Kasus Lukas Enembe Diminta Pakai Hukum Adat, ICW: Tak Ada Kaitannya

JAKARTA - Indonesia Corruption Watch (ICW) mendorong Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mengusut dugaan korupsi yang menjerat Gubernur Papua Lukas Enembe. Permintaan penyelesaian kasus ini secara hukum adat diminta untuk diabaikan karena tak relevan.

"Tidak ada kaitan apapun proses hukum adat dengan mekanisme pidana yang sedang dijalankan oleh KPK," kata Peneliti ICW Kurnia Ramadhana dalam keterangan tertulisnya, Kamis, 13 Oktober.

Kurnia meminta pengacara Lukas Enembe, Aloysius Renwarin, tak sembarangan membela kliennya. Sebagai pembela, Aloysius bersama tim harusnya memahami proses penanganan kasus korupsi termasuk penghentian penyidikan.

Penghentian penyidikan hanya bisa dilakukan pada kondisi tertentu yang diatur dalam Pasal 109 ayat (2) KUHAP, yaitu tidak terdapat cukup bukti, bukan merupakan tindak pidana, atau penyidikan dihentikan demi hukum.

Selain itu, KPK juga bisa menghentikan penyidikan jika penanganannya tidak selesai dalam waktu dua tahun.

Sehingga, permintaan Aloysius untuk menghentikan penyidikan karena Lukas telah diangkat sebagai kepala suku tak tepat. KPK harus terus mengusut dugaan ini karena Lukas diduga korupsi saat menjabat sebagai gubernur.

"Pengacara saudara Lukas juga harus memahami bahwa KPK saat ini sedang mengusut dugaan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh gubernur bukan seorang kepala suku," tegasnya.

Sebelumnya, pengacara Lukas, Aloysius Renwarin minta komisi antirasuah berhenti mengusut dugaan korupsi yang menjerat kliennya. Dia mengklaim masyarakat Papua ingin kasus tersebut diselesaikan secara adat.

Selain itu, Lukas disebut telah diangkat sebagai kepala suku di Papua. Pelantikannya dilakukan pada 8 Oktober lalu.