Detik-Detik Proklamasi Kemerdekaan Indonesia: Tokoh Bangsa Sahur Bersama di Rumah Laksamana Maeda

JAKARTA - Persiapan proklamasi kemerdekaan Indonesia penuh dinamika. Petinggi angkatan laut Jepang, Laksamana Maeda menawarkan tempat. Orang Jepang itu jadi salah satu yang mendukung Indonesia merdeka. Di rumahnya, pejuang kemerdekaan bekumpul.

Mereka membahas banyak hal. Dari persiapan hingga perumusan naskah proklamasi untuk esok hari. Diskusi panjang di bulan ramadan tersaji, bahkan hingga dini hari. Pun pertemuan itu diakhiri tokoh bangsa menikmati santap sahur bersama di kediaman Maeda.

Desakan golongan muda membuat proklamasi kemerdekaan Indonesia dilakukan dengan segera. Tak perlu membuang banyak waktu, pikirnya. Pejuang kemerdekaan pun sepakat untuk melakukan pertemuan untuk mempersiapkan acara proklamasi.

Laksamana Maeda pun menawarkan bantuan. Ia menjadikan rumahnya pusat pertemuan. Tawaran dari Maeda diindahkan. Apalagi keamanan pejuang kemerdekaan terjamin. Alias tiada cerita serdadu Jepang lainnya yang akan mengusik agenda perumusan naskah proklamasi di rumah petingginya.

Di rumah Maeda, pejuang kemerdekaan membentuk panitia kecil untuk merumuskan naskah proklamasi. Panitia kecil itu antara lain Soekarno, Hatta, Sukarni, Soebardjo, dan Sayuti Melik. Pemilihan itu tak lain karena kelimanya dinilai mempuni dalam merumuskan naskah.

Bekas rumah Laksamana Maeda di Jl. Imam Bonjol 1 Jakarta yang kini menjadi Museum Perumusan Naskah Proklamasi. (Wikimedia Commons)

Perdebatan pun tersaji. Perihal maksud dan diksi yang tepat, utamanya. Naskah proklamasi pun diumumkan kepada seluruh mereka yang hadir. Semuanya mengangguk setuju.

“Dalam penulisan kembali oleh para tokoh tentang penyusunan teks proklamasi ini telah terjadi perbedaan pendapat. Hatta mengatakan bahwa ia mendiktekan kepada Sukarno, teks tersebut, didengarkan oleh yang lain, yang lain itu termasuk, di samping Sukarno, juga Subardjo, Sukarni, dan Sajuti Malik.”

“Sementara Subardjo mengemukakan dalam catatannya bahwa dialah yang mendiktekan kalimat pertama teks tersebut kepada Soekarno. Perumusan Naskah Proklamasi butuh waktu yang tidak sebentar. Kesukaran memilih diksi yang tepat jadi muaranya,” ungkap Anwar Abbas dalam buku Bung Hatta dan Ekonomi Islam (2010).

Soekarno dan Hatta menyarankan semuanya untuk menandatangani naskah proklamasi kemerdekaan Indonesia. Namun, perdebatan muncul. Semuanya akhirnya sepakat dengan usul Sukarnim bahwa yang menandatangani naskah proklamasi cukup Soekarno-Hatta sama. Keduanya dianggap cukup mewakili segenap rakyat Indonesia.

Rapat itu berakhir pada dini hari pukul 03:00, 17 Agustus 1945. Namun, tak semuanya memilih langsung pulang. Apalagi kala itu Bulan Puasa. Beberapa di antaranya memilih untuk makan sahur terlebih dahulu di kediaman Maeda.

Naskah asli proklamasi kemerdekaan Indonesia yang dikonsepkan Mohammad Hatta dan ditulis oleh Soekarno. (Dok. Kemendikbud)

“Waktu itu bulan puasa. Sebelum pulang aku masih dapat makan sahur di rumah Admiral Maeda. Karena tidak ada nasi, yang kumakan ialah roti, telur, dengan ikan sardines. Tetapi cukup mengenyangkan. Setelah pamitan dan mengucapkan terima kasih banyak-banyak kepada tuan rumah, aku pulang dengan menggonceng sama Soekarno, yang menyinggahkan aku di rumah.”

“Aku baru tidur sesudah sembahyang subuh, dan bangun kira-kira jam 8:30 pagi. Setelah mandi dan bercukur aku bersiap-siap untuk berangkat ke Pegangsaan Timur 56, guna menghadiri pembacaan teks proklamasi kepada rakyat banyak serta menaikkan bendera Sang Merah Puti yang akan dikunci dengan lagu Indonesia Raya,” tutur Bung hatta dalam buku Mohammad Hatta: Memoir (1979).