Jokowi Sebut Menterinya Kini Bekerja Lebih Baik, Benarkah?
JAKARTA - Beberapa waktu yang lalu Presiden Joko Widodo (Jokowi) memarahi menteri di kabinetnya dan mengancam akan melaksanakan perombakan atau reshuffle. Namun dia tak kunjung melaksanakannya, malah menyebut kinerja menterinya membaik saat ini.
Melalui sebuah wawancara yang ditayangkan di Kompas TV pada Senin malam, 16 November lalu, Presiden Jokowi mengatakan alasan mengapa dirinya tak kunjung melakukan reshuffle menteri di tahun pertama periode keduanya. Padahal pada periode pertama, belum genap setahun, eks Gubernur DKI Jakarta ini melakukan reshuffle sejumlah menteri.
Menurutnya, kerja tim antar menteri sekarang baik dan ini berbeda dengan kabinetnya di periode 2014-2019 lalu. Sehingga, atas alasan inilah dia belum melaksanakan reshuffle.
"Performa dari para menteri ini kan kerja tim bukan kerja individu-individu. Ya, ini lebih baik kalau dilihat dari kerja tim. Lebih baik," kata Jokowi dalam wawancara khusus tersebut.
Jokowi mengamini dirinya pernah mengancam akan melakukan pergantian menteri jika ada yang berkinerja kurang baik. Namun, menurutnya kinerja antar menteri sudah cukup baik dan terbukti dari peningkatan pertumbuhan ekonomi di kuartal III dibandingkan dengan kuartal II.
"Di kuartal III ini tumbuh ekonomi kita minus 3,49 persen. Artinya lebih baik. Angka minus 3,49 itu, didukung oleh konsumsi pemerintah," jelasnya.
Meski begitu, Jokowi tak menampik kemungkinan adanya reshuffle kabinet akan selalu terbuka. "Ya, bisa saja. Bisa saja minggu depan, bisa saja bulan depan, bisa saja tahun depan," ungkapnya sambil tersenyum.
Benarkah kinerja menteri membaik?
Presiden Jokowi boleh saja mengatakan kinerja menterinya membaik. Namun, sejumlah survei yang telah dirilis belakangan ini justru mengatakan sebaliknya.
Misalnya, Institute for Development of Economics and Finance (Indef) melalui Indef Datalyst Center yang merilis hasil kajian mereka dalam tajuk Analisis Sentimen tentang Institusi, Perilaku, dan Kinerja Pemerintah memperlihatkan ada 7 menteri di Kabinet Indonesia Maju yang mendapatkan sentimen negatif dari masyarakat.
"Ada 7 menteri yang mempunyai sentimen paling negatif di publik karena kebijakan, kiprah, perilaku, dan pernyataannya," kata peneliti senior Indef Didik J Rachbini melalui keterangan tertulisnya, Senin, 16 November.
Dia memaparkan, dari ketujuh menteri itu, angka sentimen negatif tertinggi diperoleh oleh Menteri Kesehatan (Menkes) Terawan Agus Putranto sebesar 74 persen. Selanjutnya adalah Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo sebesar 57 persen, Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Johnny G Plate sebesar 55 persen, dan Menteri Agama (Menag) Fachrul Razi sebesar 53 persen.
Berikutnya, ada juga Menteri Kelautan dan Perikanan Edhy Prabowo dengan sentimen negatif sebesar 47 persen, Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim sebesar 44 persen, dan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani sebesar juga mendapatkan sentimen negatif sebesar 44 persen dari publik.
Didik menjelaskan, sentimen negatif ini bisa terjadi setelah mengumpulkan data sebesar 2,18 juta informasi berupa percakapan tentang presiden, wakil presiden, hingga menterinya. Metode sistem big data ini menjadi salah satu yang digunakan Indef selain survei, analisis data sekunder hingga forum group discussion.
Baca juga:
Selain Indef, Indonesia Political Opinion (IPO) juga sempat mengeluarkan survei pada 29 Oktober. Dalam survei yang digelar pada 12-23 Oktober dengan jumlah responden sebanyak 1.200 orang di seluruh Indonesia dan menggunakan metode yang digunakan adalah multistage random sampling dengan margin of error kurang lebih 2,9 persen dengan tingkat kepercayaan 95 persen.
Untuk wacana reshuffle, mayoritas publik atau sebesar 57 persen menginginkan agar Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto diganti dari jabatannya. Selanjutnya, empat menteri lain yang dianggap pantas untuk di-reshuffle adalah Menkominfo Johnny G Plate 55 persen, Menkumham Yasonna Laoly 47 persen, Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo 44 persen, dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim 40 persen.
Bukan hanya berdasarkan hasil survei saja, Direktur Indonesia Political Review (IPR) Ujang Komarudin menyebut kinerja menteri di Kabinet Indonesia Maju saat ini masih memble, jauh dari kata membaik. Sehingga, dia bingung dengan pernyataan Jokowi yang menyebut jika kinerja para pembantunya kini makin membaik setelah dirinya sempat marah-marah.
"Kinerja menteri baik itu dilihat dari mana? Ukurannya apa? Masa hanya gara-gara marah, lalu kinerjanya membaik," kata Ujang saat dihubungi VOI.
Dia menilai, pernyataan Jokowi ini dilontarkan hanya untuk membangun opini, "Seolah-olah menteri-menterinya telah berkinerja baik padahal masih memble," tegasnya.
Meski begitu, Ujang memahami, kondisi pandemi COVID-19 bisa saja mengakibatkan Jokowi menunda keinginannya untuk melakukan reshuffle. Sehingga, dia berupaya membangun presepsi dengan cara menyatakan kinerja menterinya sekarang sudah membaik agar tak pihak yang disalahkan ketika tak ada reshuffle hingga beberapa waktu ke depan.
Selain itu, dirinya juga menilai Jokowi tidak kunjung melakukan reshuffle guna menjaga iklim politik agar tidk terjadi kegaduhan di tengah pandemi ini. "Apalagi jika Jokowi melakukan reshuffle dia juga akan kehilangan dukungan dari menteri yang direshuffle. Apalagi jika yang direshuffle adalah menteri dari partai, tidak akan berani dia," pungkasnya.