KPK: Lukas Enembe Tidak Kooperatif

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengatakan penangkapan Gubernur Papua Lukas Enembe dilakukan karena dia tak kooperatif. Tersangka dugaan suap dan gratifikasi itu ditangkap saat dia datang ke sebuah rumah makan di Kota Jayapura pada Selasa, 10 Januari.

"Dari pengamatan dan penilaian KPK, tersangka LE tidak kooperatif," kata Ketua KPK Firli Bahuri dalam konferensi pers di RSPAD Gatot Soebroto, Jakarta Pusat, Rabu, 11 Januari.

Firli memastikan tak ada maksud apa pun dari upaya penangkapan paksa. "Tindakan ini dalam rangka mempercepat proses penyidikan," tegasnya.

Setelah dibawa ke Jakarta, Lukas tidak langsung dibawa ke gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan. Dia lebih dulu dibawa ke RSPAD Gatot Soebroto untuk kemudian diperiksa oleh tim dokter.

Pemeriksaan yang dilakukan terdiri fisik tanda vital, laboratorium, dan jantung. Hasilnya, Lukas tidak bisa langsung ditahan di Rutan KPK tapi harus dibantarkan.

"Bahwa karena kondisi kesehatan tersangka maka dilakukan pembantaran untuk perawatan sementara di RSPAD Gatot Soebroto sejak hari ini sampai dengan kondisi membaik sesuai dengan pertimbangan tim dokter," ujarnya.

Lukas Enembe sudah diumumkan sebagai tersangka oleh KPK secara resmi pada Kamis, 5 Januari. Pengumuman disampaikan bersamaan penetapan dan penahanan Direktur PT Tabi Bangun Papua Rijantono Lakka.

Dalam kasus ini, Rijantono diduga bisa mendapatkan proyek karena kongkalikong dengan beberapa pejabat dan Lukas Enembe sebelum lelang proyek dimulai. Komunikasi diyakini dibarengi pemberian suap.

Kesepakatan dalam kongkalikong Rijantono, Lukas dan pejabat di Papua lainnya yakni pemberian fee 14 persen dari nilai kontrak. Fee harus bersih dari pengurangan pajak.

Setidaknya, ada tiga proyek yang didapatkan Rijantono atas pemufakatan jahat itu. Pertama yakni peningkatan Jalan Entrop-Hamadi dengan nilai proyek Rp14,8 miliar.

Lalu, rehabilitasi sarana dan prasarana penunjang PAUD Integrasi dengan nilai proyek Rp13,3 miliar. Terakhir, proyek penataan lingkungan venue menembang outdoor AURI dengan nilai proyek Rp12,9 miliar.

Setelah proyek itu benar dimenangkan, Rijantono menyerahkan uang sebesar Rp1 miliar kepada Lukas. Selain itu, Lukas juga diduga menerima gratifikasi hingga miliaran rupiah.