Bagikan:

JAKARTA - PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk (GIAA) tengah berada di ambang kebangkrutan. Tidak hanya menanggung utang hingga Rp70 triliun, kondisi Garuda Indonesia juga diperburuk dengan okupansi penumpang yang anjlok imbas pandemi COVID-19. Demi mendukung penyelamatan Garuda Indonesia, mantan Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah mengusulkan pemerintah membuka opsi menjual maskapai nasional ini.

Alih-alih melakukan upaya penyelamatan, menurut Fahri, lebih baik dijual ke publik. Hal itu dilakukan agar Garuda Indonesia tidak merugi terus dan tidak membebani keuangan negara.

Seperti diketahui, imbas pandemi COVID-19 okupansi Garuda anjlok hingga mengalami kerugi 100 juta dolar AS atau Rp1,4 triliun per bulan.

"Sudah dilepas saja, tapi penjualannya diprioritaskan ke pegawainya saja. Apa namanya tetap Garuda Indonesia atau Garuda Air, dia tetap disebut flag carrier, tapi polanya dipegang rakyat Indonesia, bukan negara lagi," katanya dalam keterangannya, Selasa, 15 Juni.

Wakil Ketua Umum Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia ini mengatakan apabila pengelolaan Garuda Indonesia diserahkan ke rakyat, manajemennya akan lebih baik. Selain itu, apabila berkembang pesat, bisa membuat kebanggaan tersendiri bagi negara dan bangsa Indonesia di level internasional, karena bisa bersaing dengan maskapai penerbangan di dunia.

"Tidak harus aktor negara, banyak anak muda yang bisa bikin bangga di luar negeri. Siapa sangka ada anak dari kampung saya di Lombok, namanya Lalu Zohri tiba-tiba mengagetkan dunia punya kecepatan lari yang bisa mengalahkan pelari lain dari seluruh dunia. Membanggakan dia, bisa berprestasi," ungkapnya.

Artinya, kata Fahri, banyak sumber daya manusia yang bisa membanggakan bangsa dan negara Indonesia, tidak harus negara yang turun langsung, asalkan rakyat diberikan kesempatan untuk mengelola Garuda Indonesia.

"Ceritanya yang beli pesawat terbang untuk Garuda dulu, kan bukan pakai uang negara juga, tapi sumbangan dari rakyat Aceh. Negara tidak sanggup, sementara kita perlu cepat terbang karena kita negara kepulauan," ucapnya.

Fahri berharap Garuda Indonesia tidak bernasib seperti Merpati Airlines, maskapai milik BUMN yang sudah ambruk terlebih dahulu beberapa tahun silam, karena salah pengelolaan dan merugi terus.

Menurut Fahri, pemerintah perlu mencontoh pengelolaan Singapore Airlines (Singapore), Qatar Airways (Qatar), Etihad dan Emirates (Uni Emirat Arab) yang menghilangkan sama sekali keterlibatan negara dalam pengelolaan maskapai penerbangan di negara mereka.

Pesawat Garuda Indonesia. (Foto: Dok. Garuda Indonesia)

"Jadi apa salahnya, kalau Garuda sekarang dipegang oleh rakyat Indonesia. Jangan seolah-olah yang bisa membanggakan republik ini hanya negara saja, rakyat juga bisa. Pemerintah cukup menunjukkan mekanisme pasar saja," tuturnya.

Empat opsi penyelamatan dari Kementerian BUMN

Pemerintah melalui Kementerian BUMN menawarkan empat opsi penyelamatan Garuda Indonesia. Opsi pertama, pemerintah akan terus mendukung Garuda melalui pinjaman atau suntikan ekuitas.

Opsi kedua, pemerintah akan menggunakan hukum perlindungan kebangkrutan untuk merestrukturisasi kewajiban Garuda, seperti utang, sewa, dan kontrak kerja.

Opsi ketiga, pemerintah akan merestrukturisasi Garuda dan mendirikan perusahaan maskapai nasional baru. Opsi keempat, Garuda Indonesia akan dilikuidasi dan sektor swasta dibiarkan mengisi kekosongan.

DPR dorong audit keuangan Garuda

Komisi VI DPR dorong audit keuangan dilakukan kepada maskapai Garuda. Langkah ini menyusul Garuda yang terus menyalami kerugian imbas anjloknya okupansi di masa pandemi COVID-19, sehingga kerugian yang ditanggung mencapai 100 juta dolar AS atau Rp1,4 triliun per bulan. Belum lagi, Garuda juga menanggung utang hingga Rp70 triliun.

Ketua Komisi VI DPR Faisol Riza mendorong audit forensik terhadap laporan keuangan Garuda segera dilakukan. Kata dia, audit dilakukan dengan melibatkan penegak hukum dan lembaga yang berwenang.

"Terkait penyelamatan Garuda Indonesia, saya memandang lebih kepada strategi hukum. Dimulai dengan audit forensik laporan keuangan PT. Garuda Indonesia. Dengan melibatkan BPK, KPK, Kejaksaan Agung lembaga berwenang lainnya," ujar Faisol Riza dalam keterangan tertulis kepada wartawan di Jakarta, Jumat, 4 Juni.

Menurut Faisol, melalui strategi hukum itu segala indikasi penyebab kebangkrutan Garuda nantinya lebih mudah untuk diinventarisasi. Termasuk dugaan adanya tindak pidana korupsi yang mungkin turut menjadi penyebab. Sehingga, dapat diketahui secara gamblang.

"Maka untuk melakukan inventarisasi masalah pun nantinya menjadi lebih mudah dilakukan, sebaliknya jika ada korupsi di dalam Garuda kita akan mengetahuinya secara jelas dan terang benderang," katanya.

Terkait upaya penyelamatan Garuda Indonesia yang dilakukan oleh Pemerintah melalui Kementerian BUMN, kata Faisol, selama sesuai Undang-Undang dan ketentuan hukum yang berlaku Komisi VI DPR RI akan tetap mendukung.

"Pada dasarnya kita Komisi VI DPR, mendukung penuh upaya penyelamatan maskapai Garuda Indonesia, selama upaya itu benar dan sesuai dengan undang-undang serta ketentuan hukum yang berlaku," ucapnya.