Bagikan:

JAKARTA - Pesawat Sriwijaya Air SJ-182 jatuh di sekitar perairan Pulau Laki dan Pulau Lancang, Kepulauan Seribu, DKI Jakarta, Sabtu, 9 Januari. Salah satu hal yang disoroti dari peristiwa ini adalah usia pesawat.

Merujuk pada planespotters, pesawat jenis Boeing 737-500 yang digunakan Sriwijaya Air dalam peristiwa ini merupakan lansiran pabrik Boeing di Renton, Seattle. Pesawat ini terbang perdana pada 13 Mei 1994. Artinya, pesawat ini memiliki umur sekitar 26,7 tahun.

Pengguna pertama pesawat ini adalah maskapai Amerika Serikat (AS), Continental Airlines pada 31 Mei 1994. Kemudian, pesawat ini berpindah tangan ke maskapai Paman Sam lainnya, United Airlines sejak 1 Oktober 2010. Kemudian, pesawat dipakai Sriwijaya Air sejak 15 Mei 2012.

Keputusan Menteri Perhubungan Republik Indonesia No.KM 115 Tahun 2020 Tentang Batas Usia Pesawat Udara yang Digunakan Untuk Kegiatan Angkutan Udara Niaga. Pesawat terbang kategori transpor untuk angkutan udara penumpang paling tinggi berusia 20 tahun.

Sementara untuk selain kategori transpor untuk angkutan udara penumpang usianya paling tinggi 25 tahun. Sebagai perbandingan, Southwest Airlines sebagai pengguna pertama Boeing 737-500 dengan memesan 20 pesawat, menerima pengiriman pertama pada tahun 1990. Di tahun 2016, mereka menghentikan penerbangan armada Boeing 737-500 miliknya.

Infografis jatuhnya pesawat Sriwijaya Air SJ-182 (Raga Granada/VOI)

Bukan usia

Profesor Keamanan Kedirgantaraan dari Embry-Riddle Aeronautical University, Florida yang juga penyelidik kecelakaan penerbangan, Anthony Brickhouse menuturkan, kendati perlu dibahas, namun faktor usia pesawat tidak bisa disalahkan sepenuhnya sebagai penyebab kecelakaan.

"Hanya karena sebuah pesawat berusia 26 tahun, tidak otomatis berarti (pesawat itu) tidak aman," katanya melansir USA Today.

Lebih jauh ia menerangkan, tolak ukur masa operasional suatu pesawat bukan hanya berdasarkan faktor usia pesawat semata. Ada ukuran terbaik untuk mengukur masa operasional suatu pesawat.

"Usia pesawat bukanlah ukuran terbaik. Jumlah lepas landas dan pendaratan, serta jam terbang lebih penting. Usia pesawat belum tentu memberi tahu kita banyak hal," kata Brickhouse. 

Sriwijaya Air SJ-182
Tim gabungan angkat puing pesawat Sriwijaya Air SJ-182 (Ilham Apriyanto/VOI)

Menariknya, ada faktor lain yang disoroti Brickhouse selain usia pesawat. Menurutnya, hal yang perlu diperhatikan adalah catatan keselamatan penerbangan di Indonesia yang relatif buruk. 

"Selama 15 tahun terakhir mereka pasti memiliki beberapa tantangan keamanan utama dengan maskapai yang berbeda," tandasnya.

Untuk diketahui, sejak tahun 2005 ada beberapa catatan masalah penerbangan di Indonesia. Semisal kecelakaan Mandala Airlines di Medan, Sumatera utara yang menewaskan 149 penumpang pada 5 September 2005. Kemudian di tahun 2007 ada kecelakaan Lion Air 574 rute Surabaya-Manado yang menewaskan 102 awak kabin dan penumpang. 

Ada juga kecelakaan Mimika Air 514 di Gunung Gergaji, Papua yang menewaskan 11 penumpang pada 17 April 2009. Di tahun yang sama, masih di Papua, 16 orang tewas dalam kecelakaan Merpati Nusatara Airlines 9760 di utara Oksibil.

Berikutnya, ada kecelakaan Air Asia Indonesia dengan nomor penerbangan QZ8501 di Perairan Laut Jawa, menewaskan 155 penumpang dan 7 kru pesawat pada 28 Desember 2014. Dan, di tahun 2018 kecelakaan pesawat Lion Air JT 610 yang menewaskan 189 penumpang dan awak kabin.