JAKARTA - Presiden Rusia Vladimir Putin berencana untuk menghadiri KTT G20 berikutnya di Indonesia akhir tahun ini, menerima dukungan berharga dari Beijing pada Hari Rabu yang menolak wacana kemungkinan pengusiran Negeri Beruang Merah dari kelompok tersebut.
Amerika Serikat dan sekutu Baratnya sedang menilai, apakah Rusia harus tetap berada dalam Kelompok Dua Puluh ekonomi utama setelah invasi ke Ukraina, sumber yang terlibat dalam diskusi mengatakan kepada Reuters.
Tetapi, setiap langkah untuk mengecualikan Rusia mungkin akan diveto oleh negara lain dalam kelompok itu, meningkatkan prospek beberapa negara alih-alih melewatkan pertemuan G20, kata sumber tersebut.
"Ada diskusi tentang apakah pantas bagi Rusia untuk menjadi bagian dari G20. Jika Rusia tetap menjadi anggota, itu akan menjadi organisasi yang kurang berguna," sebut sumber senior G7, melansir Reuters 23 Maret.
Sementara itu, Duta Besar Rusia untuk Indonesia, yang saat ini menjabat sebagai Presiden G20 mengatakan, Presiden Putin bermaksud melakukan perjalanan ke Bali untuk menghadiri KTT G20 pada akhir Oktober mendatang.
"Itu akan tergantung pada banyak, banyak hal, termasuk situasi COVID, yang semakin baik. Sejauh ini, niatnya adalah, Dia ingin (datang)," terang Duta Besar Lyudmila Vorobieva dalam konferensi pers.
Ditanya tentang saran Rusia dapat dikeluarkan dari G20, dia mengatakan itu adalah forum untuk membahas masalah ekonomi dan bukan krisis seperti Ukraina.
"Tentu saja pengusiran Rusia dari forum semacam ini tidak akan membantu menyelesaikan masalah ekonomi ini. Sebaliknya, tanpa Rusia akan sulit untuk melakukannya."
China, yang tidak mengutuk invasi Rusia dan mengkritik sanksi Barat, membela Moskow pada Rabu, menyebut Rusia sebagai "anggota penting" G20.
G20 adalah kelompok yang perlu menemukan jawaban atas isu-isu kritis, seperti pemulihan ekonomi dari pandemi COVID-19, kata juru bicara Kementerian Luar Negeri China Wang Wenbin.
"Tidak ada anggota yang memiliki hak untuk memberhentikan negara lain sebagai anggota. G20 harus menerapkan multilateralisme yang nyata, memperkuat persatuan dan kerja sama," tegasnya dalam jumpa pers.
Sementara itu, Kanselir Jerman Olaf Scholz mengatakan, anggota G20 harus memutuskan tetapi masalah itu bukan prioritas sekarang.
"Ketika sampai pada pertanyaan tentang bagaimana melanjutkan dengan WTO (Organisasi Perdagangan Dunia) dan G20, sangat penting untuk mendiskusikan pertanyaan ini dengan negara-negara yang terlibat dan tidak memutuskan secara individual," tukas Scholz.
"Cukup jelas, bahwa kami sibuk dengan hal lain selain berkumpul dalam pertemuan semacam itu. Kami sangat membutuhkan gencatan senjata," tandasnya.
BACA JUGA:
Partisipasi Rusia dalam G20 hampir pasti akan dibahas pada Hari Kamis, ketika Presiden AS Joe Biden bertemu sekutu di Brussel, Belgia.
"Kami percaya bahwa itu tidak bisa menjadi bisnis seperti biasa bagi Rusia di lembaga-lembaga internasional dan di komunitas internasional," ujar. Penasihat Keamanan Nasional AS Jake Sullivan kepada wartawan.
Diketahui, invasi yang telah berlangsung hampir sebulan ini telah memaksa lebih dari 3,5 juta orang mengungsi, membawa isolasi ekonomi Rusia yang belum pernah terjadi sebelumnya, menimbulkan kekhawatiran akan konflik yang lebih luas di Barat yang tidak terpikirkan selama beberapa dekade.
Kantor hak asasi manusia PBB di Jenewa mengatakan pada hari Selasa bahwa pihaknya telah mencatat 953 kematian warga sipil dan 1.557 terluka sejak invasi. Kremlin membantah menargetkan warga sipil.