JAKARTA - Analis kebijakan dan komunikasi industri penerbangan Kleopas Danang Bintoroyakti mengatakan umur pesawat bukan menjadi satu-satunya penentu faktor keselamatan keselamatan penerbangan.
"Umur pesawat bukan menjadi penentu faktor keselamatan, karena faktor maintenance (perawatan) lah yang turut menentukan," kata Danang dikutip dari Antara di Jakarta, Selasa.
Pernyataan tersebut menanggapi tragedi jatuhnya pesawat Sriwijaya Air SJ-182 pada Sabtu 9 Januari pukul 14.40 WIB di perairan Kepulauan Seribu, Jakarta. Pesawat berbadan sedang tipe Boeing 737-500 itu diproduksi pada 1994 atau telah berusia 26 tahun.
Berdasarkan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 155 Tahun 2016 tentang Batas Usia Pesawat Udara yang Digunakan untuk Kegiatan Angkutan Udara Niaga, pesawat terbang kategori transportasi penumpang yang beroperasi di Indonesia paling tinggi berusia 35 tahun. Adapun pesawat terbang selain kategori tersebut maksimal berusia 45 tahun.
Terkait jenis pesawat Boeing 737-500, Danang menilai Boeing 737 seri Classics itu cukup tangguh.
"Jadi, kalau kita lihat zaman-zamanya pesawat ini berjaya, Boeing 737 Classics itu seperti Boeing 737-300, -400, -500 itu menjadi tipe pesawat yang memang paling laris di pasarnya (pesawat narrow bod/berbadan sedang) terutama digunakan untuk maskapai-maskapai yang mengoperasikan rute regional dan domestik," kata alumni ICAO Young Aviation Professional itu.
Dia menambahkan dari sisi spesifikasi seperti kapasitas penumpang, kargo, serta penggunaan bahan bakar lebih efisien dibandingkan versi pendahulunya Boeing 737-200.
Selain itu, lanjut Danang, struktur, sistem pengoperasian varian Boeing 737-300, -400,-500 ini memiliki kesamaan dan license common type rating untuk penerbang.
"Sehingga, tentunya memberikan nilai ekonomis tersendiri untuk maskapai yang mengoperasikan Boeing 737 Classics," katanya.
Dia menuturkan untuk Boeing 737-500 merupakan varian Boeing 737 yang terpendek sehingga kapasitas tempat duduk lebih sedikit, yakni 100 penumpang dibandingkan Boeing 737-300, -400 namun memiliki jarak tempuh yang sedikit lebih jauh dibandingkan versi -300 dan -400, yakni 2.375 nautical mile atau setara dengan 4.398 kilometer.
"Dari segi operational requirement (syarat pengoperasian) seperti panjang runway (landasan pacu) kurang dari 2.000 m +- 1.830 m, yang memberikan fleksibilitas untuk dioperasikan ke bandara-bandara sekunder," katanya.
Namun, Danang mengatakan untuk Boeing 737-500 mayoritas sudah dipensiunkan (phase out) biasanya pada umur 21 tahun.
Dalam Kondisi Laik Terbang
Sebelumnya, Direktorat Jenderal Perhubungan Udara Kementerian Perhubungan menyatakan bahwa pesawat Sriwijaya Air SJ-182 dinyatakan dalam kondisi laik udara sebelum terbang.
Pesawat jenis B737-500 tersebut telah memiliki certificate of airworthiness (sertifikat kelaikudaraan) yang diterbitkan oleh Kemenhub dengan masa berlaku sampai dengan 17 Desember 2021.
Berdasarkan data yang ada, pesawat Sriwijaya SJ-182 masuk hanggar pada 23 Maret 2020 dan tidak beroperasi sampai dengan Desember 2020. Kemudian, Ditjen Perhubungan Udara telah melakukan inspeksi pada 14 Desember 2020.
BACA JUGA:
Selanjutnya, pada 19 Desember 2020, pesawat mulai beroperasi kembali tanpa penumpang/no commercial flight dan pada 22 Desember 2020, pesawat beroperasi kembali dengan penumpang/commercial flight.
Kemenhub telah menindaklanjuti perintah kelaikudaraan (airworthiness directive) yang diterbitkan oleh Federal Aviation Administration (FAA) atau regulator penerbangan sipil di Amerika Serikat, dengan menerbitkan perintah kelaikudaraan pada 24 Juli 2020.
"Perintah kelaikudaraan tersebut mewajibkan operator yang mengoperasikan pesawat jenis Boeing 737-300/400/500 dan B737-800/900 untuk melakukan pemeriksaan engine sebelum dapat diterbangkan," kata Direktur Jenderal Perhubungan Udara Novie Riyanto.
Ditjen Perhubungan Udara melakukan pemeriksaan untuk memastikan pelaksanaan perintah kelaikudaraan tersebut telah dilakukan pada semua pesawat sebelum dioperasikan kembali.
Sebelum terbang kembali, telah dilaksanakan pemeriksaan korosi pada kompresor tingkat 5 (valve 5 stages engine due corrosion) pada 2 Desember 2020, yang dilakukan oleh Inspektur Kelaikudaraan Ditjen Perhubungan Udara.