Pantas Jakarta Kembali Macet di Mana-mana, Indeks Kemacetannya Kini di Atas 50 Persen

JAKARTA - Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya Kombes Pol Latif Usman menyebut bahwa indeks kemacetan di Jakarta saat ini sudah mencapai lebih dari 50 persen pada 7.800 kilometer ruas jalan di Ibu Kota.

Hal ini disampaikan Latif dalam rapat kerja Komisi B DPRD DKI Jakarta bersama jajaran Dinas Perhubungan DKI Jakarta.

"Kita belum menghitung indeks kemacetan, tapi, perkiraan saya sejak akhir 2022 sudah di atas 50 persen. Ini menjadi perhatian kita bersama bagaimana situasi jakarta saat ini," kata Latif di Gedung DPRD DKI Jakarta, Selasa, 24 Januari.

Latif menyebut, kondisi kepadatan lalu lintas di Jakarta saat ini sudah mirip dengan yang terjadi pada 2019 lalu. Di mana, saat itu indeks kemacetannya mencapai 53 persen.

Berdasarkan hasil survei lembaga pemantau kemacetan asal Inggris, TomTom, Indonesia pun menempati peringkat 10 kota termacet di dunia pada tahun 2019.

"Tentunya kalau sudah di angka 50 persen sudah sangat mengkhawatirkan. Apalagi di angka 50 persen, di angka 40 persen, Jakarta itu sudah tidak aman," ujar dia.

Sampai pada kondisi pandemi COVID-19, indeks kemacetan Jakarta tahun 2020 turun ke angka 36 persen. Kemudian pada tahun 2021, angkanya kembali turun di angka 34 persen.

Latif berujar, pengurangan kepadatan lalu lintas di Ibu Kota terjadi karena pembatasan kegiatan masyarakat. Di mana, sejumlah kegiatan harus ditutup, pembelajaran sekolah dilakukan secara daring, dan banyak masyarakat bekerja dari rumah atau work from home (WFH).

Namun, saat akhir 2022, seiring dengan pemerintah melonggarkan pembatasan dan dilanjutkan pada pencabutan PPKM, kemacetan di banyak titik kembali terjadi.

"Aktivitas masyarakat setelah pertengahan 2022, mulai Juli kemarin kita sudah merasakan sendiri aktivitas hampir sama di 2019," urainya.

Sementara itu, jumlah pergerakan mobilitas di Ibu Kota sejak tahun 2022 sudah mencapai hampir 22 juta perjalanan. Latif menjelaskan, angka ini dihitung dari asumis 4 juta warga Jakarta yang keluar rumah ditambah 3,5 juta warga daerah penyangga masuk Jakarta.

"Hitungannya, rata-rata per orang bergerak 3 kali, berangkat, pulang, mungkin ada tambahan. Jadi rata-rata ada 7 juta yang begerak. Masing-masing orang bergerak minimal 3 kali yaitu berangkat kantor, pulang kantor, dan akitivitas melakukan yang lain di dalam pekerjaannya itu. Jadi, sekitar 7 juta kali 3 juta jadi lebih dari 21 juta pergerakan orang bergerak," imbuhnya.