Pertama Kalinya Drone Menyelamatkan Orang Terjebak di Laut, dalam Sejarah 18 Januari 2018
JAKARTA - Pada 18 Januari 2018, dua remaja laki-laki diselamatkan oleh sebuah pesawat tak berawak (drone) yang tengah diuji coba di Australia. Hal tersebut menjadikannya sebagai misi penyelamatan pertama di dunia yang dilakukan oleh drone.
"Ini adalah penyelamatan pertama di dunia," kata Wakil Perdana Menteri New South Wales John Barilaro.
Melansir DW, selain dilengkapi dengan perangkat flotasi, Australia juga menguji drone yang mampu mendeteksi hiu, ubur-ubur, dan predator lain di bawah air. Pihak Australia menggunakan algoritma kecerdasan buatan berdasarkan sejumlah besar foto.
Drone tersebut dapat melihat potensi keadaan darurat dari 60 meter di atas air dan bergerak dengan kecepatan mencapai 50 kilometer per jam. Fakta tersebut dilaporkan organisasi penyelamat Surf Life Saving yang menguji drone itu.
Dua remaja yang diselamatkan tersebut adalah laki-laki berusia 17 tahun dan 15 tahun. Keduanya terperangkap dalam ombak saat berenang di lepas pantai Lennox Head di negara bagian New South Wales, Australia. Pengunjung pantai melihat mereka terus berjuang dengan ombak setinggi 3 meter dan segera memberi tahu penjaga pantai.
Untungnya, penjaga pantai sedang mempersiapkan sesi uji coba drone. Pilot drone menyebarkan perangkat dari jarak sekitar satu kilometer dan menemukan keduanya. Drone tersebut kemudian menjatuhkan pelampung penyelamat di dekat mereka. Mereka bisa menepi ke pantai berkat menempel pada pelampung tersebut.
"Saya bisa meluncurkannya, menerbangkannya ke lokasi, dan menjatuhkan semuanya (pelampung penyelamat) dalam waktu sekitar satu hingga dua menit," kata supervisor penjaga pantai Jai Sheridan.
Tanpa drone, penjaga pantai membutuhkan waktu tiga kali lebih lama untuk menjangkau kedua remaja tersebut. Sekretaris Parlemen Ben Franklin mengamati bahwa kelelahan dapat menjadi salah satu penyebab utama tenggelam di laut.
Drone sang penyelamat
Drone memang menjadi teknologi yang dapat diandalkan untuk menyelamatkan nyawa orang lain. Di Rwanda contohnya, drone dapat memangkas waktu pengiriman obat yang menyelamatkan jiwa ke daerah-daerah terpencil di dari empat jam menjadi satu jam.
Mengutip The Guardian, kemitraan antara Zipline, sebuah perusahaan robotika Silicon Valley dan kementerian kesehatan negara itu kerap mengirimkan ribuan kantong darah, seringkali dalam situasi genting untuk menyelamatkan jiwa. Belum pernah pasien di negara ini menerima darah dengan begitu cepat dan efisien sebelumnya.
Sementara penggunaan drone komersial di negara-negara maju kerap terhambat dengan izin wilayah udara dan langit yang sibuk. Zipline mengirimkan darah ke 12 rumah sakit regional dari sebuah pangkalan di timur Rwanda. Setiap rumah sakit melayani sekitar setengah juta orang.
Penggunaan drone juga membantu mengurangi kematian ibu akibat kehilangan darah saat melahirkan. Pengiriman kantong darah dengan drone juga mengurangi tingginya insiden anemia akibat malaria, yang umum terjadi pada anak-anak. Pengiriman drone juga membuat rumah sakit hanya perlu menyimpan sedikit darah, yang berarti lebih sedikit limbah darah yang rusak.
*Baca Informasi lain soal SEJARAH HARI INI atau baca tulisan menarik lain dari Putri Ainur Islam.
SEJARAH HARI INI Lainnya
Baca juga: