Tepatkah Pasal 160 dan 216 KUHP Jadi Penjerat Rizieq di Tahanan?

JAKARTA - Pentolan Front Pembela Islam (FPI) Muhammad Rizieq Shihab keluar dari Gedung Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Metro Jaya pada Minggu, 13 Desember dini hari.

"Ahlan wa sahlan. Allahuakbar. Perjuangan jalan terus. Setop diskriminasi hukum," kata Rizieq sebelum masuk mobil tahanan.

Rizieq dibawa ke rumah tahanan yang letaknya tak jauh dari tempatnya diperiksa. Ia langsung masuk rutan tanpa menjelaskan kembali diskriminasi hukum yang dimaksudnya. Rizieq akan menjalani masa tahanan selama 20 hari terhitung sejak 12 Desember hingga 31 Desember.

Dalam kasus ini, Polda Metro Jaya telah menetapkan Rizieq sebagai tersangka dugaan pelanggaran protokol kesehatan. Rizieq menjadi tersangka karena pernyataan mengajak untuk menghadiri acara Maulid Nabi yang berujung kerumunan di Petamburan. Lalu, ia dianggap menghalang-halangi petugas dengan tidak menghadiri pemeriksaan saat berstatus saksi.

Dia dijerat Pasal 160 dan 216 KUHP. Pasal 160 menyebutkan, barang siapa di muka umum dengan lisan atau tulisan menghasut supaya melakukan perbuatan pidana, melakukan kekerasan terhadap penguasa umum atau tidak menuruti baik ketentuan undang-undang maupun perintah jabatan yang diberikan berdasar ketentuan undang-undang, diancam dengan pidana penjara paling lama enam tahun atau pidana denda paling banyak Rp4.500. 

Lalu, Pasal 216 disebutkan bahwa barang siapa dengan sengaja tidak menuruti perintah atau permintaan yang dilakukan menurut undang-undang oleh pejabat yang tugasnya mengawasi sesuatu, atau oleh pejabat berdasarkan tugasnya, demikian pula yang diberi kuasa untuk mengusut atau memeriksa tindak pidana; demikian pula barang siapa dengan sengaja mencegah, menghalang-halangi atau menggagalkan tindakan guna menjalankan ketentuan undang-undang yang dilakukan oleh salah seorang pejabat tersebut, diancam dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu atau pidana denda paling banyak Rp9.000.

Melihat pengenaan dua pasal tersebut, pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar menyebut, dua pasal yang dijatuhkan kepada Rizieq tidaklah tepat. 

Sebab, kata dia, saat ini DKI Jakarta, sebagai lokasi kerumunan yang dihadiri Rizieq, tengah menerapkan status pembatasan sosial berskala besar (PSBB), bukan karantina wilayah yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 Tentang Kekarantinaan Kesehatan.

Menurut Fickar, sanksi yang bisa dikenakan terhadap pelanggar PSBB mesti termaktub dalam peraturan di tiap daerah, seperti peraturan daerah dan peraturan gubernur. Saat ini, sanksi yang bisa dikenakan bagi pelanggar di DKI adalah sanksi denda.

"Pelanggaran PSBB itu diatur okeh peraturan di daerah masing masing, apakah itu pergub, perbup atau perwalikot, atau perda dan ancaman hukumannya denda. Indonesia tidak menerapkan karantina wilayah, melainkan PSBB yang sanksinya diatur daerah," ungkap Fickar.

Lalu, penerapan pasal 216 KUHP menurut Fickar juga tidak tepat. Kata dia, Rizieq masih punya kesempatan untuk mangkir dalam proses pemeriksaan satu kali lagi sebelum nantinya dijemput paksa.

"Pasal 216 KUHP itu kan konteksnya menghalang-halangi tugas aparat. Rizieq itu dipanggil 2 kali tidak datang. Seharusnya, berdasar KUHP itu sampai panggilan 3 kali baru dipaksa datang, bukan menerapkan pasal 216 KUHP. Itu tidak sesuai konteks dan tidak memenuhi unsur," imbuhnya.