JAKARTA - Sepak bola nasional berduka. Lebih dari 100 orang menjadi korban jiwa dalam tragedi di Stadion Kanjuruhan, Malang, Sabtu 1 Oktober kemarin.
Tragedi ini bahkan menarik perhatian dunia. Sejumlah media internasional dan klub dunia turut memberikan perhatian.
Seperti diberitakan sebelumnya, tragedi ini terjadi seusai pertandingan Arema FC kontra Persebaya Surabaya yang digelar pukul 20.00 WIB.
Pertandingan Arema menjamu Persebaya sejatinya berjalan sangat kondusif selama 90 menit karena cuma suporter tuan rumah yang dibolehkan hadir menonton langsung. Namun, hura-hara di lapangan terjadi pasca laga setelah Armenia (superter Arema) masuk lapangan.
Kapolda Jawa Timur Irjen Nico Afinta mengatakan, proses berjalannya laga sama sekali tidak ada permasalahan, tetapi kekecewaan suporter setelah itu menjadi pemicu.
"Terjadi kekecewaan dari penonton yang melihat tim kesayangnya tidak pernah kalah dalam 23 tahun saat bertanding di kandang sendiri," ujar Afinta, dilansir dari Antara.
Awalnya, suporter yang jumlahnya diperkirakan ribuan turun ke lapangan. Hal ini kemudian memicu aparat keamanan menembakkan gas air mata ke arah tribun suporter Arema, dan membuat suporter di tribun itu berdesakan membubarkan diri keluar stadion lalu terjadi penumpukan massa.
Tindakan menembakkan gas air mata kemudian menjadi sorotan publik. Pasalnya, penggunaan gas air mata sudah dilarang FIFA.
Namun, tindakan suporter yang turun ke lapangan juga tak bisa dibenarkan. Berdasarkan kode disiplin PSSI tahun 2018, penonton dilarang untuk masuk ke lapangan.
Pada Pasal 70 Ayat 1 jelas berbunyi, sebagai berikut:
Tingkah laku buruk yang dilakukan oleh penonton merupakan pelanggaran disiplin. Tingkah laku buruk penonton termasuk tetapi tidak terbatas pada; kekerasan kepada orang atau objek tertentu, penggunaan benda-benda yang mengandung api atau dapat mengakibatkan kebakaran (kembang api, petasan, bom asap (smoke bomb), suar (flare), dan sebagainya), penggunaan alat laser, pelemparan misil, menampilkan slogan yang bersifat menghina, berbau keagamaan/religius atau terkait isu politis tertentu, dalam bentuk apapun (secara khusus dengan cara memasang bendera, spanduk, tulisan, atribut, choreo atau sejenisnya selama pertandingan berlangsung), menggunakan kata-kata atau bunyi-bunyian yang menghina atau melecehkan atau memasuki lapangan permainan tanpa seizin perangkat pertandingan dan panitia pelaksana.
Sanksinya pun sudah jelas tercantum dalam Kode Disiplin PSSI. Denda diberikan kepada panitia penyelenggara ataupun klub.
Denda Rp30 juta untuk satu orang yang memasuki lapangan permainan. Lalu denda Rp50 juta untuk dua sampai lima orang yang memasuki lapangan permainan.
"Namanya invasi ke lapangan itu tidak diperbolehkan. Itu sudah pasti ada hukumannya," kata pengamat sepak bola nasional, Muhammad Rais Adnan.
Sebenarnya, tindakan penonton masuk ke lapangan bukan pertama kali terjadi di Indonesia. Baru-baru ini, kejadian serupa juga terjadi saat Persebaya Surabaya bertemu dengan RANS Nusantara FC pada pekan ke-10.
Komite Disiplin PSSI menjatuhkan sanksi kepada manajemen Persebaya Surabaya denda sebesar Rp 100 juta karena melanggar Pasal 69 Ayat 1 jo Pasal 70 Ayat 1, Ayat 4, dan Lampiran 1 Nomor 5 Kode Disiplin PSSI Tahun 2018.
Persebaya juga mendapat larangan menggelar lima laga kandang dengan penonton.
"Bermain tanpa penonton di laga kandang itu udah hukuman berat harusnya," tutur Rais Adnan.
Untuk kasus di Kanjuruhan, Ketua Umum PSSI Mochammad Iriawan sudah melarang Arema FC menggelar laga kandang hingga akhir musim 2022/2023. Namun, belum ada keputusan resmi dari Komdis PSSI.