Kritik Washington, Jubir Kementerian Luar Negeri Rusia Sebut Pejabat AS Tidak Paham Situasi di Kazakhstan
JAKARTA - Beberapa perwakilan Amerika Serikat (AS) tidak mengerti apa yang terjadi di Kazakhstan dan menganggapnya sebagai posisi resmi Washington, kritik juru bicara Kementerian Luar Negeri Rusia Maria Zakharova.
Diplomat itu mengomentari pernyataan sekretaris pers Gedung Putih Jen Psaki, bahwa Amerika Serikat memiliki pertanyaan tentang legalitas permintaan otoritas Kazakhstan untuk menggunakan kekuatan Organisasi Perjanjian Keamanan Kolektif (CSTO) di negara itu.
"Semua orang terbiasa dengan kenyataan bahwa beberapa perwakilan Washington tidak memahami segalanya, menganggapnya sebagai posisi Amerika Serikat," tulis Zakharova di saluran Telegramnya, mengutip TASS 8 Januari.
Diberitakan sebelumnya, Amerika Serikat memantau dengan cermat laporan adanya pasukan penjaga perdamaian dari Organisasi Perjanjian Keamanan Kolektif (CSTO) pimpinan Rusia, yang dikerahkan ke Kazakhstan. Dan memiliki pertanyaan tentang apakah mereka diundang secara sah ke negara itu.
"Kami memantau dengan cermat laporan Organisasi Perjanjian Keamanan Kolektif telah mengirim pasukan penjaga perdamaian kolektifnya ke Kazakhstan," kata sekretaris pers Gedung Putih Jen Psaki pada konferensi pers Kamis lalu, seperti mengutip Reuters.
"Kami memiliki pertanyaan tentang sifat permintaan ini dan apakah itu undangan yang sah atau tidak. Kami tidak tahu saat ini," sebut Psaki.
Psaki mengatakan, Washington akan mengawasi setiap pelanggaran hak asasi manusia dan setiap tindakan yang mungkin menjadi predikat untuk penyitaan institusi Kazakhstan.
Sementara, Presiden Kazakhstan Kassym-Jomart Tokayev mengatakan dalam sebuah pidato kepada rakyatnya, ia telah mengajukan permohonan ke Organisasi Perjanjian Keamanan Kolektif (CSTO) yang dipimpin Rusia, untuk memerangi apa yang disebutnya 'kelompok teroris' yang telah 'menerima pelatihan ekstensif di luar negeri'.
Diketahui, CSTO sendiri merupakan aliansi yang terdiri dari Rusia, Belarus, Armenia, Kazakhstan, Kirgistan dan Tajikistan. Permintaan Kazakhstan pun direspon oleh CSTO.
Baca juga:
- Presiden Filipina Duterte Perintahkan Aparat Tangkap Warga yang Enggan Divaksin COVID-19 dan Nekat Keluar Rumah
- Keras Peringatkan Rusia Soal Ukraina, Menlu Inggris: Rusia Adalah Agresor, NATO Selalu Defensif
- Dokter Ungkap Korban Pembantaian Militer Myanmar di Karenni Dibunuh dengan Cara Paling Kejam dan Tidak Manusiawi
- Militer Myanmar Penjarakan Pengawal Pribadi Wanita Kepercayaan Aung San Suu Kyi, Berasal dari Unit Anti-Teror
Terpisah, Perdana Menteri Armenia Nikol Pashinyan yang saat ini menjabat sebagai Ketua CSTO mengatakan di Facebook, aliansi akan mnegirim pasukan penjaga perdamaian kolektif untuk jangka waktu terbatas, untuk menstabilkan dan menormalkan situasi di negara tersebut yang disebabkan oleh gangguan pihak luar," mengutip The National News.
Untuk diketahui, Sekretaris Jenderal CSTO mengatakan kepada kantor berita RIA, pasukan penjaga perdamaian secara keseluruhan akan berjumlah sekitar 2.500 dan dapat diperkuat jika perlu.