Ironis, Perang Rusia dan Ukraina di Peringatan 51 tahun Lagu Perdamaian Imagine: Impian John Lennon Tak Kunjung Jadi Kenyataan

“You may say I’m a dreamer. But I’m not the only one. I hope someday you’ll join us. And the world will live as one.”

JAKARTA - Itu adalah cuplikan lagu Imagine karangan John Lennon. Imagine adalah tentang dunia damai sejahtera. Pertama kali mengudara  September 1971. Kini, setengah abad kemudian, dunia semakin lebih membutuhkannya ketimbang dulu saat Lennon bermimpi.

Saat peringatan 50 tahun lagu Imagine, situs resmi konten-konten John Lennon yang dikelola Yoko Ono, janda mendiang Lennon, membagikan gambar berisi tulisan Imagine All The People Living Life in Peace, dalam 110 bahasa termasuk Bahasa Indonesia dan Bahasa Jawa.

Jika hari ini dunia masih memperingati Imagine maka itu membuktikan bahwa lagu tersebut tidak lagi sebatas produk seni musik semata. Lagu itu sudah menjadi mimpi umat manusia tentang dunia yang damai sejahtera, di tengah api perang yang belum padam.

Serangan Rusia ke Ukraina terus dilancarkan menambah genting kondisi Ukraina.

Sekitar 100 ribu orang mengungsi, bahkan kabur, ke luar negeri karena khawatir serangan Rusia kian membahayakan nyawa mereka. Korban dari tentara hingga warga sipil terus berjatuhan

Sebuah gedung di Kyiv, Ukraina terbakar seteah dihujani bom oleh pasukan Rusia. (Foto: Ukraine's States of Emergency Services)

Kecaman dari dunia internasional tak juga menghentikan tekad Rusia melancarkan serangan, setelah berminggu-minggu membantah tudingan invasi. Sederetan sanksi pun dijatuhkan ke Rusia, meskipun negara pimpinan Presiden Vladimir Putin itu bergeming dan tetap melancarkan invasi. Puluhan orang, termasuk warga sipil dilaporkan tewas.

Serangan Rusia ke Ukraina digambarkan sebagai serangan terbesar oleh satu negara ke negara lain di Eropa sejak Perang Dunia II. Pecahnya konflik terbuka ini menjadi kulminasi konflik antara Rusia dan negara-negara Barat, yang tergabung dalam Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) dengan menyeret Ukraina. Berbagai upaya diplomasi dijalankan sejak November 2021, saat NATO mengumumkan adanya pengerahan pasukan Rusia di dekat perbatasan Ukraina, tetapi gagal.

Perang 2014 Menewaskan 14 Ribu Orang

Sebelum  konflik yang berujung penyerangan Rusia ke Ukraina, Rusia telah mencaplok Semenanjung Krimea di selatan Ukraina pada tahun 2014. Lebih dari 14.000 orang tewas dalam pertempuran besar-besaran pada bulan Mei di wilayah tersebut, yang dikenal sebagai Donbas, dan setidaknya dua juta orang terpaksa meninggalkan rumah mereka. Pencaplokan itu dilakukan dengan dalih bahwa Rusia membela  kepentingan warga negara yang berbahasa Rusia.

Wakil Perdana Menteri Ukraina untuk urusan Eropa, Olha Stefanishyna mengatakan negaranya lebih terorganisir hari ini daripada tahun 2014, terakhir kali Rusia menginvasinya.

“Kami tidak memiliki tentara di tahun 2014. Kami tidak tahu seperti apa agresi Rusia. Kami berpikir bahwa perang penuh akan terjadi di wilayah kami, jadi kami sedang mempersiapkan perlindungan besar-besaran terhadap integritas teritorial kami tanpa sumber daya untuk itu," katanya seperti dikutip Reuters.

Pesan yang dituliskan di balik seragam pemain asal Ukraina, Ruslan Malinovsky, yang bermain di klub Liga Italia Serie A, Atalanta. (Foto: Instagram@uafukraine)

Selama berabad-abad, Ukraina merupakan bagian dari Kekaisaran Rusia yang juga pernah menjadi bagian Uni Soviet. Ukraina merdeka pada 1991 ketika Uni Soviet bubar usai Perang Dingin. Sejak saat itu, ada ketegangan antara hubungan lama Ukraina dengan Rusia dan kesetiaan baru dengan negara-negara Barat. Putin sebagai Pemimpin Rusia ingin mendapatkan kembali kendali di negara bekas Uni Soviet itu.

Ukraina negara demokrasi berpenduduk 44 juta jiwa, secara geografis merupakan negara terbesar di Eropa setelah Rusia. Ukraina memilih untuk merdeka dari Rusia menyusul pecahnya Uni Soviet dan menyatakan ingin bergabung dan Uni Eropa. Sejak saat itu, ada ketegangan antara hubungan lama Ukraina dengan Rusia dan kesetiaan baru dengan negara-negara Barat.

Bencana Kelaparan di Masa Uni Soviet

Lantas apa yang memicu Ukraina ingin terlepas dari Rusia?

Kebencian warga Ukraina terhadap Rusia punya akar sejarah yang panjang. Saat bencana kelaparan melanda pada 1930-an, sedikitnya empat juta orang Ukraina meninggal kelaparan akibat pemaksaan kebijakan pertanian kolektif era Diktator Uni Soviet, Joseph Stalin.

Rakyat Ukraina menyebutnya Holodomor atau mati kelaparan. Jumlah orang yang meninggal akibat bencana kelaparan pada 1932-1933 diperkirakan mencapai empat juta jiwa. Di tengah invasi Rusia, kenangan pahit itu semakin memupuk kebencian terhadap Rusia. Berbagai wilayah kekuasaan Uni Soviet menderita akibat kebijakan pertanian dan penindasan keji Stalin, tapi Ukraina mencatatkan jumlah kematian terbanyak.

Ilustrasi mural menentang perang. (Foto: Unsplash)

Semua negara paham, kenangan adalah senjata yang kuat. Trauma Holodomor adalah inti dari pemikiran Ukraina sebagai sebuah negara yang menentang dominasi Rusia. Saat mengenang kehororan bencana kelaparan masa lalu.

Presiden Joko Widodo melalui Twitter menyerukan penghentian konflik bersenjata di Ukraina. ”Stop perang. Perang menyengsarakan umat manusia dan membahayakan dunia,” cuit Presiden Jokowi, Kamis 24 Februari 2022.

Seruan agar perang Rusia dan Ukraina segera diakhiri harus terus digaungkan. Seperti Imagine, lagu seruan perdamaian dari John Lennon yang tak henti dinyanyikan meskipun perang terus saja terjadi di berbagai belahan bumi.