Bagikan:

JAKARTA - Hari ini 73 tahun yang lalu, atau tepatnya 24 Februari 1949, Menteri Pembangunan dan Pemuda pada Kabinet Hatta I, Menteri Soepeno ditembak mati oleh Belanda. Ia gugur saat bergerilya melawan Belanda. Sebelumnya, keputusan Soepeno bergerilya adalah mengikuti langkah Jenderal Sudirman. Penyebabnya karena Ibu Kota Indonesia, Yogyakarta telah dikuasai oleh Belanda. Soepeno pun memilih angkat senjata. Sebagai bentuk penghargaan, pemerintah Indonesia memberikannya gelar pahlawan nasional.

Semenjak proklamasi kemerdekaan, Belanda tak pernah ikhlas melepas Indonesia. Agresi militer Belanda I digulirkan. Kemudian Agresi Militer Belanda II. Tujuannya adalah kembali menguasai Indonesia seperti sedia kala. Dalam Agresi Militer Belanda II, pada 19 Desember 1948, Belanda memfokuskan serangan terhadap Ibu Kota Indonesia kala itu, Yogyakarta.

Serdadu Belanda dalam Agresi Belanda II di Indonesia tahun 1948-1949. (Foto: Wikimedia Commons)

Penyerangan dilakukan dengan serangan udara. Ragam bangunan diledakkan. Termasuk Radio Republik Indonesia. Imbasnya presiden hingga menteri Indonesia ditawan Belanda. Adapun menteri yang lolos dari serangan kemudian memilih untuk bergerilya bersama Jenderal Sudirman. Soepeno, salah satunya.

Perang gerilya jadi jalan ninja pria kelahiran Pekalongan, 12 Juni 1916 untuk berjuang. Namun, nasibnya tak mujur. Ia ditangkap oleh Belanda saat Soepeno dan pengawalnya sedang mandi di mata air di Desa Gater, Dukuh Ngliman, Nganjuk. Nyatanya, Belanda telah mematai aktivitas Soepeno selama ini.

Ia pun diinterogasi. Belanda tak yakin Soepeno berasal dari rakyat jelata. Bau badan Soepeno menurut Belanda berbeda dengan jelata. Tidak apek. Kecurigaan itu membuat Soepeno ditembak mati. Menurut saksi mata, saat ditembak mati Soepeno tak sedikitpun ketakutan.

Serdadu Belanda berada di kapal pendarat saat Agresi Belada II di Indonesia 1948-1949. (Foto: Wikimedia Commons)

“Dia (serdadu Belanda) tidak percaya Soepeno hanya seorang penduduk biasa yang berasal dari daerah itu. Memang, Soepeno memakai baju hitam model Warok Ponorogo. Tetapi, bau badannya bukan bau rakyat. Tidak ada bau apek seperti pada rakyat biasa."

"Serdadu Belanda tersebut bertanya sekali lagi. Tetapi Soepeno tetap tutup mulut. Serdadu Belanda tadi menjadi dongkol. Dia langsung meletakkan senjata yang ada di tangannya, tepat di pelipis kiri Soepeno. Tetapi, kendati begitu, Soepeno tetap tegar,” tutup Rosihan Anwar soal penembakan Menteri Soepeno dalam bukunya In memoriam: Mengenang yang Wafat (2002).

*Baca Informasi lain soal SEJARAH atau baca tulisan menarik lain dari Detha Arya Tifada.