JAKARTA - Pemprov DKI Jakarta pernah merencanakan adanya pengaturan jam kerja pada pegawai-pegawai perkantoran di Jakarta untuk mengurai kemacetan. Namun, sampai sekarang belum juga ada regulasi yang mengatur implementasi pengaturan jam kerja secara menyeluruh.
Padahal, sebelumnya Dinas Perhubungan DKI Jakarta juga sempat menggelar focus group discussion (FGD) lanjutan untuk menampung masukan dari sejumlah pihak terkait rencana pembagian jam masuk kantor tersebut.
Kepala Dishub DKI Jakarta Syafrin Liputo mengaku bahwa ternyata Pemprov DKI tak punya kewenangan untuk mengatur pembagian jam kerja pada perkantoran swasta.
Karenanya, diakui Syafrin, pemerintah hanya sebatas memberi imbauan bagi masing-masing perusahaan untuk membagi sendiri waktu kerja pegawainya yang masuk ke kanyor.
"Untuk jam kerja, tentu Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tidak memeliki kewenangan karena Jakarta itu tidak berdiri sendiri. Ada wilayah Jabodetabek. Sehingga, disepakati bahqa untuk pengaturan jam kerja diserahkan ke masing-masing entitas," kata Syafrin saat ditemui di gedung DPRD DKI Jakarta, Rabu, 25 Januari.
Namun, lanjut Syafrin, setidaknya Pemprov DKI sudah menerapkan pengaturan jam kerja pada instansi di lingkungan pemerintahannya.
"Pemprov sudah melakukan sekarang. Misalnya jam kerja untuk sekolah, Kadis Pendidikan sudah membuat surat bahwa masuk jam 7. Kemudian untuk Pemprov juga sudah mengatur," urainya.
Sementara itu, Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya Kombes Pol Latif Usman menyebut bahwa indeks kemacetan di Jakarta saat ini sudah mencapai lebih dari 50 persen pada 7.800 kilometer ruas jalan di Ibu Kota.
Hal ini disampaikan Latif dalam rapat kerja Komisi B DPRD DKI Jakarta bersama jajaran Dinas Perhubungan DKI Jakarta, Selasa, 24 Januari.
"Kita belum menghitung indeks kemacetan, tapi, perkiraan saya sejak akhir 2022 sudah di atas 50 persen. Ini menjadi perhatian kita bersama bagaimana situasi jakarta saat ini," kata Latif di Gedung DPRD DKI Jakarta.
Latif menyebut, kondisi kepadatan lalu lintas di Jakarta saat ini sudah mirip dengan yang terjadi pada 2019 lalu. Di mana, saat itu indeks kemacetannya mencapai 53 persen.
Berdasarkan hasil survei lembaga pemantau kemacetan asal Inggris, TomTom, Indonesia pun menempati peringkat 10 kota termacet di dunia pada tahun 2019.
"Tentunya kalau sudah di angka 50 persen sudah sangat mengkhawatirkan. Apalagi di angka 50 persen, di angka 40 persen, Jakarta itu sudah tidak aman," ujar dia.
Sampai pada kondisi pandemi COVID-19, indeks kemacetan Jakarta tahun 2020 turun ke angka 36 persen. Kemudian pada tahun 2021, angkanya kembali turun di angka 34 persen.
Latif berujar, pengurangan kepadatan lalu lintas di Ibu Kota terjadi karena pembatasan kegiatan masyarakat. Di mana, sejumlah kegiatan harus ditutup, pembelajaran sekolah dilakukan secara daring, dan banyak masyarakat bekerja dari rumah atau work from home (WFH).
Namun, saat akhir 2022, seiring dengan pemerintah melonggarkan pembatasan dan dilanjutkan pada pencabutan PPKM, kemacetan di banyak titik kembali terjadi.
"Aktivitas masyarakat setelah pertengahan 2022, mulai Juli kemarin kita sudah merasakan sendiri aktivitas hampir sama di 2019," urainya.