Apa Itu Politik Uang? Ketahui Pengertian, Jenis dan Sanksi Pidana yang Menanti Pelaku Money Politics
YOGYAKARTA – Politik uang adalah istilah yang digunakan untuk menyebut korupsi politik, klientelisme, hingga pembelian suara.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) sendiri telah meminta Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) untuk mengawasi serta menindak politik uang yang kerap terjadi saat Pemilihan Umum (Pemilu).
"Mengatasi politik uang. Ini hati-hati. Ini banyak kejadian mengenai ini dan politik uang itu sudah menjadi penyakit setiap pemilu, pasti ada," kata Jokowi dalam acara Konsolidasi Bawaslu, Sabtu, 17 Desember, melansir VOI.
Jokowi menyebut dirinya tahu politik uang ini masih terjadi. Apalagi, dia sudah ikut pemilihan umum dari kepala daerah hingga presiden.
"Kalau ada yang bilang, 'enggak ada, pak. sudah enggak ada'. Saya tiap hari di lapangan," kata Jokowi
"Saya pernah ikut Pilkada, Pilwalkot dua kali. Pernah ikut Pilgub dua kali karena dua ronde, Pilpres dua kali. Jadi kalau ada yang membantah tidak ada (politik uang, red) saya sampaikan apa adanya, ada," kata dia lagi,
Jokowi mengingatkan Bawaslu harus pasang mata dengan praktik politik uang ini. Jangan sampai, hanya sedikit yang kena sanksi padahal pelakunya banyak.
Apa Itu Politik Uang?
Dikutip dari laman Bawaslu Jateng, Selasa, 20 Desember 2022, politik uang (money politics) adalah upaya suap-menyuap pemilih dengan memberikan uang atau jasa supaya preferensi suara pemilih dapat diberikan kepada penyuap.
Menurut Indra Ismawan dalam Money Politics: Pengaruh Uang dalam Pemilu, politik uang adalah upaya mempengaruhi perilaku orang lain dengan menggunakan imbalan tertentu.
Politik uang juga diartikan sebagai tindakan jual beli suara pada proses politik dan kekuasaan. Tindakan ini bisa terjadi dalam jangkauan yang lebar, mulai dari Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) hingga Pemilihan Presiden (Pilpres).
Sementara menurut Juliansyah (2007), politik uang merupakan sebuah upaya untuk memengaruhi orang lain dengan menggunakan imbalan materi atau dapat juga diartikan jual beli suara pada proses politik dan kekuasaan dan tindakan membagi-bagikan uang baik milik pribadi atau partai untuk memengaruhi suara pemilih.
Baca juga:
- Bicara Efek, BRIN Tegaskan Kampanye Pemilu 2024 ke Lapangan Tak Bisa Dikalahkan Saluran Digital
- KPK Miris Lihat Kelakuan Hakim MA yang Terlibat Dugaan Suap Pengurusan Perkara
- Usai Lantik Triwarno Jadi Pj Bupati Jayapura, Mendagri Tito: Tekan Angka Korupsi, Kami Ingin Lihat Papua Ada Perubahan
- Begini Cara Pemprov DKI Antisipasi Inflasi Jelang Natal 2022 dan Tahun Baru 2023
Jenis Politik Uang
Menurut Ketua Bawaslu RI, Rahmat Bagja, politik uang dalam pemilu memiliki banyak jenis, tidak hanya soal jual beli suara.
Bagja mengatakan, ada hal-hal yang bisa diklasifikasikan sebagai politik uang namun tindak pidananya berbeda. Misalnya, pemanfaatan fasilitas negara untuk keuntungan pribadi bagi calon kepala daerah atau calon anggota legislatif dalam kaita pemilu, disadur dari laman resmi Bawaslu RI.
"Menurut saya itu masih bisa dikategorikan politik uang, tetapi tindak pidananya berbeda," tutur Bagja
Dia menambahkan, hal-hal lain yang bisa dikategorikan sebagai politik uang yakni pemberian fasilitas jalan raya, serta pemberian fasilitas jembatan yang menggunakan anggaran negara untuk kepentingan pribadi.
Ancaman Pidana yang Menanti Pelaku Politik Uang
Terdapat beberapa pasal yang mengatur tentang sanksi pidana bagi pelaku politik uang.
Dalam Pasal 515 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum, disebutkan:
“Setiap orang yang dengan sengaja pada saat pemungutan suara menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada pemilih supaya tidak menggunakan hak pilihnya atau memilih peserta pemilu tertentu atau menggunakan hak pilihnya dengan cara tertentu sehingga surat suaranya tidak sah, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 tahun dan denda paling banyak 36 juta “.
Selanjutnya dalam Pasal 523 (1) menyatakan:
“Setiap pelaksana, peserta, dan/ atau tim kampanye pemilu yang dengan sengaja menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada peserta kampanye pemilu secara langsung ataupun tidak langsung sebagaimana dimaksud dlm pasal 280 ayat (1) huruf j dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp.24.000.000 (dua puluh empat juta rupiah)”.
Ayat (2) berbunyi:
“Setiap pelaksana, peserta dan/ atau tim kampanye pemilu yang dengan sengaja pada masa tenang menjanjikan atau memberikan imbalan uang atau materi lainnya kepada pemilih secara langsung maupun tidak langsung sebagaimana dimaksud dalam pasal 278 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan denda paling banyak Rp.48.000.000 (empat puluh delapan juta rupiah)”.
Terakhir, Pasal 523 Ayat (3) UU tersebut dikatakan:
“Setiap orang yang dengan sengaja pada hari pemungutan suara menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada pemilih untuk tidak menggunakan hak pilihnya, atau memilih peserta pemilu tertentu dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp. 36.000.000 (tiga puluh enam juta rupiah)”.
Demikian informasi seputar apa itu politik uang. Semoga bermanfaat!