Karangan Bunga Para Mantan Pilot Merpati Air untuk Erick Thohir: Yang Kami Miliki Sekarang Hanya Tinggal Nyawa
Foto: VOI/Mery Handayani

Bagikan:

JAKARTA - Paguyuban Pilot Eks Merpati (PPEM), hari ini, mendatangi Kantor Kementerian BUMN di Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat. Kedatangan meraka adalah untuk menyerahkan karangan bunga kepada Kementerian BUMN dan menuntut pembayaran sisa pesangon senilai Rp318 miliar dari 1.233 orang.

Karangan bunga itu tertulis: Kepada Yth Menteri BUMN, Kami mengucapkan selamat Idul fitri, Minal aidin wal faidzin mohon maaf lahir dan batin. Mohon bapak segera menyelesaikan pembayaran pesangon kami karena kehidupan dan penghidupan kami beserta keluarga saat ini telah sudah sangat menderita, yang kami miliki sekarang hanya tinggal nyawa kami. Hormat kami, Paguyuban Pilot Ex-Merpati.

Salah satu eks Pilot Merpati Air Eddy Sarwono menjelaskan, sudah empat tahun sejak tahun 2018, tidak juga ada kejelasan dari Kementerian BUMN terkait dengan pembayaran sisa pesangon karyawan dan eks pilot Merpati Airlines.

Lebih lanjut, Eddy mengatakan, pihaknya sudah melakukan berbagai cara agar ada titik terang dalam pembayaran sisa pesangon tersebut. Namun, menurut Eddy, hingga saat ini para mantan Pilot Merpati Airlines tidak mendapatkan hasil yang memuaskan.

"Jadi mulai agak intens itu di bulan Juni 2021, kita bikin konpers surat terbuka terhadap presiden, tapi sampai saat ini, kita coba dengan jalur audiensi belum ada hasilnya, belum ada titik temu. Malah Pak Erick Thohir ingin membubarkan lewat pengadilan segala macam," katanya saat ditemui di Kementerian BUMN, Jakarta, Rabu, 18 Mei.

Eddy menilai, jumlah gaji dan pesangon senilai Rp318 miliar tersebut tidak besar dan tidak menyulitkan bagi pemerintah. Namun, dia mengaku heran mengapa pemerintah tak juga membayarkan kewajiban tersebut.

"Sebenarnya dari negara tidak besar tapi saya enggak tahu enggak bisa, yang sedih lagi bahwa Merpati sudah cukup berjasa pembangunan negeri ini," jelasnya.

Menurut Eddy, alasan lamanya proses pembayaran pesangon tersebut lantaran proses penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) yang berlarut dari PT Merpati Nusantara Airlines. Apalagi, PT Perusahaan Pengelola Aset (Persero) atau PPA juga ikut mengajukan PKPU.

"Kami sendiri juga sudah berupaya mengajukan pembatalan homologasi ke PKPU, tapi anehnya PPA sebagai BUMN yang bertugas melakukan restrukturisasi dan revitalisasi malah ikut mengajukan PKPU. Sehingga seakan-akan seperti tidak mau kalah, aset ingin mereka kuasai juga," jelasnya.

Lebih lanjut, Eddy mengaku tak mengatahui mengapa PPA juga ikut mengajukan PKPU. Menurut dia, seharusnya PPA bertugas membenahi masalah yang dialami Merpati Airlines.

"Saya enggak ngerti kenapa mereka seperti itu, kalau jujur tugas PPA lah yang harus membenahi, sekian tahun hasilnya mana? ini jadi tanda kutip bagi Menteri Erick bahwa ada BUMN yang kualitasnya seperti itu," ucapnya.