Bagikan:

JAKARTA - Rencana pengaturan jam kerja di Jakarta untuk mengurai kemacetan lalu lintas masih dibahas. Pengamat transportasi, Azas Tigor Nainggolan menemukan satu kendala yang mengganjal realisasi pengaturan tersebut.

Ternyata, pembagian jam kerja pada pegawai-pegawai perusahaan belum memiliki landasan hukum. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ) tidak mengatur soal upaya pengurangan kemacetan dengan penentuan jam kerja.

Hal ini diungkapkan Tigor usai focus group discussion (FGD) lanjutan tentang penerapan kebijakan pengaturan jam kerja dalam rangka perbaikan kinerja lalu lintas.

"Saya lihat UU Nomor 22 Tahun 2009 tidak ada dasar hukum pengaturan jam kerja. Yang ada adalah ganjil-genap dan jumlah penumpang. Makanya saya bilang itu rawan dan nanti bisa digugat," kata Tigor di gedung Dinas Teknis Jatibaru, Jakarta Pusat, Selasa, 1 November.

Menurut Tigor, rencana penerapan jam kerja ini tidak semulus kebijakan work from home (WFH) yang wajib dilaksanakan saat pandemi COVID-19. Sebab, saat pandemi, ada kondisi kedaruratan yang membuat pemerintah menerbitkan diskresi tertentu.

Dari kondisi ini, Tigor pun menilai bahwa pengaturan pergerakan manusia berupa penentuan jam kerja lebih sulit untuk diterapkan dibandingkan pengaturan pergerakan kendaraan.

Karenanya, Tigor menyarankan agar Pemprov DKI untuk memperbaiki kinerja lalu lintas di Jakarta dalam masalah kemacetan ini. Di antaranya dengan perbaikan integrasi layanan transportasi publik, realisasi penerapan jalan berbayar, hingga perbaikan manajemen parkir.

“Kalau mengatur pergerakan kendaraannya itu lebih rasional, kenapa bisa cepat dilakukan, sarananya sudah ada, legalitasnya sudah ada, fasilitas fisiknya sudah ada, angkutan umum. Tinggal integrasi saja kok, gampang," urai Tigor.

Sebagai informasi, wacana pengaturan jam kerja untuk DKI Jakarta sebelumnya diusulkan oleh Direktur Lalu Lintas Polda Metro Jaya, Kombes Latif Usman. Dia mengatakan pengaturan jam masuk kerja itu dilakukan sebagai upaya mengurangi kemacetan dengan mencegah masyarakat beraktivitas di waktu yang bersamaan.

Beberapa waktu lalu, Latif menuturkan, persentase kemacetan jalanan di Jakarta saat ini mencapai 48 persen pada jam berangkat dan pulang kerja sehingga hal itu menimbulkan kepadatan luar biasa dan tidak nyaman bagi seluruh pengguna jalan.