Ki Hajar Dewantara Mendapat Gelar Doktor Honoris Causa dari UGM dalam Sejarah Hari Ini, 19 Desember 1956

JAKARTA – Sejarah hari ini, 66 tahun yang lalu, 19 Desember 1956, Ki Hajar Dewantara menerima gelar Doktor Honoris Causa bidang ilmu kebudayaan dari Universtas Gadjah Mada (UGM). Pria yang mulanya dikenal sebagai Soewardi Soerjaningrat dianggap memiliki jasa yang besar bagi Indonesia. Utamanya di bidang pendidikan.

Sebelumnya, Soewardi dikenal sebagai pejuang kemerdekaan yang radikal. Tindak-tanduknya kerap memancing perhatian Belanda. Ia bahkan pernah merasakan penjara dan pengasingan.

Soewardi Soerjaningrat kerap melihat belenggu penjajahan – Belanda dan Jepang—adalah petaka bagi kaum bumiputra. Penjajah memeras kaum bumiputra bak sapi perah. Ia pun mengumandangkan perlawanan ketika aktif sebagai mahasiswa Sekolah Pendidikan Dokter Bumiputra (STOVIA). Sekalipun ia tak lulus.

Saban hari ia kerap membakar semangat rakyat dengan retorika dan tulisannya yang berapi-api. Semangat perlawanan terhadap Belanda itu pula yang mempertemukan Soewardi dengan dua orang sahabat: Tjipto Mangoenkoesoemo dan Ernest Douwes Dekker. Ketiganya kemudian dikenang sebagai Tiga Serangkai. Apalagi ketika mereka mendirikan Indische Partij (Partai Hindia) pada 1912.

Keterlibatan Soewardi nyatanya membuat amarah Belanda memuncak. Ia di penjara lalu diasingkan bersama-sama kedua rekannya ke Belanda. Perlahan-lahan, Negeri Kincir Angin nyatanya mampu mengubah arah perlawanan Soewardi. Dari jalur politik ke pendidikan.

Perubahan itu dikarenakan Soewardi mulai menyadari pentingnya pendidikan sebagai alat perlawanan. Baginya, pendidikan adalah syarat mutlak kemerdekaan. Karenanya, kala ia pulang dari Belanda dengan mendirikan Taman Siswa pada 1922. Sebuah organisasi pendidikan alternatif.

. Potret Ki Hajar Dewantara. (Wikimedia Commons)

Berdirinya Taman Siswa tak lain supaya kaum bumiputra dapat mengakses pendidikan. Sebab, pendidikan bagi kaum bumiputra pernah jadi barang langka di Hindia-Belanda (kini: Indonesia). Ia kemudian mengubah namanya menjadi Ki Hajar Dewantara.

“Soewardi adalah seorang politikus. Dia telah jauh berpikir untuk mendidik bukan hanya segolongan anak-anak saja, melainkan seluruh angkatan muda, dalam jiwa kebangsaan Indonesia. Pendidikan merupakan dasar perjuangan untuk meninggikan derajat rakyat. Soewardi mengingat cara pemerintah Belanda dalam mengatur pengajaran di wilayah Hindia.”

“Begitu nyata perbedaan yang diberikan kepada orang-orang sebangsa, baik kesempatan yang diatur secara rapi, maupun mutu pelajarannya. Untuk golongan bumiputra, hal tersebut tampak sama: mengecewakan. Statistik jumlah anak-anak bumiputra yang bersekolah dengan yang buta huruf membuktikan buruknya politik pengajaran dari pemerintah Hindia-Belanda,” ungkap Irna H.N. Hadi Soewito dalam buku Soewardi Soerjaningrat dalam Pengasingan (2019).

Kiprah dan sumbangsihnya Ki Hajar Dewantara dalam dunia pendidikan dikenang di seantero negeri. UGM pun mengapresiasi jalan panjang Ki Hajar Dewantara memajukan pendidikan dengan memberikan gelar kehormatan Honoris Causa bidang ilmu kebudayaan kepadanya.

Penghargaan itu diberikan UGM di Siti Hinggil, Keraton Yogyakarta pada 19 Desember 1956. Ki Hajar Dewantara senang bukan main. Apalagi pada hari itu Presiden Soekarno menjadi salah satu saksi Ki Hajar Dewantara mendapatkan gelar kehormatan.

“Perkenankanlah saya membuka kata sambutan kami ini dengan ucapan terima kasih yang seiklas-iklasnya kepada Dewan Senat Universitas, yang dalam sidangnya tanggal 7 November 1956 telah memutuskan akan pemberian gelar Doktor Honoris Causa kepada kami.”

“Ucapan terima kasih itu saya tunjukkan kepada saudara Prof.Dr. Sardjito yang selaku Presiden Universitas (rektor) telah berhasil mengumpulkan berbagai unsur yang dianggap cukup penting, untuk diapkai sebagai dasar atau alasan guna mempertanggung jawabkan senat tersebut,” ucap Ki Hajar Dewantara dalam pidatonya.