Putri Candrawathi Tak Divisum, Hakim Sindir Ferdy Sambo: Pernah Jadi Wadirkrimum, Artinya Pengalaman Reskrim Sudah Mumpuni

JAKARTA - Hakim Ketua Wahyu Iman Santoso bertanya kenapa Putri Candrawathi tak menjalani visum meski mengaku menjadi korban pelecehan seksual oleh Yosua alias Brigadir J. Sang suami, Ferdy Sambo juga mengaku belakangan menyesal tak menyuruh Putri melakukan visum.

Momen itu bermula saat hakim mengungkit mengenai berbagai jabatan yang pernah diemban Sambo ketika masih bertugas di Polri.

"Saudara dalam karir saudara sebagai polisi beberapa kali menduduki jabatan di Reskrim. Bahkan, pernah menjadi Wadirkrimum di Polda Metro Jaya, artinya pengalaman saudara sebagai anggota Reskrimum sudah mumpuni?" tanya hakim dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, 9 Januari.

"Betul Yang Mulia," jawab Sambo.

Lalu, Hakim Wahyu mulai mencecar mengenai alasan Ferdy Sambo tidak menyarankan Putri menjalani visum. Tentunya, untuk membuktikan adanya pelecehan.

"Saat saudara mendapatkan laporan atau cerita istri saudara tentang tadi disampaikan pelecehan lebih parah dari pelecehan itu sendiri. Apakah saudara tidak bertanya atau paling tidak menyarankan, 'Ayo kita visum terlebih dahulu' atau paling tidak saudara selaku suami, 'Ayo kita ke dokter dulu' untuk memeriksa barang kali ada sangkutannya mohon maaf, ada PMS dan lain-lain, kenapa saudara tidak lakukan itu?" cecar Hakim Wahyu.

Namun, Ferdy Sambo tak menjawab pertanyaan itu. Ia hanya mengaku menyesalinya dan meminta maaf.

"Itu lah yang saya sesali Yang Mulia, saya tidak berpikir pada saat itu setelah mendengar pukulan berat yang diderita oleh istri saya Yang Mulia saya minta maaf harus menjadi panjang seperti ini Yang Mulia," ungkap Ferdy Sambo.

Ferdy Sambo disebut merencanakan pembunuhan Brigadir J saat berada di lantai tiga rumah Saguling, Duren Tiga, Jakarta Selatan.

Saat itu, ia meminta Ricky Rizal untuk menembak. Tetapi, permintaan itu ditolak. Sehingga, Ferdy Sambo beralih kepada Bharada Richarad Eliezer. Permintaan untuk menembak itupun diamini.

Penembakan Brigadir J dilakukan di ruang tengah rumah dinas Komplek Polri, Duren Tiga, Jakarta Selatan, pada 8 Juli.

Alasan di balik perencanaan penembakan itu karena mendengan cerita tentang aksi pelecehan yang dilakukan Brigadir J kepada istrinya, Putri Candrawathi.

Dengan rangkaian peristiwa dan peran di baliknya, Ferdy Sambo didakwa melanggar Pasal 340 KUHP subsider 338 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke (1). Sehingga, terancam pidana maksimal hukuman mati, penjara seumur hidup atau selama-lamanya 20 tahun.