Pembunuhan Tragis John Lennon yang Terinspirasi Sebuah Novel
Musisi John Lennon (Instagram @johnlennonofficial)

Bagikan:

JAKARTA - Tepat 39 tahun lalu, seorang pria berusia 25 tahun tanpa ragu menodongkan pistolnya ke arah musisi terkenal Inggris, John Lennon. Lima kali tembakan yang memuntahkan timah panas pun bersarang di tubuh suami dari Yoko Ono itu.

Si penembak diketahui bernama Mark David Chapman, yang sebelumnya telah menguntit John selama berhari-hari dari luar gedung apartemennya di The Dakota, New York, Amerika Serikat. Dikutip dari Biography, peristiwa berdarah tersebut terjadi sekitar pukul 11 malam, pada tanggal 8 Desember 1980 lalu. 

Sebelum melakukan kejahatannya, Chapman diketahui sempat menemui John Lennon untuk meminta tanda tangan, pada sore harinya. Sampai pada akhirnya, niatan untuk membunuh gitaris The Beatles itu tak lagi terbendung. 

Chapman, menodongkan sebuah pistol revolver berkaliber 38 mili yang diarahkan ke John Lennon. Lima kali bunyi letusan tembakan terdengar pada malam itu. Timah panas melukai punggung, dada, dan pundak John Lennon. 

Mantan personel The Beatles itu segera dilarikan ke rumah sakit karena mengalami pendarahan yang parah. Namun sayang, setelah dokter di ruang gawat darurat beberapa menit berusaha menyelamatkan musisi legendaris itu, nyawa Lennon tak tertolong. 

Sang istri histeris menerima kenyataan suami tercintanya tewas. Tak hanya Ono, dunia pun berduka atas meninggalnya John Lennon. 

Berita kematian John Lennon segera disiarkan di seluruh berita televisi Amerika Serikat. Howard Cosell dari ABC, jadi pembawa berita pertama yang menyampaikan kabar duka bahwa John Lennon telah meninggal.

Selama beberapa hari sesudah peristiwa penembakan tersebut, ribuan penggemar John Lennon berkumpul di dekat gedung apartemen The Dakota untuk menunjukkan rasa berdukanya. Publik AS menyatakan bahwa pembunuhan Lennon dicatat sebagai pembunuhan terbesar sejak pembunuhan Presiden John F. Kennedy.

Untuk mengenang John Lennon, sebuah area dibangun dan diberi nama 'Strawberry Fields'. Strawberry Fields dibangun di dekat apartemen The Dakota, tempat tinggal sekaligus tempat terbunuhnya John Lennon. 

Ladang Strawberry Fields ditanami dengan pohon elm yang tinggi, semak, bunga-bunga, dan bebatuan. Area ini juga ditetapkan sebagai zona tenang di Central Park. Selain itu terdapat sebuah mozaik yang bertuliskan 'Imagine', lagu populer yang dinyanyikan oleh Lennon. 

Imagine adalah lagu yang menyampaikan harapan agar dunia terhindar dari kekerasan, konflik, dan perang. Orang-orang juga mengampanyekan Strawberry Fields sebagai 'taman perdamaian'. 

pusara John Lennon di Strawberry Fields (doc. Jstor-Daily)

Termotivasi sebuah novel

Dalam keterangannya, sang eksekutor Mark David Chapman menceritakan alasan mengapa ia akhirnya menembak Lennon. Ia menembak mantan anggota The Beatles tersebut karena ingin "mencuri" ketenaran John Lennon.

Dia juga mengungkapkan bahwa merencanakan pembunuhan tersebut selama tiga bulan dan mempertimbangkan untuk membunuh publik figur lain seperti Johnny Carson, Jackie Onassis, Paul McCartney, Elizabeth Taylor, George C. Scott, dan Ronald Reagan, para publik figur yang Chapman nilai sebagai orang yang palsu. 

Sebelum melakukan aksinya, Chapman bahkan sempat membeli sebuah novel berjudul 'The Catcher in the Rye' dari toko buku di New York. "Ini adalah pernyataan saya" pada tulisan 'Holden Caulfield', karakter protagonis dalam novel tersebut. Setelah membeli novel, Chapman kemudian menghabiskan waktunya di sekitar pintu masuk gedung apartemen The Dakota, area tersebut juga terkenal sebagai tempat Lennon meladeni penggemarnya.

Setelah berhasil membunuh John Lennon, Chapman tidak langsung kabur melarikan diri. Ia bahkan tetap berada di tempat kejadian sampai polisi menangkapnya. Chapman juga mengakui kejahatan yang telah dilakukannya kepada majelis hakim dan menerima hukuman 20 tahun penjara atau selama sisa hidupnya.

The Catcher in Rye disebut sebagai sebuah novel yang menginspirasi Chapman untuk membunuh Lennon. Bahkan Holden Caulfield, karakter favorit Chapman, adalah seseorang yang mencintai anak-anak. 

Caulfield juga menganggap dunia orang dewasa buruk dan menyedihkan. Mimpinya, yang ia sampaikan kepada adik perempuannya, Phoebe, adalah menjadi "penangkap di ladang" yang menyelamatkan anak-anak agar tidak jatuh dari "tebing gila." Jatuh dari tebing tampaknya melambangkan jatuh ke dunia orang dewasa, yang penuh dengan kepalsuan dan kotor. Karena itu, Caulfield berusaha melarikan diri dari dunia orang dewasa.

Chapman begitu menyukai karakter Holden Caulfield hingga ingin mengubah namanya menjadi Holden Caulfield. Suatu hari ia melihat foto John Lennon dan berkata "Kau palsu. aku berdoa agar iblis merasukiku dan memberiku kekuatan untuk menarik pelatuk pistol". 

Setelah menembak Lennon, ia berencana untuk memegang novel tersebut sambil berteriak "Aku adalah Holden Caulfield generasi sekarang" namun ia terkejut setelah membunuh Lennon, ia tidak berubah menjadi Holden Caulfield. Sadar bahwa dirinya tidak berubah menjad Caulfield, akhirnya niat Chapman berubah untuk mempopulerkan novel tersebut. 

"Orang-orang akan membaca novel ini dengan pertolongan media yang maha kuasa," ujarnya kepada pengacara, dikutip dari Ruther Ford.

Mark David Chapman Saat Ini

Saat ini Chapman dipenjara di Attica Correctional Facility di Attica, New York. Ia telah beberapa kali mengajukan bebas bersyarat, namun tidak juga dikabulkan. Terakhir kali ia mengajukan bebas bersyarat pada 2018. Setelah 30 tahun lebih berlalu, Chapman akhirnya menyadari bahwa perbuatan yang telah ia lakukan salah. Chapman selalu teringat wajah ramah Lennon terakhir kali saat ia meminta tanda tangan. 

"Aku teringat waktu itu memiliki pikiran 'Hey, kamu memiliki albumnya sekarang. Lihat, dia (Lennon) telah menandatanganinya, lekas pulang' namun saat itu aku malah tidak langsung pulang," jelas Chapman saat sidang pengajuan bebas bersyarat, dilansir dari Rolling Stone, Minggu 8 Desember 2019. 

Kini Chapman menyebut sang pembunuh, yang mana adalah dirinya sendiri, adalah orang yang tak berperasaan, hanya membuat kebusukan, dan merasa tidak ada niat buruk pribadi terhadap John Lennon. Chapman usia 25 tahun begitu niat membunuh Lennon, hingga memilih peluru hollow point bullet, yang efeknya lebih mematikan dari pada peluru biasa. 

"Aku amankan peluru-peluru tersebut untuk memastikan dia akan mati. Setelah kejadian aku juga pastikan dia tidak menderita," jelas Chapman, seperti yang dilaporkan AP. 

Chapman akan kembali mengajukan bebas bersyarat pada Agustus 2020. Itu artinya ia mengajukan bebas besyarat untuk yang kesebelas kalinya.