Prihatin Penutupan Kembali Sekolah Menengah untuk Wanita, Menlu Retno Harapkan Taliban Tinjau Keputusannya

JAKARTA - Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi prihatin dengan penutupan kembali akses sekolah menengah bagi wanita Afghanistan, mengharapkan Taliban yang berkuasa meninjau kembali keputusannya.

Taliban pada hari Rabu menarik kembali pengumuman mereka, bahwa sekolah menengah akan dibuka untuk anak perempuan, dengan mengatakan akan tetap tutup sampai sebuah ketentuan disusun sesuai dengan hukum Islam bagi mereka untuk dibuka kembali.

Guru dan siswa dari tiga sekolah menengah di sekitar ibu kota Kabul mengatakan para gadis telah kembali ke kampus dengan gembira pada Rabu pagi, tetapi diperintahkan untuk pulang. Mereka mengatakan banyak siswa pergi sambil menangis.

"Kami semua menjadi benar-benar putus asa ketika kepala sekolah memberi tahu kami, dia juga menangis," kata seorang siswa, yang tidak disebutkan namanya karena alasan keamanan, melansir Reuters 24 Maret.

Pembalikan itu mengejutkan banyak orang, mengundang kecaman dan keprihatinan dari lembaga-lembaga kemanusiaan, kelompok hak asasi dan diplomat, pada saat Pemerintahan Taliban sedang mencari pengakuan internasional.

"Saya sangat prihatin dengan keputusan Taliban untuk menutup akses sekolah menengah untuk anak perempuan di Afghanistan. Pendidikan untuk semua, termasuk perempuan dan anak perempuan, sangat penting untuk masa depan Afghanistan," tulis Menlu Retno di akun Twitternya.

"Indonesia akan terus mendorong pemberdayaan perempuan, khususnya akses pendidikan bagi perempuan dan anak perempuan di Afghanistan. Indonesia berharap Taliban dapat meninjau kembali keputusan ini," sambung Menlu Retno.

Diketahui, komunitas internasional telah menjadikan pendidikan anak perempuan sebagai tuntutan utama untuk pengakuan masa depan pemerintahan Taliban, yang mengambil alih negara itu pada Agustus ketika pasukan asing menarik diri.

Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa Antonio Guterres mengatakan, keputusan Taliban adalah "kekecewaan yang mendalam dan sangat merusak bagi Afghanistan."

"Penolakan pendidikan tidak hanya melanggar persamaan hak perempuan dan anak perempuan untuk pendidikan," kritik Guterres dalam sebuah pernyataan.

"Saya mendesak otoritas de facto Taliban untuk membuka sekolah bagi semua siswa tanpa penundaan lebih lanjut," tegasnya.

Sebelumnya, Kementerian Pendidikan Afghanistan telah mengumumkan pekan lalu, sekolah untuk semua siswa, termasuk anak perempuan, akan dibuka di seluruh negeri pada Rabu, setelah berbulan-bulan pembatasan pendidikan untuk anak perempuan usia sekolah menengah.

Pada Selasa malam, juru bicara Kementerian Pendidikan merilis video ucapan selamat kepada semua siswa atas kembalinya mereka ke kelas.

Namun, pada Hari Rabu, pemberitahuan Kementerian Pendidikan mengatakan sekolah untuk anak perempuan akan ditutup sampai ketentuan disusun sesuai dengan hukum Islam dan budaya Afghanistan, menurut Bakhtar News, sebuah kantor berita pemerintah.

Terpisah, Suhail Shaheen, anggota senior Taliban yang berbasis di Doha, mengatakan penundaan pembukaan sekolah perempuan karena masalah teknis, dengan Kementerian Pendidikan sedang mengerjakan seragam standar untuk siswa di seluruh negeri.

"Kami berharap masalah seragam ini bisa diselesaikan dan diselesaikan secepatnya," singkatnya.