Bagikan:

JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengakui mendapatkan informasi mengenai dana bantuan sosial untuk pemulihan ekonomi akibat COVID-19 yang 'disunat' lebih dari Rp10 ribu untuk setiap paket sembako.

Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengamini, pihaknya mendapat informasi dana yang disunat dari setiap paket sembako Rp100 ribu dari nilai setiap paket sembako Rp300 ribu.

"Kalau informasi di luar sih, wah itu dari Rp 300.000, paling yang sampai ke tangan masyarakat Rp 200 (ribu), katanya, kan gitu," kata Alex di Gedung KPK, Jakarta, Senin, 14 Desember.

Alex mengatakan, pihaknya akan mendalami informasi ini. "Prinsipnya tentu setiap keterangan, sekecil informasi apapun akan didalami penyidik," kata Alex. 

Alex mengatakan, sejauh ini yang didalami penyidik nilainya memang Rp 10.000 per paket. Namun, Alex menegaskan, pihaknya masih akan terus mengembangkan dan mengusut kasus dugaan suap pengadaan bansos yang menjerat Juliari dan empat tersangka lainnya tersebut. 

Adapun Koordinator MAKI, Boyamin Saiman seblumnya menduga, nilai yang diselewengkan Menteri Sosial (Mensos) Juliari P. Batubara dan empat tersangka lainnya mencapai Rp 33.000 per paket bansos atau lebih tinggi dari yang disangkakan KPK yakni senilai Rp 10.000 per paket.

"Mungkin MAKI kalau punya bukti (nilai yang dikutip Rp 33.000) atau apa bisa dikomunikasikan ke penyidik atau saya tidak tahu apakah penyidik sudah tahu terkait hal itu," kata Alex. 

Selain soal nilai yang "disunat", Alex mengatakan, penyidik saat ini masih mendalami vendor atau perusahaan-perusahaan yang menjadi rekanan Kemsos dalam pengadaan dan distribusi bansos untuk masyarakat. Tak tertutup kemungkinan, rekanan yang ditunjuk Kemsos  tidak laik.

"Siapa saja sih yang menjadi vendor-vendor yang menyalurkan sembako gitu kan, apakah mereka layak, artinya itu, memang dia punya usahanya itu, pengadaan sembako, atau tiba-tiba perusahaannya baru didirikan kemudian langsung dapat pengerjaan itu. Tapi kemudian dia (vendor itu) men-subkan ke pihak lain, dia hanya ingin mendapatkan fee, dan itu kan harus kita dalami," kata Alex.

Sejauh ini, terdapat sekitar 272 kontrak terkait pengadaan serta penyaluran paket bansos berupa sembako untuk wilayah Jabodetabek yang sedang didalami penyidik KPK. Alex memastikan, KPK akan mendalami proses pemilihan vendor hingga penyaluran bansos yang sampai ke masyarakat tersebut.

"Jadi prinsipnya kan ada 272 kontrak kalau enggak salah, ya semua harus didalami. Siapa mendapat pekerjaan itu, darimana, atau bagaimana dia mendapatkan pekerjaan itu dan apakah dia melaksanakan penyalhran sembako itu atau hanya, itu tadi, modal bendera doang, di sub-kan, itu semua harus didalami. Kita ingin lihat sebetulnya berapa sih dari anggaran itu yang sampai ke masyarakat," katanya.

Diketahui, KPK menetapkan Menteri Sosial Juliari P. Batubara bersama Adi Wahyono dan Matheus Joko Santoso selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Kemsos serta dua pihak swasta bernama Ardian I.M dan Harry Sidabuke sebagai tersangka kasus dugaan suap bansos wilayah Jabodetabek untuk penanganan Covid-19. 

Juliari dan dua anak buahnya diduga menerima suap senilai sekitar Rp 17 miliar dari Ardian dan Harry selaku rekanan Kemsos dalam pengadaan paket bansos COVID-19 untuk wilayah Jabodetabek tahun 2020.

Kasus ini bermula dari pengadaan bansos penanganan COVID-19 berupa paket sembako di Kementerian Sosial tahun 2020 dengan nilai sekitar Rp5,9 triliun dengan total 272 kontrak pengadaan dan dilaksanakan dengan dua periode. 

Juliari selaku Menteri Sosial menujuk Matheus Joko Santoso dan Adi Wahyono sebagai Pejabat Pembuat Komitmen dalam pelaksanaan proyek tersebut dengan cara penunjukkan langsung para rekanan. Diduga disepakati adanya "fee" dari tiap-tiap paket pekerjaan yang harus disetorkan para rekanan kepada Kementerian Sosial melalui Matheus.