKFZ). Si empunya tempat yang juga Ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR RI, Dr. H. Fadli Zon, SS., MSc., memang terpanggil untuk menyelamatkan warisan budaya bangsa agar bisa dinikmati oleh generasi selanjutnya.

Sekilas saat tiba di RKFZ tak berbeda dengan kebanyakan rumah yang ada di Perumahan Bumi Cimanggis Indah, Jl. Pekapuran, Curug, Cimanggis, Depok Jawa Barat. Namun saat sudah tiba di halamannya baru terlihat perbedaan yang signifikan, apalagi kalau sudah masuk ke dalam rumah. 

Yang membedakan rumah ini tentu koleksi yang dimilikinya. Mulai dari buku, komik, wayang kulit dan wayang golek, keramik, gerabah, arca kuno, patung kayu, kain batik tua, keris, piringan hitam, lukisan, botol lawas, perkakas rumah tangga antik, fosil binatang purba, dan benda-benda antik lainnya. Semua dikumpulkan tidak sehari dua hari, namun sudah bertahun-tahun oleh Fadli Zon.

“Koleksi wayang golek dan wayang kulit di sini total sekitar 5 ribuan dan sudah mampu membuat Rekor MURI. Ada yang ratusan tahun usianya dan ada yang puluhan tahun. Lalu ada koleksi piringan hitam sekitar 11.000-an, koleksi komik kami ada sekitar 40.000-an  komik Indonesia dari masa ke masa,” kata Fadli yang meminta para ahli untuk melihat keaslian barang yang akan dia koleksi.

Sebelum mendirikan RKFZ, Fadli lebih dulu mendirikan Fadli Zon Library (FZL) yang berlokasi di Bendungan Hilir Jakarat Pusat. “Selain perpustakaan yang menampung banyak buku ada juga koleksi peta kuno, lontar, piringan hitam dan lain-lain. Lama kelamaan perpustakaan saya tidak bisa menampung koleksi yang terus bertambah. Kemudian sebagian koleksi dipindahkan ke RKFZ,” ujarnya pria yang menyelesaikan pendidikannya di Program Studi Rusia, Fakultas Sastra, Universitas Indonesia (1997).

Untuk koleksi keris mendapat perhatian khusus dari Fadli. “Keris itu bisa dilihat dari dua sisi, esoteris dan eksoterik. Keris itu bagian dari refleksi dari keinginan kita. Keris dibuat dengan tujuan tertentu yang sarat dengan makna,” kata Fadli yang menugaskan karyawan khusus merawat keris koleksinya.

Katalogisasi dan Digitalisasi

Fadli Zon memanggil para ahli untuk melakukan kurasi dan katalogisasi atas warisan budaya yang dikoleksinya di RKFZ. (Foto Savic Sabo, DI: Raga VOI)

Fadli Zon mengumpulkan koleksinya ini karena terpanggil untuk menyelamatkan warisan budaya Indonesia untuk tujuan non-komersial, pendidikan dan disimenasi. Agar koleksinya tertata dan terjaga, ia melakukan katalogisasi dan selanjutannya melakukan digitalisasi atas koleksi seperti buku, koran lawas, manuskrip kuno, lontar dan komik yang dimilikinya.

“Jadi saya membuat katalog-katalog termasuk buku, wayang, keris  dan piringan  piringan hitam. Saya cita-citanya membuat ensiklopedia piringan hitam Indonesia dari awal, kalau tidak salah yang tercatat pertama itu lagu Indonesia 1904 yang masih berbentuk stambul,” kata Fadli yang mencari sendiri dan kadang kala ada yang datang untuk menawarkan koleksinya.

Fadli secara bertahap menyelesaikan program demi program untuk menyelamatkan koleksinya. “Jadi rencana berikutnya memang saya ingin melakukan digitalisasi. Tapi saya ingin menyelesaikan katalogisasi dulu,” kata Fadli yang melibatkan pustakawan dari Universitas Indonesia.

Fadli terbuka untuk siapa pun yang mau datang ke RKFZ, tapi bukan hanya melihat-lihat namun yang punya punya tujuan. “Kalau untuk lihat-lihat saja engga perlu, tapi kalau untuk riset, penelitian silahkan kami akan sambut dengan tangan terbuka,” kata pria berdarah Minang namun dibesarkan di Cisarua, Bogor ini. “Apalagi nanti kalau sudah digitalisasi akan lebih mudah lagi aksesnya,” tambahnya.

Idris Sardi

Sebagai bentuk apresiasi pada mastro biola Indonesia, Fadli Zon mengabadikan nama Idris Sardi menjadi salah satu ruangan di RKFZ. (Foto Savic Sabo, DI: Raga VOI)

Mendiang maestro biola Indoensia Idris Sardi punya hubungan khusus dengan Fadli. Sebelum pergi untuk selamanya, Idris pernah menggunakan FZL dan juga RKFZ sebagai tempat untuk mengajar biola pada murid-muridnya. Tak heran kalau di RKFZ ada ruangan besar atau aula yang diberi nama Idris Sardi.  

“Sebelum reformasi Idris Sardri menjadikan FZL sebagai tempat mengajar murid-muridnya. Saat saya membuat RKFZ saya juga memberikan tempat ini sebagai sarana bagi sang maestro untuk mengajar murid-muridnya. Makanya saya dedikasikan salah satu ruangan di sini dengan nama beliau,” kata Fadli yang tidak pernah menghitung sudah berapa banyak biaya yang ia habiskan untuk mengumpulkan koleksinya.

>

Saat ayah kandung aktor Lukman Sardi itu menghembuskan nafas yang terakhir, ia disemayamkan di RKFZ sebelum ia dimakamkan di Taman Pemakaman Umum Menteng Pulo, Jakarta Selatan pada 28 April 2014 silam. “Merupakan kehormatan juga bagi kami jenazah beliau di semayamkan di sini,” kata Fadli Zon yang dilahirkan di Jakarta, 1 Juni 1971.

"Indonesia tetap bisa memainkan perannya, karena Indonesia sebenarnya bisa menjadi negara yang dianggap oleh semua pihak. Tetapi kenyataannya kita sendiri mungkin yang kurang menganggap diri kita bisa. Jadi kita ini sebenarnya diharapkan berperan tetapi kita kurang mengambil peran itu. Kita sibuk dengan hal-hal yang tidak substansi,"

Fadli Zon