Masuk Tindak Pidana Korupsi, Komisi III DPR Minta Dewas KPK Tindaklanjuti Kasus Gratifikasi Lili Pintauli

JAKARTA - Komisi III DPR menyatakan proses hukum terhadap Lili Pintauli Siregar yang diduga menerima gratifikasi masih harus ditindaklanjuti. Meskipun, Lili sudah mengundurkan diri sebagai pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). 

Diketahui, Lili Pintauli Siregar tiba-tiba mundur dari pimpinan KPK tepat dihari sidang putusan etik yang digelar oleh Dewan Pengawas (Dewas) pada Senin, 11 Juli. Sidang etik digelar untuk menindaklanjuti laporan yang berisi dugaan Lili menerima gratifikasi dari badan usaha milik negara (BUMN). 

"Kita sepakat pegangan kita adalah konstitusi negara. Kalau konstitusi negara Undang-Undang Dasar 1945 negara kita adalah negara hukum. Kalau tindakan melanggar pasal, peraturan, misalnya pasal korupsi UU Korupsi Nomor 19, itu ada pasal 3, ada pasal 11 pasal 12, kalau gratifikasi ada di pasal mana? Pasal 12? Itu tindak pidana? Tindak pidana," ujar Ketua Komisi III DPR Bambang Wuryanto atau Bambang Pacul di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa, 12 Juli. 

Menurut Bambang, tindak pidana tidak gugur meski yang bersangkutan mengundurkan diri dari jabatannya. Apalagi mundur sebelum sidang etik memutuskan dirinya bersalah. 

"Lalu tindak pidana itu habis karena kemudian dia mengundurkan diri? Mana bisa, teori dasarnya enggak pas bos. Negara hukum, tindakan pidana kemudian selesai dengan mengundurkan diri? Dari mana rumusannya? Tolong dong kasih tau saya," tegas Bambang.

Politikus PDIP itu menyebut akan mempertanyakan langkah Dewas KPK yang tidak melanjutkan kasus dugaan gratifikasi Lili pada rapat dengar pendapat di DPR. Bambang menekankan, proses hukum atas dugaan gratifikasi sudah tertuang dalam UU Korupsi sehingga memenuhi unsur pidana. 

"Nanti kita tanya di Komisi III. Kita tanyakan dasar hukumnya apa. Kalau hari ini pegangan saya dasar hukumnya tidak bisa. Pasal 12 kok, gratifikasi. Tinggal gratifikasi diterima awal atau diterima akhir. Kalau diterima awal gratifikasi itu namanya pasalnya 12 a, diterima akhir itu 12 b. Sama sama melanggar pasal kan gitu. Pasal UU Korupsi Nomor 19 bos, ada ini," jelas Bambang. 

"Apakah itu berlaku hanya untuk dikecualikan? Kan untuk seluruh warga negara republik indonesia. Pejabat negara dikecualikan? Kan begitu. Itu ada kawan saya sudah tidak menjabat juga masih kena proses bos, gratifikasi masuk. Aku enggak usah nyebut namanya lah ini enggak enak, tapi masuk juga sudah berhenti enggak menjabat," pungkasnya.