Komisi X: Jangan Cuma Dukacita, Harus Ada yang Tanggung Jawab Tragedi Kanjuruhan

JAKARTA - Tim Gabungan Independen Pencari Fakta (TGIPF) diminta melakukan investigasi menyeluruh supaya tragedi Kanjuruhan, Malang, bisa menemui titik terang. Apalagi, tragedi muncul akibat dugaan tindakan represif aparat yang bikin 125 orang tewas.

"Kita harapkan TGIPF bisa bekerja maksimal mencari titik terang menelusuri secara komprehensif atas kejadian ini," ujar Wakil Ketua Komisi X DPR Dede Yusuf di Jakarta, Selasa, 4 Oktober.

Dede menganggap, tragedi Kanjuruhan ini sebagai sebuah bencana bagi dunia olahraga.

"Banyak orang tua kehilangan anaknya, anak-anak kehilangan orangtuanya, dan tidak sedikit korban jiwa datang dari generasi muda harapan bangsa,” sesal Dede.

Peristiwa yang terjadi pada 1 Oktober lalu itu menjadi tragedi yang menelan korban jiwa terbesar kedua dalam sejarah kerusuhan di stadion sepakbola. Total ada 448 korban dalam tragedi Kanjuruhan dengan rincian 302 orang mengalami luka ringan, 21 orang luka berat, dan 125 orang meninggal dunia.

Disebutkan, pihak kepolisian menembakkan gas air mata untuk menghalau suporter yang masuk ke lapangan usai laga Arema FC vs Persebaya Surabaya dalam lanjutan Liga 1 itu. Bahkan, gas air mata juga ditembakkan ke bangku tribun sehingga membuat penonton berlarian berusaha keluar dari stadion.

Dinas Kesehatan Kabupaten Malang mengungkapkan, banyaknya korban jiwa disebabkan situasi panik karena chaos hingga ada yang terinjak-injak. Meski secara medis penyebab kematian diduga karena sesak napas.

Oleh karena itu, politikus Demokrat itu pun mempertanyakan tindakan yang dilakukan aparat. Dia menyayangkan, mengapa aparat menggunakan kekerasan yang begitu represif, bahkan sampai menggunakan gas air mata.

“Padahal sudah sejak lama FIFA melarang penggunaan gas air mata di arena pertandingan. Karena gas air mata bukan cuma menghalau tapi juga membuat sesak napas,” lanjut Dede.

Mantan Wagub Jawa Barat ini menegaskan, harus ada pertanggungjawaban dari stakeholder terkait. Khususnya, pihak-pihak yang terlibat pada penyelenggaraan pertandingan tersebut.

"Kita tidak boleh selesai hanya sampai dukacita. Harus ada yang tanggung jawab. Panitia pelaksana, PSSI, lantas aparat atas tindakan represifnya hingga sampai seperti itu,” tegasnya.

Komisi X DPR juga sepakat adanya penghentian sementara Liga 1, Liga 2, dan Liga 3, serta kompetisi sejenis lainnya sampai ada perbaikan nyata terhadap tata kelola penyelenggaraan kejuaraan sepakbola. Dede mengatakan, penghentian sementara liga sepakbola menjadi penting dalam investigasi kericuhan di Stadion Kanjuruhan.

“Sebelum adanya SOP standar yang disepakati semua stakeholder termasuk pihak keamanan sebaiknya liga ditunda dulu. Masalah ini harus ditelusuri hingga ke akar-akarnya agar tidak lagi terulang peristiwa memilukan seperti ini,” kata Legislator dari Dapil Jawa Barat II itu.

Pimpinan Komisi X DPR itu mengungkapkan, pihaknya akan memanggil Kemenpora RI, Kepolisian RI, PSSI, PT Liga Indonesia Baru, Perwakilan Suporter, dan Panitia Pelaksana untuk melakukan rapat soal tragedi Kanjuruhan. Rapat tersebut, kata Dede, akan digelar sekalipun DPR akan memasuki masa reses esok hari.

Komisi X DPR, tambahnya, juga mendesak PT. Liga Indonesia Baru untuk segera memberikan kepastian jaminan asuransi terhadap hak-hak korban Tragedi Kanjuruhan.

DPR berharap pemerintah segera menegakkan UU Nomor 11 tahun 2022 tentang Keolahragaan serta meminta agar peraturan turunan dari UU tersebut segera diterbitkan. Termasuk soal tata cara penyelenggaraan dan hak-hak keamanan bagi penonton dan supporter.

“Semoga peristiwa di Kanjuruhan menjadi yang terakhir dan tidak lagi ada kericuhan-kericuhan yang menimbulkan wajah buruk dunia persepakbolaan Indonesia,” pungkas Dede.