Kecam Sanksi Amerika Serikat Sebagai Tindakan Sesat, China Peringatkan Bakal Menyerang Balik dengan Tegas
JAKARTA - China telah memperingatkan Amerika Serikat, mereka akan menyerang balik sebagai tanggapan atas tindakan sembrono, mendesak Washington untuk menarik sanksi baru0baru ini yang menargetkan orang dan entitas terkait dengan tudingan pelanggaran HAM oleh Beijing.
Amerika Serikat memberlakukan sanksi terkait hak asasi manusia pada Hari Jumat terhadap individu dan entitas China, menambahkan individu dan entitas yang terkait dengan Myanmar, Korea Utara dan Bangladesh.
Menanggapi hal ini, juru bicara Kementerian Luar Negeri China Wang Wenbin mengecam sanksi tersebut sebagai 'tindakan sesat'.
"Kami mendesak AS untuk segera menarik keputusan salah yang relevan dan berhenti mencampuri urusan dalam negeri China dan merugikan kepentingan China," ujarnya mengutip Al Jazeera 14 Desember.
"Jika AS bertindak sembrono, China akan mengambil langkah-langkah efektif untuk menyerang balik dengan tegas," tegas Wang.
Langkah-langkah tersebut adalah yang terbaru dari serangkaian sanksi yang bertepatan dengan KTT virtual dua hari Presiden Biden untuk Demokrasi, di mana ia mengumumkan inisiatif untuk meningkatkan demokrasi di seluruh dunia dan mendukung undang-undang pro-demokrasi di Amerika Serikat.
Kemarin, Wang bersumpah bahwa Beijing "tidak tergoyahkan dalam tekadnya untuk membela kedaulatan, keamanan, dan kepentingan pembangunan nasional."
Dia juga membela kebijakan China dalam menangani komunitas Muslim Uighur di wilayah otonomi Xinjiang, dengan mengatakan pihaknya bertekad "untuk memerangi kekerasan, terorisme, separatisme, dan kekuatan ekstremis agama."
"Tindakan sesat Amerika Serikat tidak dapat menghancurkan keseluruhan bentuk pembangunan Xinjiang, menghentikan kemajuan China, atau membalikkan tren perkembangan sejarah," paparya.
Di antara mereka yang ditargetkan oleh Departemen Keuangan AS untuk sanksi adalah perusahaan intelijen buatan China SenseTime, yang menuduhnya telah mengembangkan program pengenalan wajah yang dapat menentukan etnis target, dengan fokus khusus pada mengidentifikasi etnis Uighur.
Terpisah, pakar PBB dan kelompok hak asasi memperkirakan lebih dari satu juta orang, terutama Uighur dan anggota minoritas Muslim lainnya, telah ditahan atau dipenjara dalam beberapa tahun terakhir di sistem kamp yang luas di Xinjiang.
Kamis pekan lalu, pengadilan tidak resmi dan independen yang berbasis di Inggris juga memutuskan Pemerintah China melakukan genosida, kejahatan terhadap kemanusiaan dan penyiksaan terhadap Uighur dan minoritas lainnya.
Sir Geoffrey Nice QC, kepala Pengadilan Uighur dan pengacara hak asasi manusia terkemuka, mengatakan pemerintah China telah menargetkan populasi Muslim Uighur dengan kebijakan pengendalian kelahiran, serta sterilisasi paksa untuk mengurangi populasi kelompok tersebut.
Dia mengatakan, "aparat represi negara yang luas ini tidak akan ada jika sebuah rencana tidak disahkan di tingkat tertinggi."
Baca juga:
- Laporkan Kematian Pertama Pasien Varian Omicron, Menteri Kesehatan Inggris: Tidak Ada yang Menyebar Secepat Ini
- Israel Cabut Fasilitas Mobil, Sopir hingga Pengawal untuk Istri dan Anak Mantan PM Netanyahu Meski Ada Ancaman
- Tuduh Ukraina Memobilisasi Artileri, Rusia: Negosiasi Penyelesaian Damai Menemui Jalan Buntu
- Ungkap Ada Staf CIA Bekerja di Pemerintahan Rusia pada 1990-an, Presiden Putin: Saya Membersihkan Semuanya
Sementara itu, Wang juga mengecam KTT Demokrasi baru-baru ini yang diselenggarakan oleh AS, dengan mengatakan Washington tidak dapat memutuskan apakah suatu negara demokratis atau tidak dengan tolok ukurnya sendiri.
"KTT untuk Demokrasi justru mengkhianati sifat asli AS sebagai penghancur demokrasi sambil menanggalkan penyamarannya sebagai pembela demokrasi," kritik Wang.
Wang meminta semua negara untuk bekerja sama mengatasi masalah global untuk terus maju dengan pembangunan komunitas dengan masa depan bersama bagi umat manusia.
Dia juga mengecam sanksi yang ditujukan kepada perusahaan SenseTime, dengan mengatakan keputusan itu "berdasarkan kebohongan dan informasi palsu".