39,3 Persen dari PDB, Utang Pemerintah Kembali Naik Jadi Rp7.420 Triliun di Akhir September 2022
JAKARTA – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) melaporkan bahwa sampai dengan akhir September 2022 posisi utang pemerintah berada di angka Rp7.420,4 triliun atau setara dengan 39,3 persen dari produk domestik bruto (PDB).
Angka ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan bukuan Agustus lalu yang sebesar Rp7.236,6 triliun dengan rasio terhadap PDB 38,3 persen.
“Terdapat peningkatan dalam jumlah nominal dan rasio utang pada akhir September 2022 jika dibandingkan dengan bulan lalu,” demikian risalah APBN Kita edisi Oktober 2022 yang disiarkan melalui laman resmi, Selasa, 25 Oktober.
Walau terjadi kenaikan, Kemenkeu memastikan tingkat perubahan ini masih dalam batas aman, wajar serta terkendali diiringi dengan diversifikasi portofolio yang optimal.
Institusi pimpinan Menteri Sri Mulyani itu menilai alasan rasio utang masih berada pada batas aman karena masih jauh di bawah batas maksimal yang ditentukan dalam undang-undang yang mencapai 60 persen dari PDB.
“Sebagaimana kita ketahui bersama, peningkatan jumlah utang tidak lepas dari kebutuhan pembiayaan meningkat cukup pesat sebagai dampak dari kebutuhan belanja APBN selama pandemi mulai 2020,” ungkap laporan Kemenkeu.
Baca juga:
Disebutkan bahwa pelebaran defisit merupakan kebijakan yang diambil oleh hampir semua negara agar ekonomi tetap terjaga.
“Akibat pandemi, ekonomi tidak bergerak karena adanya kebijakan PPKM di Indonesia dan lockdown di sebagian negara sehingga untuk membiayai kegiatan termasuk untuk perlindungan sosial sehingga pembiayaan menjadi tulang punggung akibat penerimaan negara tidak mencapai target. Hal tersebut berdampak pada kenaikan rasio utang terhadap PDB,” kata Kementerian Keuangan.
Secara terperinci, berdasarkan jenisnya utang pemerintah didominasi oleh instrumen Surat Berharga Negara (SBN) yang mencapai 89 persen. Sementara berdasarkan mata uang, utang pemerintah paling banyak ada di mata uang domestik (rupiah), yaitu 70,8 persen.
Adapun, kepemilikan SBN saat ini didominasi oleh perbankan dan diikuti Bank Indonesia (BI). Sedangkan kepemilikan investor asing terus menurun sejak 2019 yang mencapai 38,57 persen, hingga akhir 2021 tercatat 19,05 persen, dan per 18 Oktober 2022 mencapai 14,09 persen.