Ukraina Tuding Pasukan Rusia Bubarkan Unjuk Rasa Anti-Invasi Penduduk Kherson dengan Granat dan Tembakan

JAKARTA - Angkatan Bersenjata Ukraina mengatakan pasukan Rusia menggunakan granat kejut dan tembakan, untuk membubarkan unjuk rasa pengunjuk rasa pro-Ukraina di Kota Kherson selatan yang diduduki pada Senin.

Hampir sebulan invasi Rusia ke Ukraina yang berlangsung sejak 24 Februari lalu, intensitas ketegangan antaran pasukan Rusia dengan Ukraina meningkat di berbagai wilyah.

Rusia tidak segera mengomentari tudingan terkait insiden di Kherson tersebut. Sejak awal, Moskow menggarisbawahi, membantah menargetkan warga sipil.

Rekaman video menunjukkan beberapa ratus pengunjuk rasa di Lapangan Kebebasan Kherson berlarian dan untuk berlindung, ketika proyektil mendarat di sekitar mereka. Dentuman keras bisa terdengar dan ada awan asap keputihan. Suara tembakan juga bisa terdengar.

"Pasukan keamanan Rusia berlari, mulai melemparkan granat kejut ke kerumunan dan menembak," kata dinas pers angkatan bersenjata Ukraina dalam sebuah pernyataan, melansir Reuters 22 Maret.

Dikatakan setidaknya satu orang terluka tetapi tidak jelas bagaimana mereka menerima luka-luka mereka. Reuters tidak dapat memverifikasi secara independen senjata apa yang ditembakkan.

Video itu menunjukkan beberapa pengunjuk rasa kembali ke alun-alun. Seorang pria bertopi hitam berjalan mundur, berhenti di seberang jalan dari pasukan Rusia dan berdiri di sana sendirian, memegang bendera Ukraina kecil di atas kepalanya.

Kota Kherson, ibu kota regional berpenduduk sekitar 250.000 orang, adalah pusat kota besar pertama yang jatuh ke tangan pasukan Rusia, setelah mereka menginvasi Ukraina pada 24 Februari.

Sejak itu, kelompok-kelompok penduduk telah menggelar unjuk rasa reguler di pusat Kherson, memprotes pendudukan dan menunjukkan dukungan mereka kepada pemerintah di Kyiv dengan mengibarkan bendera Ukraina.

Awal bulan ini, pihak berwenang Ukraina mengatakan anggota Garda Nasional Rusia telah menahan lebih dari 400 orang di wilayah Kherson karena memprotes pendudukan. Para pengunjuk rasa menuduh Rusia mencoba menciptakan negara polisi di sana.

Diketahui, Rusia menyebut perang itu sebagai operasi militer khusus untuk melucuti senjata Ukraina dan melindunginya dari Nazi. Sementara, Barat menggambarkan ini sebagai dalih palsu untuk perang agresi yang tidak beralasan, untuk menaklukkan negara yang oleh Presiden Vladimir Putin digambarkan sebagai tidak sah.