Kasus Suap Dana PEN, Adik Bupati Muna Segera Disidangkan
JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyerahkan barang bukti dan dua tersangka dalam kasus dugaan suap pengajuan dana pemulihan ekonomi nasional (PEN) untuk Kabupaten Kolaka Timur, Sulawesi Tenggara (Sultra), ke penuntutan.
Dua tersangka, yaitu Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan SDM Kabupaten Muna, Sultra Sukarman Loke (SL) dan La Ode Muhammad Rusdianto Emba (LMRE) selaku wiraswasta yang juga adik Bupati Muna La Ode Muhammad Rusman Emba.
"Hari ini, telah selesai dilaksanakan tahap II (penyerahan tersangka dan barang bukti) untuk tersangka SL dan LMRE dari tim penyidik kepada tim jaksa karena seluruh kelengkapan formil maupun materiil berkas perkara penyidikan dinyatakan lengkap," kata Kepala Bagian Pemberitaan KPK Ali Fikri di gedung KPK, Jakarta, Kamis, 25 Agustus.
Penahanan terhadap keduanya saat ini menjadi wewenang tim jaksa dan ditahan untuk masing-masing selama 20 hari ke depan, terhitung mulai 25 Agustus 2022 sampai dengan 13 September 2022.
Tersangka SL ditahan di Rutan KPK pada Kavling C1 dan LMRE di Rutan KPK pada Pomdam Jaya Guntur.
"Dalam waktu 14 hari kerja, berkas perkara dan surat dakwaan segera dilimpahkan ke Pengadilan Tipikor," kata Ali.
Sebelumnya, KPK menetapkan tiga tersangka kasus tersebut, yaitu Bupati Kolaka Timur nonaktif Andi Merya Nur (AMN), mantan Dirjen Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Mochamad Ardian Noervianto (MAN), dan Kepala Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Muna La Ode M Syukur Akbar (LMSA).
Dalam konstruksi perkara, KPK menjelaskan LMRE sebagai salah satu pengusaha lokal di Sultra dikenal memiliki banyak koneksi dengan dengan berbagai pihak di antaranya beberapa pejabat baik di tingkat pemerintah daerah maupun pemerintah pusat.
Berikutnya, AMN meminta bantuan LMRE untuk membantu mengurus pengajuan dana PEN Kabupaten Kolaka Timur di tahun 2021 dengan usulan sebesar Rp350 miliar karena percaya dengan koneksi yang dimiliki LMRE.
KPK menduga ada kesepakatan antara LMRE dan AMN di mana apabila dana PEN sebesar Rp350 miliar tersebut nantinya cair, maka LMRE akan mendapatkan beberapa proyek pekerjaan di Kabupaten Kolaka Timur dengan nilai puluhan miliar.
Untuk proses pengusulan dana PEN itu, LMRE diduga melakukan kerja sama dengan SL yang saat itu menjabat Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan SDM Kabupaten Muna yang juga dikenal memiliki banyak relasi di pemerintah pusat, salah satunya di Kemendagri.
Dalam suatu pertemuan di Kendari, LMRE dan SL kemudian menyampaikan kepada AMN agar pengusulan dana PEN itu dapat berjalan sesuai rencana maka diperlukan sejumlah uang untuk diberikan ke salah satu pejabat di Kemendagri.
Baca juga:
- Kenapa Irjen Ferdy Sambo Tak Pakai Baju Tahanan Saat Sidang Etik? Ini Jawabannya
- Tertulis di Kertas Putih dengan Meterai 10.000, Irjen Ferdy Sambo: Saya Siap Jalani Proses Hukum Ini dengan Baik
- Daftar Lengkap 15 Saksi Sidang Etik untuk Irjen Ferdy Sambo
- Sudah Klarifikasi Mahfud Md, MKD: Clear, Tak Ada Anggota DPR yang Ikut Rancang Skenario ala Irjen Ferdy Sambo
Adapun pejabat di Kemendagri yang memiliki kewenangan untuk turut memperlancar proses pengajuan dana PEN adalah MAN.
KPK menyebut berdasarkan informasi SL, yang memiliki kedekatan dengan MAN adalah LMSA yang menjadi teman seangkatan saat di Sekolah Tinggi Pemerintahan Dalam Negeri (STPDN).
KPK menduga LMRE dan SL membantu beberapa agenda pertemuan antara AMN dan MAN di Jakarta sesuai dengan informasi LMSA.
Dalam pertemuan tersebut, MAN meminta sejumlah uang pada AMN dengan nilai sejumlah sekitar Rp2 miliar dan disetujui oleh AMN. Untuk proses pemberian uang kepada MAN itu, AMN mempercayakan sepenuhnya pada LMRE dan SL dengan penyerahan melalui transfer rekening bank dan tunai.
AMN melalui LMRE diduga memberikan uang sejumlah sekitar Rp750 juta kepada SL dan LMSA karena turut memperlancar proses usulan dana PEN.