Pesangon Eks Karyawan Merpati Airlines Senilai Rp318 Miliar Berpotensi Tak Dibayar
JAKARTA - Pesangon eks karyawan Merpati mencapai Rp318 miliar untuk 1.233 karyawan belum juga dibayarkan perusahaan sejak 2014 lalu.
Bahkan, pesangon tersebut berpotensi tidak dibayarkan pascapengadilan negeri (PN) Surabaya memutuskan Merpati Airlines pailit.
Salah satu Tim Advokasi eks karyawan Merpati, David Sitorus mengatakan, jika pembayaran pesangon diproses melalui kurator dengan menggunakan hukum kepailitan, maka berpotensi mengalami penundaan, bahkan tidak dibayarkan debitur.
Sebab, bila mengacu pada hukum pailit eks karyawan Merpati bukan menjadi priotas.
"Bisa saja aset-aset yang dijual, nantinya karyawan ditempatkan pihak nomor tiga, bisa saja pembayaran itu tidak ada pembayarannya. Apabila pertemuan nanti diserahkan ke dalam kurator dan hukum pailit klien kami bukan prioritas," kata David kepada wartawan dikutip Jumat, 24 Juni.
Kewajiban Merpati Airlines kepada pihak ketiga, termasuk pesangon eks karyawan akan diselesaikan melalui penjualan seluruh aset perusahaan. Proses penjualan aset akan dilakukan dengan mekanisme lelang.
Langkah ini sesuai dengan penetapan Pengadilan Negeri (PN) Surabaya dengan memperhatikan aspek keadilan bagi seluruh pihak. Di mana, seluruh pihak diharapkan dapat menghormati dan mendukung proses hukum yang berlangsung.
David mengatakan, hukum kepailitan membuat posisi eks karyawan Merpati berada di bawah kreditur separatis. Posisi ini dinilai tidak menjadi prioritas debitur.
Apalagi, kata David, saat aset dijual maka yang akan mendapatkan dana dari penjualan aset adalah pihak-pihak yang memegang agunan seperti PT PPA, Bank Mandiri, Pertamina dan basi banyak lagi.
Menurut dia, hal ini sangat kontras dengan permintaan menteri BUMN Erick Thohir agar tidak zalim terhadap eks karyawan Merpati Airl
"Nah makanya kita lihat ini mau seperti apa. Saya tidak bisa berbicara lebih tapi saya berharap omongan statement Bapak Erick Thohir ini penuh dengan ketulusan hati, karena PPA ini kan adalah penerima mandat juga dari menteri BUMN dan Menteri Keuangan," tuturnya.
Dibanding dengan mekanisme penjualan aset, eks karyawan Merpati Airlines lebih memilih dana talangan. Sebab, jika menunggu aset dijual akan memakan waktu lebih lama bahkan bisa mencapai 5 hingga 6 tahun.
"Sekarang aset-aset ini kan di tangan pemerintah dan pemerintah bisa jual, ya buat aja dana talangan dulu seperti kasus Lapindo, kasus Jiwasraya negara menurunkan Rp22 triliun kok untuk konsumen-konsumennya tanpa peradilan segala macam," ucapnya.
Pemerintah Tak Niat Bayarkan Pesangon Rp318 Miliar
David menilai, selama ini pemerintah tak berniat untuk membayar pesangon senilai Rp318 miliar kepada para eks karyawan Merpati Airlines.
Hal ini tercermin dari tidak adanya kejelasan pembayaran pesangon hingga saat ini. Padahal, Merpati Airlines sudah berhenti beroperasi sejak 2014 silam.
"Kalau selama ini kan tidak ada niatnya. Dari tahun 2014 kosong gitu aja, belum ada niat satu set pun," ujarnya.
Menurut David, pihaknya juga sudah berusaha untuk bertemu dengan Menteri BUMN Erick Thohir sejak lama.
Namun, menurut David, Erick Thohir tak mau menemui eks karyawan Merpati Airlines.
Baca juga:
- Pertemuan PT PPA dengan Merpati Airlines Berujung Ribut, Kok Bisa?
- Eks Karyawan Merpati Minta Pemerintah Talangi Pesangon Rp318 Miliar
- Eks Pilot Minta Aset Merpati Airlines Diprioritaskan untuk Pembayaran Hak 1.233 Karyawan Senilai Rp312 Miliar
- Merpati Airlines Pailit, Menteri BUMN: Sudah Ditargetkan Tutup
Bahkan, lanjut David, dirinya sudah mencoba bertemu dengan Erick Thohir dengan difaslitasi Komnas HAM. Sayangnya, surat yang dikirimkan Komnas HAM pun tidak mendapatkan jawaban dari Erick Thohir.
"Kita sudah minta bertemu dengan Pak Erick, tapi Pak Erick tidak pernah mau bertemu dengan kita. Kita sudah kirim (surat), kemudian kita sudah ke Komnas HAM, Komnas HAM sudah meminta keterangan kepada Menteri BUMN pada waktu itu. Tetapi Keterangan tertulis tersebut tidak dijawab oleh menteri BUMN. Nah sekarang kita ke DPR, DPR sudah mengatakan tolong dikawal pailitnya PT Merpati Nusantara Airlines ini untuk memenuhi pesangon para karyawan," ucapnya.
VOI sudah mencoba menghubungi Staf Khusus Menteri BUMN, Arya Sinulingga untuk mengonfirmasi pernyataan kuasa hukum eks karyawan Merpati Airlines. Namun hingga berita ini ditulis, belum ada tanggapan dari yang bersangkutan.