Bagikan:

JAKARTA - Momentum penculikan Soekarno dan Mohammad Hatta bikin panik penjajah Jepang. Keduanya memang diculik golongan muda ke Rengasdenglok. Namun, penjajah Jepang tak mengetahui ke mana Bung Karno-Hatta pergi.

Penjajah Jepang jadi kalang kabut. Mereka mengira dwitunggal sedang merencanakan mufakat jahat. Kondisi itu membuat penjajah Jepang mencari informasi keberadaan ikon pejuang Indonesia. Semuanya orang dekat dwitunggal ikut diinterogasi.

Usaha Indonesia lepas dari belenggu penjajahan tak mudah. Keinginan untuk merdeka saja tak cukup. Pejuang kemerdekaan dihadapkan dengan perjuangan yang mengorbankan segalanya, dari uang, keluarga, hingga nyawa.

Problema itu kian bertambah dengan usaha menyatuhkan pikiran di kalangan pejuang kemerdekaan. Mereka terbagi dalam dua kubu. Kubu golongan tua (Soekarno, Hatta, dan lainnya). Kubu golongan Muda (Sayuti Melik, Wikana, Sukarni, dan lainnya).

Golongan muda mencoba memaksa golongan tua untuk mengumandangkan proklamasi kemerdekaan Indonesia. Cara radikal pun dipilih. Mereka menculik dua ikon pejuang kemerdekaan Soekarno dan Hatta dini hari pada 16 Agustus 1945.

Momentum bersejarah yang dapat diabadikan dari Peristiwa Rengasdengklok kala golongan tua dan muda berdebat sengit. (Wikimedia Commons)

Mereka dibawa ke Rengasdengklok, Jawa Barat. Golongan muda merasa tanpa keduanya kemerdekaan dan penyatuan Indonesia akan sulit dilakoni. Kepergian itu nyatanya membawa masalah. Teman-teman dari dwitunggal tiada yang diberi tahu.

Memo pun tak sempat dibuat. Sebab, peristiwa itu berlangsung sehabis jam sahur. Dokter pribadinya, R. Soeharto saja tak mengetahui kemana Bung Karno. Ia mendatangi rumah Bung Karno di Pegangsaan Timur 56 dan tak mendapati keluarga Bung Karno pada pukul 06:00 pagi.

Penjaga rumah Bung Karno hanya memberikan jawaban sekenanya. Tuan rumah sudah pergi menumpang mobil entah kemana. Rumah Bung Karno yang sepi juga menarik perhatian militer Jepang. Kondisi itu tak biasanya terjadi.

Militer Jepang pun mulai memunculkan spekulasi-spekulasi. Mereka mengira Bung Karno akan melakukan pemufakatan jahat. Pikiran lain menyebut bahwa Bung Karno sengaja diculik dan dicuci otaknya oleh gerakan bawah tanah.  

“Dalam perjalanan pulang saya berpasasan dengan Terada, pejabat (Kantor Pusat Militer Jepang) Gunseikanbu. Ia bertanya kepada saya dimana gerangan Bung Karno sekeluarga dan Bung Hatta. Ia mengatakan pihak kepolisian sedang melakukan pencarian, tapi belum berhasil. Mungkin ia tak percaya terhadap jawaban saya yang berbunyi: saya pun belum tahu.”

“Ketika pejabat Gunseikanbu yang fasih berbahasa Belanda itu mendesak pertanyaan kepada saya, apakah Bung Karno dan Bung Hatta bersembunyi atau disembunyikan. Saya langsung pulang ke rumah dengan memendam berbagai pertanyaan. Saya mulai praktek, tapi tak lama kemudian datanglah Abdurachman yang mengenakan seragam pakaian PETA. Ia minta sekaleng susu bubuk untuk Guntur, putera Bung Karno yang baru berumur Sembilan bulan,” ujar sahabat dan dokter pribadi Soekarno-Hatta, R. Soeharto dalam buku Saksi Sejarah (1989).

Interogasi Keluarga Terdekat

Penjajah Jepang mulai kalang-kabut. Mereka tak menerima keterangan ke mana Bung Karno dan Bung Hatta pergi. Kempetai (intelejen Jepang) sudah mondar-mandir di jalan Pegangsaan Timur 56. Mereka mengamati setiap sudut.

Mereka mendatangi setiap orang dekat dari Bung Karno maupun Bung Hatta. Mereka berharap bisa mendapatkan keterangan. Sebab, Jepang akan merasa bahaya jika Bung Karno dianggap mulai merapat ke gerakan kemerdekaan bawah tanah.

Bisa-bisa peperangan antar kaum bumiputra dan Jepang meletus. Kempetai pun tak kehilangan akal. Mereka segera menginterogasi mertua Bung Karno, Hasan Din. Ayah Fatmawati itu mengaku tak mengetahui keberanian Soekarno dan putrinya.

Ia mengungkap sedang tertidur pulas sewaktu mereka pergi. Jawaban itu tak diterima oleh Jepang. Kempetai dengan bayonet terhunus lalu menggiring Hasan Din ke Markas Kempetai. Kemudian dilepaskan. Soekarno pun langsung menuju Jakarta dari Rengasdengklok dan segera mencari perlindungan ke Laksamana Maeda dan merumuskan naskah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia.

“Pada 16 Agustus 1945 jam 8:00 malam kami baru tiba di Jakarta. Rombongan semua menuju ke kediaman Bung Hatta. Setelah sampai di rumah Bung Hatta aku menelepon ke rumah untuk minta jemputan. Bung Karno dan Bung Hatta akan pergi rapat menggunakan rumah Laksamana Maeda. Tenyayata di rumah sudah ada S.K. Trimurti dan Sayuti Melik, serta beberapa orang pemuda.”

“Guntur kuserakan kepada Datuk dan neneknya. Sepeninggalku ke Rengasdengklok ternyata ayahku di bawah oleh Kempetai (Polisi Militer Jepang) diinterogasi tentang kepergian Soekarno. Bung Karno kembali ke rumah baru subuh esoknya setelah mengadakan rapat di rumah Laksamana Maeda. Bung Karno masuk kamar dan berkata: Fat besok kita umumkan Kemerdekaan bangsa kita,” ungkap Fatmawati dalam buku Catatan Kecil Bersama Bung Karno (2016).