Polri Masih Buka Peluang Adanya Tersangka Baru Perkara Kebakaran Kejagung
JAKARTA - Bareskrim Polri kembali menetapkan tiga tersangka atas perkara kebakaran gedung Korps Adhyaksa. Mereka merupakan pihak-pihak yang bertanggung jawab atas pengadaan cairan pembersih top cleaner dan Alumunium Composit Panel (ACP).
Meski demikian, penyidik masih membuka peluang soal munculnya tersangka lainnya. Sebab, perkara ini masih terus didalami.
"Tentunya bahwa kita menambah tersangka kembali. Kalau memang nanti ditemukan adanya pelanggaran hukum dan melanggar pidana kita bisa tetapkan kembali tersangka baru," ujar Kadiv Humas Polri, Irjen Argo Yuwono, Jumat, 13 November.
Sedianya tiga orang yang belakangan ini ditetapkan tersangka antara lain berinisial MD yang merupakan pihak pengadaan top cleaner, J selaku konsultan dan IS yang merupakan Pejabat Pembuat Komitemen (PPK) Kejaksaan Agung (Kejagung).
Mereka ditetapkan tersangka berdasarkan hasil gelar perkara dan merujuk pada keterangan ahli. Sebab, ketiganya memiliki keterlibatan dalam proses kebakaran.
Peran tersangka inisial IS dalam perkara ini karena menujuk konsultan secara sembarang. Padahal ada beberapa hal penting yang harus dilakukan ketika penujukan tersebut.
Misalnya, harus berpengalaman. Sebab, kerja konsultan ini berkaitan dengan pemasangan Alumunium Composit Panel (ACP) di seluruh sisi luar gedung.
"Tersangka IS yang menjadi PPK Kejagung ini dalam memilih konsultan perencanaan tidak sesuai dengan ketentuan, memilih konsultan perencaan yang tidak berpengalaman," ujar Direktur Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri, Brigjen Ferdy Sambo.
Sementara untuk tersangka J yang merupakan konsultan PT IN disebut tidak melakukan pengecekan gedung sebelum pemasangan ACP. Bahkan setelah dipelajari latar belakangnya, dia tidak memiliki pengalaman yang mempuni.
"Perannya dia itu tidak melakukan survei kondisi gedung dulu. Kemudian tidak memiliki pengalaman sebagai konsultan perencana ACP tadi," ungkap dia.
Terakhir, tersangka MD (sebelumnya MAI) berperan sebagai orang yang memberi perintah untuk membeli cairan pembersih dust cleaner merek top clener. Dia juga yang meminjam nama PT APM untuk memenangkan tender pengadaan di Kejagung.
"MD salah satunya meminjam bendera PT APM. Jadi semua kegiatannya tersangka MD ini. Kedua, memerintahkan membeli minyak lobi tadi yang merek top cleaner," kata dia.
Total 11 Tersangka
Dengan penambahan tersebut, penyidik sudah menetapakan 11 orang tersangka. Sebab pada kesempatan sebelumnya Bareskrim mengumumkan jika penyidik menetapakan 8 orang tersangka, pada 23 Oktober lalu.
Dari 8 tersangka itu, 5 di antaranya merupakan pekerja bangunan berinisial T, H, S, K, dan IS. Mereka ditetapkan tersangka karena melanggar aturan tidak merokok di aula biro kepegawaian.
Mereka yang saat itu merenovasi aula Biro Kepegawaian itu mengumpukan sampah-sampah bekas pekerjaan mereka.
Kemudian, sampah itu dimasukan kedalam tiga polybag atau kantong plastik besar. Termasuk putung rokok yang kemungkinan masih sedikit menyala.
"Dikumpulin semua bekas-bekas lap tiner, bekas-bekas kayu kan dimasukin kesitu. Termasuk rokok dibuang kesitu," ungkap Ferdy.
Kemudian, para tersangka meninggalkan aula itu. Mereka turun dari lantai 6 gedung Kejagung.
Baca juga:
Dengan adanya bara api di dalam polybag sehingga membakar sampah-sampah lainnya. Api besar pun muncul dan membakar benda-benda disekitarnya.
"(Polybag) dekat dengan tiner, lem aibon dan lain-lain," kata dia.
Hingga akhirnya, api yang semakin besar membakar beberapa bagian gedung Kejagung.
Sementara untuk 3 lainnya yakni, UAM sebagai mandor, R yang merupakan Direktur PT ARM dan pejabat pembuat komitmen (PPK) Kejaksaan Agung, NH.
Penetapan tersangka terhadap UAM beralasan lantaran tidak mengawasi kelima tukang itu saat berkerja. Sementara, R dan NH ditetapkan tersangka karena membuat kesepakatan penggunaan cairan pembersih dash cleaner yang disebut mempercepat proses pembakaran.
Puluhan Saksi Diperiksa
Penetapan tersangka terhadap 11 orang itu bukan pekara mudah. Penyidik mesti bolak-balik memeriksa saksi dan ahli. Setidaknya dalam penetapan tersangka pada gelombang pertama, penyidik telah memeriksa puluhan saksi.
"Sekitar 64 saksi yang sudah diperiksa dalam proses penyidikan," ungkap Ferdy.
Sementara untuk tiga orang yang ditetapkan tersangka pada gelombang kedua, penyidik memang tidak terlalu banyak memeriksa saksi. Sebab, penyidik tinggal melakukan pengembangan terhadap saksi-saksi pontensial dan ahli.
Hanya saja, dalam proses ini penyidik memang membutuhkan waktu yang cukup lama. Sekitar tiga pekan dibutuhkan sejak penetapan tersangka gelombang pertama.
"Peningkatan statsus tiga orang saksi menjadi tersangka dari 20 hari proses penyidikan yang kita lakukan setelah penetapan 8 tersangka," papar dia.
Kebakaran Dikaitkan Dengan Proses Hukum Perkara Lain
Jika jauh mudur ke awal terjadinya insiden kebakaran, perkara ini sempat dikait-kaitkan dengan penanganan perkara dugaan gratifikasi pengurusan fatwa Mahkamah Agung (MA) dengan tersangka jaksa Pinangki Sirna Malasari.
Insiden kebakaran dedung Korps Adhyaksa ini disebut dilakukan dengan sengaja. Tujuannya menghilangkan berkas dan bukti dalam kasus dugaan korupsi itu.
Bahkan, Jaksa Agung ST Burhanuddin melalui Kapuspenkum Kejagung Hari Setiyono memastikan, dalam insiden itu dokumen perkara tidak ada pada gedung yang terbakar. Pihak Kejagung meminta publik bersabar menuggu hasil penyelidikan.
"Penyebab kebakaran ini masih dalam proses penyelidikan Polri. Oleh karena itu mohon bersabar dan kami mohon tidak membuat spekulasi dan asumsi yang tidak dapat dipertanggungjawabkan," kata Hari.
Gedung Korps Adhyaksa terbakar pada Sabtu, 22 Agustus pukul 19.10 WIB. Diduga api berasal dari lantai tiga. Namun, belum diketahui pasti penyebabnya munculnya api.
Setelah terbakar selama hampir 12 jam, api akhirnya padam sekitar pukul 06.28 WIB. Butuh 65 mobil pemadam termasuk dua unit Bronto Skylift yang dikerahkan untuk memadamkan kebakaran. Tidak ada korban jiwa dalam kejadian ini.