Eks Pilot Minta Aset Merpati Airlines Diprioritaskan untuk Pembayaran Hak 1.233 Karyawan Senilai Rp312 Miliar
Paguyuban Pilot Eks Merpati (PPEM). (Foto: VOI/Mery Handayani)

Bagikan:

JAKARTA - Paguyuban Eks Pilot Merpati meminta aset yang dimiliki PT Merpati Nusantara Airlines (Persero) diprioritaskan untuk membayar hak para mantan karyawan.

Hal ini menyusul keputusan pailit yang dikeluarkan Pengadilan Niaga (PN) Surabaya beberapa waktu lalu.

Merpati Airlines masih menunggak untuk membayar pesangon kepada 1.233 eks pilot dan karyawan dengan nilai sebesar Rp312 miliar. Padahal, perusahaan tersebut telah berhenti beroperasi sejak 2014 silam.

Tim Advokasi Paguyuban Eks Pilot Merpati David Sitorus mengatakan, dengan putusan pailit, perjuangan daripada eks pilot, pramugari, aircabin crew dan para pegawai akhirnya menemukan titik terang.

"Putusan ini berarti aset PT MNA yang akan dipergunakan untuk membayar hak-hak pekerja termasuk eks pilot," katanya melalui pesan singkat, Senin, 13 Juni.

Dengan mempertimbangkan perlindungan HAM, kata David, seharusnya pembayaran hak pilot dan pegawai Merpati Airlines menjadi prioritas. Di mana aset Merpati Airlines digunakan untuk membayar gaji, pesangon, dan dana pensiun.

"Tim Advokasi Paguyuban Eks Pilot Merpati pun melakukan pengajuan tagihan kepada kurator yang telah ditetapkan Pengadilan Niaga Surabaya," tuturnya.

Sementara, Penasehat Politik Tim Advokasi Eks Pilot Merpati, Gunawan menegaskan bahwa dalam rangka perlindungan dan pemenuhan HAM, diperlukan pendampingan dan pengawasan kepada PT Perusahaan Pengelola Aset (PT PPA) yang selama ini mengelola aset Merpati Airlines.

Meskipun sudah ada Hakim Pengawas dan Kurator, kata Gunawan, agar pembayaran hak eks pilot, pramugari dan pegawai lainnya menjadi prioritas perlu pendampingan dan pengawasan oleh kementerian/lembaga terkait, DPR RI sampai instusi nasional HAM.

"Ini bukan sekadar aksi korporasi, tetapi ada tanggung jawab negara. Untuk itu Kantor Staf Presiden, Menteri Tenaga Kerja, Menteri BUMN, Menteri Keuangan, Komisi 6 DPR dan Komnas HAM perlu melakukan pendampingan kepada PT PPA dalam pemenuhan hak hak eks pilot dan pegawai PT MNA lainnya," ucap Gunawan.

Aset Merpati Disinergikan dengan Garuda

Sebelumnya, Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir mengatakan PT Merpati Nusantara Airlines (Perseo) atau Merpati Airlines merupakan satu dari tujuh perusahaan yang memang ditargetkan untuk ditutup.

Erick sendiri sudah menunjuk PT Danareksa (Persero) dan PT Perusahaan Pengelola Aset (Persero) atau PPA untuk memperbaiki perusahaan yang kurang baik hingga melikuidasi.

Lebih lanjut, Erick mengaku tidak mau menjadi pemimpin yang zalim kepada para karyawan perusahaan dengan membiarkan mereka tanpa kepastian.

"Jangan sampai kita zalim kepada para pekerja yang terkantung-katung. Lebih baik diselesaikan (ditutup)," katanya usai Rapat Kerja dengan Komisi VI, di Gedung DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa, 7 Mei.

Terkait dengan aset Merpati Airlines, kata Erick, yang masih bisa dimanfaatkan akan disinergikan dengan Garuda Indonesia maupun Pelita Air.

"Tentu asetnya yang masih kita manfaatkan ya kita sinergikan. Contoh Merpati ada maintenance-nya, itu bisa dinsinergikan dengan Garuda atau Pelita Air, itu bisa kita lakukan," ucapnya.

Anggota Komisi VI Andre Rosiade mengingatkan Erick Thohir untuk menyelesaikan pembayaran hak-hak pekerja Merpati Airlines. Termasuk juga pembayaran pesangon.

"Saya mau mengingatkan saja, saya baca di media putusan Merpati dipailitkan hari ini, yang kami titip pesan satu Pak Menteri, tolong hak-hak pegawai, pesangon pegawai tolong diperjuangkan untuk diselesaikan," kata Andre, dalam Rapat Kerja dengan Menteri BUMN, di Gedung DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa, 7 Mei.

Sementara itu, anggota Komisi VI DPR Hadir Herman Khaeron mengatakan, Komisi VI terus menyuarakan agar gaji dan pesangon para mantan karyawan Merpati Airlines segara dibayarkan.

"Kami di DPR berulang kali, menyuarakan bahwa segera selesaikan kewajiban kepada para pegawai, pegawai itu baik yang administrasi, teknis maupun pilot, karena justru inilah kewajiban utama yang harus dibayarkan," kata Herman.

Karena itu, Herman kembali meminta agar Kementerian BUMN di bawah pimpinan Erick Thohir tidak menghindar atas persoalan pilot eks Merpati yang sampai saat ini belum usai.

Herman menilai Menteri BUMN Erick Thohir harusnya menuntaskan persoalan prioritas ini. Jika tak kunjung dibayarkan, kata Herman, dosanya besar sekali.

"Dosanya besar sekali, zalim, mudah-mudahan dosanya enggak menular sampai anggota DPR," ucapnya.