Sejarah Hari Ini, 29 Juli 1947: Pesawat Angkut Dakota Milik Indonesia Ditembak Jatuh Belanda dalam Agresi Militer I

JAKARTA – Sejarah hari ini, 75 tahun yang lalu, 29 juli 1947, pesawat angkut C-47 Dakota VT-CLA ditembak jatuh oleh pesawat ‘Kittyhawk’ di Yogyakarta. Peristiwa itu menewaskan mayoritas penumpang. Antara lain Kapten Udara Adisumarmo Wiryokusumo, Komodor Muda Udara Abdulrachman Saleh, dan Komodor Muda Udara Agustinus Adisucipto.

Sebelumnya, pesawat itu tengah membawa obat-obatan dalam perjalanan pulang dari Singapura. Penembakan itu pun diyakini sebagai bentuk kekejian Belanda dalam Agresi Militer I.

Belanda tak pernah rela melepas Indonesia. Kekalahan Jepang oleh sekutu justru dimanfaatkan Belanda untuk menjajah kembali Indonesia. Narasi itu ditunjukkan Belanda dengan mencoba masuk kembali Indonesia. Mereka pun bersiasat. Menyebar teror jadi ajian.

Belanda pun menggunakan bendera pemerintah sipil Hindia-Belanda NICA untuk melancarkan rencana. Apalagi Belanda membonceng sekutu untuk agenda itu. Perlahan-lahan militer Belanda datang mengepung Jakarta. Tujuannya jelas. Belanda ingin membuat nyali pejuang kemerdekaan ciut.

Replika pesawat angkut Dakota VT-CLA. (Wikimedia Commons)

Nyatanya kedatangan Belanda kembali tak membuat nyali pejuang kemerdekaan ciut. Sekalipun kalah jumlah senjata, pejuang kemerdekaan terus memberikan perlawanan. Keberanian itu membentuk sebuah narasi jikalau Indonesia tak pernah menyerah mempertahankan kemerdekaan.

Belanda pun berang. Operasi militer skala besar dilakukan. Agresi Militer I pun dilangsungkan pada 21 Juli 1947 sampai 5 Agustus 1947. Karenanya, pasukan Belanda menyerang pejuang kemerdekaan secara membabi buta di berbagai daerah. Tindakan Belanda pun memancing kecaman di berbagai negara dunia.

“Secara umum, Belanda merasionalkan keputusan mereka untuk menggunakan kekuatan militer dengan alasan bahwa pemerintah Republik tidak cukup mengawasi unsur-unsur ekstremis yang tersebar dalam wilayah Republik sehingga menghalangi implementasi Perjanjian Linggarjati yang sudah dibuat.”

“Meskipun Republik memang belum mampu mengawasi secara menyeluruh semua daerah organisasi-organisasi bersenjata tidak tetap, pengawasan ditingkatkan. Ketika Belanda melancarkan agresinya, lingkup maupun efektivitas pengawasan Republik atas wilayahnya sendiri jauh lebih besar daripada sebelumnya,” ungkap George McTurnan Kahin dalam buku Nasionalisme & Revolusi Indonesia (2013).

Agresi Militer I membawa kedukaan yang mendalam. Banyak di antara pejuang kemerdekaan gugur. Semuanya karena kebrutalan Belanda yang membabi buta. Salah satu kebrutalan yang terekam dalam ingatan adalah pasukan Belanda dengan pesawat ‘Kittyhawk” menembak jatuh sebuah pesawat angkut Dakota VT-CLA di Yogyakarta pada 29 Juli 1947.

Curtiss P-40 Kittyhawk, jenis pesawat tempur yang digunakan militer Belanda untuk menembak jatuh Dakota VT-CLA Indonesia dalam Agresi Militer I pada 29 Juli 1947. (Royal Australian Air Force Museum)

Padahal pesawat itu tujuannya untuk membawa bantuan obat-obatan dari Palang Merah Melaya. Akibatnya semua penumpang tewas. Antara lain Kapten Udara Adisumarmo Wiryokusumo, Komodor Muda Udara Abdulrachman Saleh, dan Komodor Muda Udara Agustinus Adisucipto.

“Sampai akhirnya, tanggal 29 Juli 1948 pesawat angkut Dakota milik Kalinga Airlines yang menerobos blokade, ditembak jatuh pesawat-pesawat pemburu Belanda, hanya beberapa saat sebelum mencapai Maguwo. Pesawat Dakota yang sedang dicarter oleh pemerintah Republik tersebut sebenarnya sedang melakukan misi kemanusiaan, membawa bantuan obat-obatan dari Palang Merah Malaya, kepada Palang Merah Republik.”

“Tetapi, pilot dan pemerintah Belanda tidak pernah merasa bersalah. Bahwa mereka menembak jatuh sebuah pesawat terbang sipil yang dengan mencolok telah mencantumkan lambang Palang Merah,” ungkap Julius Pour dalam buku Doorstoot naar Djokja (2009).

Penembakan pesawat Republik Indonesia untuk misi kemanusiaan, Dakota VT-CLA, oleh Belanda menjadi catatan sejarah hari ini 29 Juli 1947.