MAKI Duga Ada Perusahaan Swasta Ambil Keuntungan dari BUMN di Kasus Bansos COVID-19
JAKARTA - Masyarakat Antikorupsi Indonesia (MAKI) mendapat informasi ada perusahaan swasta yang mengambil keuntungan dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN) terkait pengadaan bantuan sosial (bansos) di Kementerian Sosial.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diminta mengusut ini saat mengembangkan kasus yang menjerat mantan Menteri Sosial Juliari Peter Batubara.
"Saya agak mendalami kasus itu. Diduga yang seakan-akan mendapatkan penunjukkan itu kan atau memenangkan proyek ini yang ditunjuk, atau diperintah ini adalah BUMN, PT X (bukan nama sebenarnya, red) tapi kenyataannya dalam pelaksanaannya adalah yang melaksanakan adalah perusahaan swasta ini," kata Boyamin kepada wartawan, Senin, 24 Oktober.
Boyamin tak mau memerinci perusahaan swasta atau BUMN yang dimaksudnya. Namun, dia meyakini tindakan tersebut membuat negara merugi.
Apalagi, BUMN harusnya mendapat keuntungan jika memenangkan tender pengadaan. Swasta, sambung Boyamin, tak boleh sembarangan menerima jatah yang harus diperoleh jika tak ada kesepakatan di awal.
"Keuntungan itu malah diambil paling besar oleh perusahaan swasta ini. Jadi, seakan-akan ini ada dugaan ada makelar proyek jadinya," tegasnya.
MAKI meyakini KPK tak akan sulit mencari bukti dugaan ini. Pendalaman harus segera dilakukan, kata Boyamin.
"Jadi ini yang perlu sangat didalami, karena menurut saya lebih mudah ini harusnya, karena dugaan mark up-nya ada. Buktinya keuntungannya sangat besar dan dinikmati yang swasta, bukan yang ditunjuk pemenangnya yang BUMN," tegasnya.
Diberitakan sebelumnya, KPK memastikan akan terus mengembangkan kasus korupsi pengadaan bansos COVID-19 yang menjerat Juliari. Hanya saja, mereka butuh waktu dalam pelaksanaannya.
"Butuh waktu untuk menentukan langkah hukum berikutnya dari hasil penyelidikan yang dimaksud," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri kepada wartawan, Senin, 5 September.
Ali tak memerinci apa saja yang sudah didapat KPK dari proses penyelidikan itu. Penyebabnya, kegiatan ini memang dilakukan secara tertutup.
Namun, dia memastikan pencarian barang bukti yang menguatkan adanya kerugian negara dari proses pengadaan bansos COVID-19 itu terus dilakukan.
"Sejauh ini masih dilakukan proses penyelidikan," tegas Ali.
Baca juga:
- Lagi, Tokoh Adat Papua Desak Fungsi Lukas Enembe Sebagai Gubernur Dinonaktifkan
- Kasus Polisi Tulis Polres Luwu Sarang Pungli dan Korupsi, Propam Polda Sulsel: Tidak Terbukti, Semua Sesuai Aturan
- Polisi Selidiki Dugaan Celurit Ditemukan di Bagasi Jok Motor Penusuk Driver Ojol di Tanah Abang
- Pangdam Sriwijaya II: Prajurit TNI dan Istri Tak Boleh Komen Soal Pemilu 2024 di Medsos
Sementara itu, Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Karyoto beberapa waktu lalu mengatakan pihaknya masih menunggu hasil audit dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Langkah ini penting untuk mengetahui kerugian negara yang ditimbulkan dari praktik rasuah tersebut.
Sebagai pengingat, kasus suap bantuan sosial ini berawal setelah KPK melakukan operasi tangkap tangan (OTT) di Kementerian Sosial (Kemensos). Selanjutnya, dari operasi tersebut mantan Menteri Sosial Juliari Batubara ditetapkan sebagai tersangka.
Dalam kasus ini, Juliari divonis 12 tahun penjara karena terbukti melakukan penerimaan suap terkait pengadaan bansos COVID-19 di wilayah Jabodetabek pada 2020 hingga Rp14,7 miliar.
Selain Juliari, dua mantan anak buah Juliari yaitu mantan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Kemensos yaitu Adi Wahyono dan Matheus Joko Santoso juga terjerat dalam kasus ini. Adi dinyatakan bersalah dan dihukum 7 tahun penjara sementara Matheus dijatuhi hukuman pidana 9 tahun penjara.