Kenaikan Biaya Naik Haji Jadi Rp69 Juta Dinilai Wajar, Hindarkan Calon Jemaah dari Skema Ponzi

JAKARTA - Direktur Sekolah Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Asep Saepudin Jahar menilai kenaikan biaya perjalanan ibadah haji atau Bipih wajar.

Menurutnya, kenaikan Bipih menjadi Rp69.193.733,60 rasional agar jemaah terhindar dari skema Ponzi.

"Usulan sangat rasional, tepat, dan menghindari skema Ponzi," kata Asep dalam keterangan tertulis, Minggu 22 Januari, disitat Antara.

Dia mengatakan berdasarkan data Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) 2010-2022 tampak nilai manfaat (NM) dana jamaah haji tidak mencerminkan nilai riil.

Sebagai contoh, dalam waktu empat tahun 2010-2014 (NM 2010 Rp4,45 juta; NM 2014 Rp19,24 juta), nilai manfaat Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) di atas 400 persen.

”Ini mustahil. Inilah yang menjadi kekhawatiran sehingga ada kecenderungan (peluang) skema Ponzi dalam penggunaan nilai manfaat dana haji,” tuturnya.

Dia mengatakan tidak ada alasan apa pun yang dapat membenarkan skema Ponzi karena ada unsur ketidakadilan dan berbahaya untuk jangka panjang.

Asep menegaskan, kenaikan Bipih menjadi penting sehingga biaya untuk berhaji didasarkan pada kebutuhan riil, subsidi pemerintah, dan terhindar dari penyalahgunaan keuangan.

Dia mengingatkan kasus yang menimpa calon jamaah umrah First Travel adalah akibat skema Ponzi, di mana perusahaan menawarkan harga murah dan mengatur keuangan dengan skema Ponzi.

”Perputaran uang secara sepihak yang tidak transparan sama halnya dengan menginvestasikan uang tanpa persetujuan dari pendaftar,” kata Asep.

Dia menyarankan Kementerian Agama dalam hal ini diwakili Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah melakukan berbagai pangawasan komprehensif untuk menghindari kasus penggelapan dana jamaah haji.

Masa tunggu haji yang lama, kata dia, jangan lantas dijadikan alasan bagi para oknum untuk menangguk keuntungan dari dana haji yang mengendap sembari menunggu pelunasan.

”Bagi perusahaan travel yang kedapatan melakukan itu, maka harus ditindak tegas,” ujarnya.

Faktor lainnya, menurut Asep, adalah "istithoah" dan keadilan di mana dana haji yang relatif kurang rasional menjadikan penumpukan para calon jamaah hingga puluhan tahun.

Menurutnya, jika hal ini tidak dibenahi akan berakibat pada spekulasi dana pada satu sisi dan masa tunggu yang tidak rasional sehingga langkah Kemenag untuk menaikkan ongkos Bipih dengan landasan rasionalisasi ini perlu diapresiasi.