Junta Myanmar Sebut Tidak Ada Negosiasi di Balik Pembebasan Ribuan Tahanan, Aktivis Bilang Trik Lama

JAKARTA - Junta militer Myanmar mengatakan tidak ada tawar-menawar di balik pembebasan ribuan tahanan, sementara kelompok aktivis menyebut trik lama karena tekanan internasional, mengharapkan pembebasan seluruh tahanan politik.

Rezim militer Myanmar membebaskan sekitar 6.000 tahanan dari penjara di bawah amnesti, menurut media Myanmar Hari Kamis

Di antara mereka yang dibebaskan oleh rezim militer adalah ekonom Australia Sean Turnell, yang juga mantan penasihat pemimpin Myanmar Aung San Suu Kyi. Irrawaddy News dan BBC Burma melaporkan Vicky Bowman, mantan utusan Inggris dan Toru Kubota, pembuat film Jepang, juga termasuk di antara mereka yang dibebaskan junta. Turut dibebaskan warga AS Kyaw Htay Oo.

Militer yang berkuasa di Myanmar tidak terlibat dalam tawar-menawar politik dengan negara lain, sebelum membebaskan empat tahanan asing di antara hampir 6.000 orang dalam amnesti minggu ini, kata juru bicara junta Zaw Min Tun dalam pengarahan reguler Hari Jumat, Melansir Reuters 18 November.

Pemimpin rezim militer Myanmar Jenderal Min Aung Hlaing. (Wikimedia Commons/Vadim Savitsky)

Selain orang asing, mereka yang termasuk dibebaskan di antaranya seorang menteri dari Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) yang digulingkan negara itu, juru bicara partai, mantan pemimpin mahasiswa dan seorang biksu Buddha aktivis anti-rezim, melansir The Irrawaddy.

Ko Mya Aye, salah satu pemimpin kelompok Mahasiswa Generasi '88, dibebaskan dari Penjara Insein Yangon bersama dengan juru bicara NLD Dr. Myo Nyunt. Keduanya ditangkap oleh rezim pada hari pertama kudeta pada 1 Februari tahun lalu.

Penulis Maung Tha Cho, yang dikenal karena karya satirnya yang mengkritik militer Myanmar sebelum kudeta, dan Shwe Nyawa Sayadaw, seorang biksu Buddha anti-rezim, juga termasuk yang dibebaskan.

Media pemerintah rezim mengatakan, amnesti massal yang diumumkan pada Hari Kamis adalah untuk menandai Hari Nasional negara itu.

Terpisah, Asosiasi Bantuan Tahanan Politik-Burma (AAPP), sebuah kelompok advokasi lokal untuk hak-hak tahanan, mengatakan kepada The Irrawaddy, mereka telah mencatat pembebasan 52 tahanan politik dari penjara rezim di wilayah Yangon, Bago dan Mandalay pada Kamis sore.

Ilustrasi warga Myanmar saat menantikan pembebasan tahanan di penjara Yangon. (Twitter/@Bago's Spring Revolution)

AAPP mengatakan rezim telah menangkap 16.232 orang sejak pengambilalihan dan 13.015 ditahan hingga Hari Rabu. Rezim telah membunuh lebih dari 2.400 orang sejak pengambilalihan.

Juru bicara NLD yang baru dibebaskan, Dr. Myo Nyunt, berteriak dari jendela bus kepada massa yang berkumpul: "Pelepasan ini baik untuk saya, tetapi saya masih menginginkan sesuatu yang baik untuk negara."

Sementara, Ko Mya Aye, ketua kelompok Mahasiswa Generasi ’88, mengatakan "Saya akan bersama rakyat Myanmar."

Sekretaris Bersama AAPP Ko Bo Kyi mengatakan, amnesti rezim adalah trik lama yang digunakan oleh junta berturut-turut setiap kali mereka menghadapi tekanan internasional.

Saat ini rezim berada di bawah tekanan tidak hanya dari negara-negara demokrasi Barat, tetapi juga dari kelompok-kelompok regional seperti Perhimpunan Bangsa Bangsa Asia Tenggara (ASEAN), di mana Myanmar menjadi salah satu anggotanya.

Sekretaris bersama mengatakan dia tidak senang dengan amnesti, menunjukkan bahwa itu tidak akan membuat perbedaan bagi Myanmar, karena ada banyak tahanan politik lainnya yang tersisa di dalam penjara, sementara para pembangkang politik terus ditangkap.

Dia menekankan, masyarakat internasional harus menyadari bahwa amnesti Hari Kamis tidak cukup.

"Rezim harus membebaskan semua (tahanan politik) tanpa syarat, termasuk Presiden U Win Myint dan Aung San Suu Kyi. Untuk mewujudkannya, dunia harus terus menekan junta," tandasnya.