Ketua DPRD DKI ke Pemprov: Buat Apa Ada Busway kalau TransJ Malah Menumpuk di Jalurnya
JAKARTA - Ketua DPRD Jakarta Prasetio Edi Marsudi meminta Pemprov DKI dan PT Transportasi Jakarta (TransJakarta) melakukan segala upaya untuk membersihkan atau mensterilkan jalur TransJakarta.
"Saya meminta pada yang berwenang, mulai dari Dishub DKI, TransJakarta berkoordinasi dengan Kepolisian harus melakukan evaluasi, karena melihat jalur tumpuk-tumpukan buat apa jalur busway yang dibuat khusus, tapi yang terjadi penumpukan TransJakarta di jalur busway kan harus bisa diatur itu," kata Prasetio di Jakarta, Selasa 2 Agustus.
Berbagai upaya, bisa dilakukan seperti penegakan aturan secara tegas dan konsisten bagi para penerobos jalur TransJakarta. Untuk mencegah terjadinya tindakan penerobosan, Pemprov DKI bisa menempatkan petugas di setiap pintu masuk jalur TransJakarta.
"Ini harus tegas, kalau tidak boleh (masuk jalur TransJakarta) ya tidak boleh. Kecuali VIP atau ambulans yang perlu kecepatan," katanya.
Untuk menyiagakan petugas, pihak berwenang bisa memanfaatkan banyaknya pegawai berstatus Penyedia Jasa Lainnya Perorangan (PJLP) yang dimiliki Dinas Perhubungan (Dishub) DKI Jakarta
"Dishub banyak PJLP, banyak sekali, anggaran juga ada. Jadi, jangan sampai anggaran dibuang percuma," ujarnya.
Dengan adanya petugas itu, menurut dia, jumlah kendaraan yang menerobos perlintasan TransJakarta bisa diminimalisir, sebab aksi pengendara yang menerobos jalur TransJakarta acap kali menjadi biang keladi kecelakaan lalu lintas.
"Kalau orang sembarangan masuk (jalur busway), motor, misalnya, lalu mogok terus ditabrak. Dia yang masuk kan juga salah itu. Karenanya harus diminimalisir," tuturnya.
Sejauh ini, ada tiga jenis kecelakaan TransJakarta yang sering terjadi, yaitu konflik dengan pengguna lalu lintas lain, penumpang terjepit dan terjatuh serta kecelakaan menabrak pejalan kaki.
Dari banyaknya kecelakaan yang terjadi, mayoritas penyebabnya adalah masalah kebugaran pengemudi, kompetensi pengemudi, "hazard" atau halangan dalam lintasan, ketidakhati-hatian penumpang atau pengguna jalan lain serta pengaruh obat-obatan.
Meski demikian, angka kecelakaan TransJakarta diklaim menurun dalam dua tahun terakhir ini. Pada tahun 2020 lalu, rrata-rata kecelakaan (accident rate) per 100.000 kilometer mencapai 3,18 persen.
Angka ini kemudian turun drastis di 2021 menjadi 0,78 persen dan 0,43 pada semester pertama 2022 (periode Januari sampai Juni 2022).
"Secara umum, 'accident rate' di TransJakarta mengalami penurunan di dua tahun terakhir, termasuk pada semester pertama di 2022," tutur Direktur Operasional dan Keselamatan TransNakarta Yoga Adiwinarto, Senin (1/8).
Baca juga:
- Transjakarta Bukan Peluang Cabut Kontrak Operator Bus yang Sering Kecelakaan
- Desak Transjakarta Cabut Kontrak Operator Bus Sering Kecelakaan, Ketua DPRD: Korban Meninggal Manusia, Bukan Binatang
- TransJakarta Tambah 8 Armada Mikrotrans Rute Gondangdia-Cikini
- Transjakarta Belum Bisa Pastikan Kebenaran Pelecehan Seksual di Dalam Busnya
Berdasarkan informasi yang dihimpun, selain bus TransJakarta, ada tiga jenis kendaraan lain yang diperbolehkan melintas di jalur TransJakarta, yakni ambulans, mobil pemadam kebakaran dan mobil dinas berpelat RI. Ketiga kategori kendaraan ini boleh melintas karena punya tugas khusus.
Larangan melintas jalur TransJakarta tercantum di beberapa peraturan. Salah satunya Peraturan Daerah DKI Jakarta Nomor 5 Tahun 2014 tentang Transportasi Pasal 90 ayat (1) berbunyi:
"Setiap kendaraan bermotor selain mobil bus angkutan umum massal berbasis jalan dilarang menggunakan lajur atau jalur khusus angkutan umum massal berbasis jalan," demikian antara lain bunyi aturan tersebut.
Bagi pengendara yang melanggar jalur Transjakarta memiliki sanksi tilang. Jumlah denda maksimal yang harus dibayar, yakni Rp500 ribu sesuai dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.