Pemilik Chelsea Roman Abramovich Bukan Keracunan, tapi Kena Ledakan Tabung Gas Air Mata?
JAKARTA – Laporan yang menyebut Roman Abramovich keracunan saat menghadiri perundingan damai Rusia dengan Ukraina disangkal. Sosok yang dikenal dekat dengan Presiden Rusia Vladimir Putin itu justru diberitakan terluka akibat ledakan tabung gas air mata.
Kabar terkait Abramovich terluka akibat ledakan tabung gas air mata menemui titik terang setelah harian Turki Haberturk dan saluran TV CNNTurk merilis laporan terbaru pada Kamis, 31 Maret kemarin. Laporan tersebut dipublikasikan secara luas di media nasional dan lokal di Spanyol.
"Abramovic tidak diracun, dia kena gas air mata menurut media Turki," demikian laporan situs berita, El Confidencial.
Sebelumnya, berita terkait Abramovich diracun ramai dilaporkan banyak media. Akan tetapi, klaim terbaru dari media Turki menyebut sosok 55 tahun itu sebenarnya terluka oleh tabung gas air mata yang meledak di sebelahnya saat meninggalkan negosiasi damai Ukraina dan Rusia.
Baca juga:
- Miss BumBum Suzy Cortez Pamer Pencapaian Lionel Messi Musim Ini, Mengolok-Olok CR7 yang Nirtrofi?
- Mantan Pesenam Rusia yang Jadi Simpanan Vladimir Putin Alina Kabaeva Memiliki Harta Kekayaan 3 Kali Lipat Ketimbang Mike Tyson!
- Buka Peluang 'Hubungannya' dengan Jake Paul, Petarung UFC Paige VanZant: Mengapa Tidak? Perempuan Suka Dibayar
- Fans Nigeria Bikin Kerusuhan usai Negaranya Disingkirkan Ghana dari Piala Dunia 2022, Satu Ofisial Pertandingan Dilaporkan Merenggang Nyawa
Insiden ini terjadi di ibukota Ukraina, Kyiv, pada 3 Maret lalu. Setelah kejadian, taipan yang menjadi pemilik Chelsea itu diterbangkan ke ibu kota Turki, Ankara, untuk dirawat secara rahasia di rumah sakit umum.
Pada laporan awal pekan ini Abramovich dan dua delegasi Ukraina diklaim kehilangan penglihatan mereka selama beberapa jam setelah insiden dugaan keracunan. Dugaan itu merujuk ke sebatang coklat yang dicurigai terpapar zat kimia.
Jurnalis investigasi Christo Grozev kemudian menghubungkan keracunan delegasi damai itu dengan agen kimia pada Perang Dunia I. Laporan tersebut pertama kali dimuat oleh Wall Street Journal.
Meski demikian, kabar tersebut langsung disangkal pemerintah Rusia. Mereka menyebut bahwa isu terkait insiden itu hanyalah teori konspirasi semata.