JAKARTA - PT Merpati Nusantara Airlines (Persero) disebut-sebut masih menunda pembayaran atau hak normatif karyawan sejak 2016. Karena itu, sejumlah mantan pilot Merpati Airlines yang tergabung dalam Paguyuban Pilot Eks Merpati (PPEM) melayangkan surat terbuka kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang dikirim sejak 17 Juni 2021.
Ketua Paguyuban Pilot Ex Merpati (PPEM), Capt Anthony Ajawaila mengatakan surat terbuka tersebut juga ditembuskan khusus ke sembilan instansi yakni Wakil Presiden RI, Menteri BUMN RI, Menteri Keuangan RI, Menteri Perhubungan RI, Menteri Ketenagakerjaan RI, Ketua Komnas HAM RI, Ketua Komisi VI DPR RI, dan Ketua Ombudsman RI.
"Kami memohon dengan sangat, perhatian serta pertolongan Bapak Presiden untuk membantu dapat segera dibayarkannya hak pesangon kami yang sejak tahun 2016 belum tuntas diselesaikan oleh PT Merpati sebagai perusahaan milik negara," katanya dalam konferensi pers secara virtual, Rabu, 23 Juni.
Di dalam surat tersebut, kata Anthony, para eks pilot melaporkan persoalan hak pesangon yang tidak kunjung diselesaikan sejak 2016. Adapun jumlah mantan karyawan Merpati yang hak pesangonnya belum dipenuhi perusahaan mencapai 1.233 orang sejumlah Rp318,17 miliar.
Pada 22 Februari 2016, perusahaan mengeluarkan Surat Pengakuan Utang atau SPU dengan memberikan sebagian hak normatif kepada karyawan kurang lebih sebesar 30 persen dengan dijanjikan penyelesaiannya hingga Desember 2018.
Meski begitu, SPU dimaksud berubah menjadi Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) pada 14 november 2018 di Pengadilan Niaga Surabaya dengan syarat Merpati harus beroperasi untuk menyelesaikan hak-hak dan tanggung jawab tersebut.
Anthony mengatakan eks pegawai Merpati telah berupaya meminta penjelasan dari manajemen Merpati ihwal berbagai persoalan hak-hak yang belum tuntas dibayar itu. Namun, kata Anthony, sampai saat ini manajemen belum memberikan keterangannya.
"Janganlah kami diperlakukan seperti kata pepatah 'Habis manis, sepah dibuang'. Kami memohon dengan sangat, perhatian serta pertolongan Bapak Presiden untuk membantu dapat segera dibayarkannya hak pesangon, begitupun hak pensiun kami yang sampai saat ini tidak ada kepastiannya," tuturnya.
BACA JUGA:
Lebih lanjut, Anthony mengatakan eks pegawai berharap uang pesangon akan dinikmati di masa pensiun untuk melanjutkan keberlangsungan hidup keluarganya. Namun, tidak dibayarnya uang pesangon tersebut, tentunya menjadi masalah di setiap keluarga pegawai.
"Mulai dari adanya perceraian, anak sakit, putus sekolah, alih kerja menjadi sopir ojol, tukang bangunan, dan lainnya. Bahkan setiap minggu kami mendengar kabar kematian rekan kami sesama eks pegawai Merpati Airlines," ucapnya.
Sekadar informasi, Merpati Air telah berhenti beroperasi sejak Februari 2014. Dalam kondisi tutup operasi, perusahaan masih memiliki utang pembayaran gaji kepada karyawan dan pesangon yang belum tuntas dibayar.
Kementerian BUMN mengambil jalan untuk merestrukturisasi Merpati melalui melalui PT. Perusahaan Pengelola Aset (PPA) dengan skema penyertaan modal pemerintah. PMN yang disetujui pada 2015 adalah senilai Rp500 miliar. Dana itu digunakan untuk penyelesaian masalah karyawan sebesar Rp300 miliar.
Sedangkan Rp200 miliar lainnya untuk proses Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU), administrasi, dan pra-operasi untuk terbitkan AOC atau izin terbang kembali.