Wapres Ma’ruf Amin: Penegakan Kasus Korupsi Sudah Kewenangan KPK, Ada Mandatnya

SEMARANG - Wakil Presiden Ma'ruf Amin menyebut pemerintah mendukung pemberantasan korupsi yang dilakukan KPK, termasuk dalam kasus dugaan penerimaan suap di lingkungan Mahkamah Agung (MA).

"Penegakan hukum untuk kasus korupsi itu sudah menjadi kewenangan KPK dan itu ada mandatnya," kata Wapres Ma'ruf Amin kepada wartawan saat ditanya soal Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK di Semarang, Jawa Tengah dilansir ANTARA, Jumat, 23 September.

KPK sudah menetapkan 10 tersangka dalam kasus dugaan suap pengurusan perkara di Mahkamah Agung (MA), termasuk seorang Hakim Agung Sudrajat Dimyati.

"Dan ketika ada kasus, KPK harus bisa menjelaskan, membuktikan bahwa itu memang terjadi korupsi sesuai dengan UU," tambah Wapres.

Wapres menyebut pemerintah telah berkomitmen untuk mendukung upaya penegakan hukum, termasuk pemberantasan korupsi.

"Salah satu programnya adalah pemberantasan korupsi di lembaga mana pun, tingkat mana pun kalau ada bukti jelas, kalau sesuai ketentuan ada dua bukti harus  dipenuhi dan kalau dipenuhi maka bisa diproses," ungkap Ma’ruf Amin.

KPK sudah menetapkan tersangka penerima suap yakni Sudrajad Dimyati (SD), Hakim Yustisial/Panitera Pengganti MA Elly Tri Pangestu (ETP), PNS pada Kepaniteraan MA Desy Yustria (DY), PNS pada Kepaniteraan MA Muhajir Habibie (MH), PNS MA Redi (RD), PNS MA Albasri (AB).

Sedangkan sebagai pemberi, yakni Yosep Parera (YP) selaku pengacara. Eko Suparno (ES) selaku pengacara pihak swasta/debitur Koperasi Simpan Pinjam Intidana (ID) Heryanto Tanaka (HT), dan pihak swasta/debitur Koperasi Simpan Pinjam ID Ivan Dwi Kusuma Sujanto (IDKS).

Dalam konstruksi perkara, KPK menyebut mulanya ada laporan pidana dan gugatan perdata terkait dengan aktivitas dari Koperasi Simpan Pinjam ID di Pengadilan Negeri Semarang yang diajukan HT dan IDKS dengan diwakili melalui kuasa hukumnya, yakni YP dan ES.

Saat proses persidangan di tingkat Pengadilan Negeri dan Pengadilan Tinggi, HT dan ES belum puas dengan keputusan pada dua lingkup pengadilan tersebut sehingga melanjutkan upaya hukum berikutnya di tingkat kasasi pada MA.

Dalam pengurusan kasasi tersebut, KPK menduga YP dan ES melakukan pertemuan dan komunikasi dengan beberapa pegawai di Kepaniteraan MA yang dinilai mampu menjadi penghubung hingga fasilitator dengan majelis hakim yang nantinya bisa mengkondisikan putusan sesuai dengan keinginan YP dan ES.

Selanjutnya, DY turut mengajak MH dan ETP untuk ikut serta menjadi penghubung penyerahan uang ke majelis hakim.

KPK menduga DY dan kawan-kawan sebagai representasi dari SD dan beberapa pihak di MA untuk menerima uang dari pihak-pihak yang mengurus perkara di MA.

Sumber dana yang diberikan YP dan ES pada majelis hakim berasal dari HT dan IDKS. Jumlah uang yang diserahkan secara tunai oleh YP dan ES pada DY adalah sekitar 202 ribu dolar Singapura atau Rp2,2 miliar.

Kemudian DY membagi-bagi uang tersebut, yaitu untuk DY sejumlah Rp250 juta, MH menerima sejumlah Rp850 juta, ETP menerima sejumlah Rp100 juta, dan SD menerima sejumlah Rp800 juta melalui ETP.

Dengan penyerahan uang tersebut, putusan yang diharapkan YP dan ES adalah menguatkan putusan kasasi sebelumnya yang menyatakan KSP (Koperasi Simpan Pinjam) ID (Intidana) pailit.