JAKARTA - PT Merpati Nusantara Airlines (Persero) atau MNA belum melakukan pembayaran atau hak normatif kepada 1.233 karyawan sejak 2016 atau enam tahun lalu. Tak hanya pesangon, hak pensiun pun belum juga ditunaikan Merpati Airlines.
Ketua Paguyuban Pilot Ex Merpati (PPEM), Capt. Anthony Ajawaila mengatakan total hak pesangon pegawai yang belum dibayarkan mencapai Rp318,17 miliar.
"Serta nilai hak manfaat pensiun berupa solvabilitas (Dapen MNA dalam Likuidasi) dari 1.744 Pensiunan, sebesar Rp94,88 miliar," tuturnya dalam konferensi pers secara virtual, Rabu, 23 Juni.
Anthony mengatakan eks pegawai Merpati telah berupaya meminta penjelasan dari manajemen Merpati ihwal berbagai persoalan hak-hak yang belum tuntas dibayar itu. Namun, kata Anthony, sampai saat ini manajemen belum memberikan keterangannya.
Karena itu, kata Anthony, sejumlah mantan pilot Merpati Airlines yang tergabung dalam Paguyuban Pilot Eks Merpati (PPEM) melayangkan surat terbuka kepada Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang dikirim sejak 17 Juni 2021 dan telah memperoleh tanda terima.
"Janganlah kami diperlakukan seperti kata pepatah 'Habis manis, sepah dibuang'. Kami memohon dengan sangat, perhatian serta pertolongan Bapak Presiden untuk membantu dapat segera dibayarkannya hak pesangon, begitupun hak pensiun kami yang sampai saat ini tidak ada kepastiannya," ucapnya.
Lebih lanjut, Anthony mengatakan eks pegawai berharap uang pesangon akan dinikmati di masa pensiun untuk melanjutkan keberlangsungan hidup keluarganya. Namun, tidak dibayarkan uang pesangon tersebut tentunya ini menjadi masalah di setiap keluarga pegawai.
BACA JUGA:
"Mulai dari adanya perceraian, anak sakit, putus sekolah, alih kerja menjadi sopir ojol, tukang bangunan, dan lainnya. Bahkan setiap minggu kami mendengar kabar kematian rekan kami sesama eks pegawai Merpati Airlines," tuturnya.
Keresahan serupa juga diungkapkan pilot eks MNA, Eddy Sarwono. Penerbang yang telah mengabdikan diri selama 35 tahun di MNA ini berpendapat pesangon dan pensiun adalah hak yang harus dibayarkan oleh perusahaan dan dilindungi oleh undang-undang.
Kata Eddy, pemerintah juga harus mengingat jasa-jasa dan prestasi yang telah ditorehkan oleh MNA sebagai maskapai perintis di masa-masa kejayaannya sesuai dengan slogannya sebagai 'Jembatan Udara Nusantara'.
"Para eks pegawai tidak mengharapkan tanda jasa, kami hanya memohon perhatian dari pemerintah. Mengingat misi tugas MNA sebagai Jembatan Udara Nusantara yang merintis membuka daerah-daerah terpencil di Indonesia. MNA bukanlah BUMN yang hanya berorientasi pada profit semata, kami hanya ingin kejelasan tentang hak-hak kami sebagai eks karyawan untuk menunjang hidup di masa tua kami," ujar Eddy.